Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book

Politik Identitas (5): Gejala Kuasi Pos-Islamisme

30 Maret 2023   00:23 Diperbarui: 30 Maret 2023   00:23 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: perpustakaan.jakarta.go.id

Sedang di Mesir, Islamisme tidak berhasil mendorong terjadinya revolusi total. Melainkan hanya sebuah reformasi, atau apa yang disebut Bayat sebagai revolusi pasif. Kasus mesir adalah "perang posisi", di mana pengaruh Islamisme menguat mengalahkan kekuatan sekular.

Bagi pemerintah, dan juga diamini oleh partai agama seperti Ikhwanul Muslimin, serta otoritas keagamaan yang diakui negara yakni (Universitas) Al-Azhar, Mesir adalah negara Islam, hukumnya berdasar syariat, tetapi negara mengaturnya secara total bukanlah sebuah keharusan. Jalan demokrasi dibuka, dalam rangka sebagai suatu jalan belaka, tidak untuk menjadi legitimasi praktik liberalisme--utamanya di bidang budaya dan keagamaan.

Dari dua kasus yang diajukan oleh Bayat ini yaitu Iran dan Mesir, kita bisa belajar bahwa betapapun idealnya sistem Islam, pada level penerapan tetap saja menyisakan ruang-ruang ketidakidealan. Sistem ilahi yang akan dipraktikkan di bumi mengharuskan adanya percampuran dengan sistem yang dibuat oleh manusia.

Asef Bayat, dengan mengajukan sejumlah hasil survei yang menunjukkan frustasi hebat di kalangan masyarakat Iran atas diterapkannya sistem negara Islam pada masa-masa awal. Kaum perempuan diwajibkan berjilbab, tidak boleh beraktivitas di luar rumah tanpa ikut sertanya mahram, serta bekerja hanya pada wilayah domestik. Berbeda sewaktu Iran masih di bawah kekuasaan Shah Reza Pahlevi.

Sementara itu, Iran menghadapi perang melawan Irak. Negara Islam yang masih usia dini itu belum lagi berhasil mengatasi krisis akibat revolusi, malah diperparah lagi dengan krisis akibat perang. Hal ini memaksa kaum perempuan keluar dari wilayah domestik. Gerakan-gerakan protes dan pembangkangan terhadap aturan Islam akhirnya muncul dalam bentuk antara lain lahirnya gerakan feminis pos-Islamisme.

Pusat-pusat hiburan ditutup, memaksa anak-anak muda melampiaskan hasratnya dalam pergaulan yang sembunyi-sembunyi. Dampak dari itu, bisa kita lihat pada hasil interview yang dikutip Bayat di dalam bukunya:

"Sebuah kajian akademik mengklaim bahwa satu dari tiga gadis yang belum menikah, 60 persen dari sampel di Teheran utara pemah melaku kan hubungan seks. Dari 130 kasus AIDS yang dilaporkan, 90 di antaranya adalah perempuan-perempuan yang belum menikah. Seorang petugas dari kotapraja Teheran melaporkan 'setiap bulannya paling tidak 10 atau 12 janin korban aborsi ditemukan di tempat sampah.'"

Hal yang kemudian membuat Presiden Rafsanjani di awal tahun 1990-an melirik kebijakan nikah mut'ah dalam rangka mengatasi masalah ini--yang sesungguhnya nikah mut'ah ini bukan merupakan hal yang populer di kalangan masyarakat Iran.

Kedua hal ini membuat negara ikut-ikutan frustasi. Presiden Khatami akhirnya membuat sejumlah kebijakan yang pada akhirnya mengakomodir kepentingan rakyatnya. Terkhusus bagi kaum wanita, sebelum wafatnya, Imam Khomeini pun pada akhirnya memberi apresiasi terhadap gerakan kaum perempuan, bahwa biar bagaimanapun kaum ibu yang lebih banyak berperan dalam terwujudnya revolusi Islam ketimbang kaum lelaki.

Di Mesir, frustasi itu dalam bentuk masuknya pengaruh perkembangan teknologi dan globalisasi yang datangnya dari barat. Pemuda jatuh pada gemerlap dunia, pembentukan klub-klub kesenangan bagi menengah ke atas, seksualitas, obat-obatan, serta keikutsertaan pada paham-paham pagan (semisal masonik).

Arus kebudayaan tidak terbendung sehingga para elit baik negara maupun Ikhwanul Muslimin berpikir untuk mengakhiri keinginan menerapkan Islam dalam suatu sistem formal. Melainkan lebih kepada ajakan untuk meningkatkan kesalehan individual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun