"Ketika manusia mulai bertambah di permukaan bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan, dan anak-anak Tuhan melihat pada anak-anak perempuan manusia cantik-cantik: lalu mereka mengambil istri-istri dari perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; ialah orang-orang yang gagah perkasa pada zaman purbakala, orang-orang kenamaan. Dan, Tuhan melihat bahwa kejahatan besar di bumi, dan bahwa hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata."
Sains mungkin akan mengingkari keberadaan makhluk-makhluk yang digambarkan mitos-mitos terdahulu itu, tetapi bersamaan dengan itu bukti-bukti berupa fosil makhluk aneh juga kerap ditemukan. Contoh paling sering dibicarakan adalah UFO, benarkah alien dan kendaraannya itu ada? Terhadap fosil-fosil itu, sikap sains adalah takjub dengan keabnormalannya, namun sistem penjelasnya sendiri tidak memadai.
Kalau kita membaca Mukti Ali (seorang peneliti manuskrip kuno, bukan mantan Menteri Agama RI itu) dalam "Para Penghuni Bumi Sebelum Manusia" (saya pernah mereview buku ini, bisa dilihat pada link berikut: https://tanwir.id/khalifah-pra-manusia-dari-bangsa-jin-hingga-bangsa-nisnas/) itu, makhluk-makhluk aneh itu ada. Ia menyusun buku itu berdasarkan narasi agama (Islam) dan juga penelusuran terhadap naskah kuno, di samping juga menelaah penemuan fosil-fosil oleh para ilmuwan di bidang sejarah. Mukti Ali mula-mula mengutip Ibnu Abbas (RA):
"Setelah Allah menyempurnakan penciptaan langit dan bumi dengan segala sifatnya, gunung-gunung telah ditancapkan, angin telah dilepaskan, di bumi telah ada binatang-binatang liar, dan bermacam-macam burung, makan buah-buahan mengering dan berjatuhan ke bumi lalu di bumi tumbuh rerumputan yang satu sama lain saling tumpang tindih. Pada saat itu bumi mengadukan persoalan tersebut kepada Tuhannya. Atas pengaduan itu, Allah menciptakan umat yang beranekaragam dan berlainan jenis, yang diberi nama Jin."
Perkataan Ibnu Abbas di atas menguatkan apa yang termaktub di dalam Q.S. al-Hijr (15) ayat 27, "Dan Kami telah menciptakan jin (sebelum Adam) dari api yang sangat panas."Â Jin adalah nama golongan. Lebih jauh Mukti Ali menyebut istilah lain yang masing-masing mewakili bangsanya: abul jan, banul jan, bin, bangsa Nis-nas dan terakhir iblis. Khusus bangsa Nis-nas, mereka adalah makhluk yang berjasad. Mungkin merekalah manusia siluman yang kerap digambarkan di film-film.
Makhluk-makhluk ini menjadi jawaban atas pertanyaan: siapa yang dimaksud oleh malaikat sebagai makhluk yang kerap menumpahkan darah pada Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 30, pada saat Allah ingin mengutus khalifah di muka bumi sebelum Adam diciptakan?
Sejarah yang dikemukakan Mukti Ali lebih runut dibandingkan dengan Jonathan Black. Itu karena Jonathan mengejar kelengkapan versi-versi yang ada. Perbedaan paling mencolok adalah, jika Mukti Ali meletakkan makhluk jin atau makhluk setengah berdaging itu hidup sebelum Adam (Homo Sapiens) diciptakan. Sedangkan Jonathan Black, berdasarkan narasi pengajaran kuno, meletakkan makhluk-makhluk ini hidup berdampingan dengan spesies Adam.Â
Makhluk-makhluk pra-manusia terakhir yang mendiami bumi sebelum akhirnya naik ke langit, yang dikemukakan oleh Mukti Ali, adalah bangsa Nis-Nas. Mereka adalah penghuni Atlantis, surga yang hilang itu. Mereka adalah makhluk yang culas dan gemar berbuat kerusakan, meskipun juga mereka adalah makhluk yang cerdas. Maka langit menitahkan Iblis untuk menghabisi mereka semua. Bersamaan dengan itu, bencana besar terjadi, yaitu tenggelamnya pulau Atlantis. Namun sisa-sisa mereka masih ada, antara lain bersembunyi di gunung-gunung, di dasar laut, di dalam goa, dan di hutan-hutan, dalam bentuk makhluk mitos.
Versi pengajaran kuno yang diteliti oleh Jonathan Black lain lagi. Dewa-dewa atau makhluk setengah arwah semakin jarang terlihat di bumi, dengan kata lain masanya berakhir, seiring dengan unsur materi di bumi semakin mengalami kepadatan. "Karena roh dan materi bertentangan," demikian kata Jonathan Black pada halaman 131 bukunya itu.
Sedang peristiwa Atlantis, sejarah versi pengajaran kuno meletakkannya di zaman Dyonisos muda, atau yang kita kenal dengan Nabi Nuh (AS). Tenggelamnya Atlantis memang bukanlah serangkaian dengan banjir bah era Nuh, tetapi hubungannya adalah melalui sosok Gilgamesh, yang kelak diklaim sebagai epik yang menyangkal kebenaran kisah Nuh.
Dalam dunia sains kemudian ada yang mulai memperbandingkan antara Epik Gilgamesh dengan banjir Nuh. Temuan mereka kemudian menyimpulkan bahwa cerita Nuh tidak punya ketersambungan dengan bukti-bukti yang ada. Melainkan era Gilgamesh, lebih cocok karena lebih dekat ke zaman banjir besar.