Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Swasembada Pangan dan Kesejahteraan Petani

6 September 2016   09:12 Diperbarui: 6 September 2016   09:23 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah ditengah keterbatasan anggaran dihadapkan pada target pencapaian swasembada pangan terutama komoditas padi sebagai kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Berdasarkan angka sementara 2015, produksi padi pada subround III 2015 mencapai 16, 53 juta ton, dengan komposisi 99,30 persen padi sawah dan 0,70 persen padi ladang. Jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, produksi padi pada subround III-2015 turun sekitar 0,01 persen. 

Sementara produksi padi selama tahun 2015 sesebar 75,36 juta ton atau lebih tinggi 6,37 persen jika dibandingkan produksi padi selama tahun 2014 sebesar 70,85 juta ton. Berdasarkan pada indeks produksi bulanan Industri Besar dan Sedang pada Maret 2016 diperkirakan naik 1,12 persen dari indeks bulan sebelumnya menjadi 129,75. Jika dibanding indeks produksi pada Maret 2014 indeks tersebut naik sebesar 4,09 persen. 

Sementara indeks produksi industri besar dan sedang pada triwulan I-2016 diperkirakan turun 1,34 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh turunya kinerja sebagain besar subsektor, terutama industri pengolahan tembakau sebesar 9,20 persen, industri karet, barang dari karet dan plastik  sebesar 7,38 persen  dan indsutri kertas dan barang dari kertas  sebesar 5,94 persen. 

Di samping itu ada beberapa subsektor yang mengalami kenaikan kinerjanya, terutama indsutri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya sebesar 5,51 persen, industri alat angkutan lainnya sebesar 3,64 persen dan industri logam dasar sebesar 3,36 persen.  (sumber: Indikator Ekonomi Indonesia Per Juni 2016).

Jika melihat pertumbuhan angka produksi khususnya komoditas padi menunjukkan kenaikan diandingkan tahun sebelumnya yaitu 2014 dan 2015. Pada saat yang bersamaan hal ini mengindikasikan, bahwa program dan kegiatan yang di rancang oleh Kementerian Pertanian terkait peningkatan swasembada pangan melalui komoditas padi tercapai walaupun pada saat yang bersamaan tidak mudah dalam mencapai kenaikan angka produksi tersebut. 

Program Upaya Khusus (UPSUS) yang di tempuh oleh Kementerian pertanian dengan melibatkan seluruh stakeholder pada tahu ke dua yaitu 2016 memberikan dampak terhadap pertumbuhan produksi dan tentu hal ini menjadi hal yang menggembirakan bagi petani terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan mereka.

Jika dilihat dari indeks nilai tukar petani (NTP) sebagai perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayarkan petani. Mulai Desember 2013, NTP menggunakan tahun dasar 2012=100. Pada Juni 2016, dari 33 provinsi yang disurvei tercatat sebanyak 8 provinsi memliki NTP di atas angka 100, sedangkan 15 provinsi memiliki NTP di bawah angka 100. NTP tertinggi tercatat di provinsi Sulawesi Barat dengan nilai NTP sebesar 107,5 sedangkan NTP terendah berada di provinsi Bengkulu dengan NTP sebesar 92,9 (sumber: Indikator Ekonomi Indonesia Per Juni 2016). 

Jika melihat angka pertumbuhan NTP tersebut menunjukkan, bahwa hanya 24,2 persen provinsi yang mencapai NTP di atas 100, sementara selebihnya 75, 8 persen masih di bawah 100. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat daya beli petani/pendapatan masih didominasi oleh NTP di bawah 100, artinya petani belum merasakan jerih payahnya secara maksimal dari usaha taninya khususnya di sektor pangan.

 NTP menunjukkan daya tukar  (term of trade) dari roduk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat tingkat kemampuan /daya beli petani. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah?benarkah dengan peningkatan produksi padai secara nasional pendapatan/kesejahteraan petani meningkat?jika meningkat seberapa besar dan jika tetap atau menurun apakah penyebabnya?

 Jika melihat hasil pemantaun harga harga perdesaan di 33 provisni di Indonesia pada bulan Maret 2016, NTP secara nasional turun 0,89 persen di bandingkan dengan NTP Februari 2016, yaitu dari 102,23 menjadi 101,32. Penurunan NTP pada bulan Maret 2016 disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami penurunan sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperleuan produksi pertanian mengalami kenaikan. 

Berikutnya, penurunan NTP Maret 2016 dipengaruhi oleh turunya NTP pada 4 subsektor, yaitu: sub sektor tanaman pangan sebesar  2,54 persen, sub sektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,08 persen, sub sektor peternakan sebesar 0,55 persen, dan sub sektor perikanan sebesar 0,70 persen. 

Sementara subsektor yang mengalami kenaikkan NTP adalah subsektor hortikultura sebesar 0,58 persen. INDEKS HARGA YANG TERIMA PETANI (lt), pada Maret 2016 secara nasional mengalamai penurunan sebesar 0,22 persen di bandingkan Februari 2016, yaitu dari 125,08 menjadi 124,81. 

Penurunan ini disebabkan oleh penurunan 3 sub sektor yaitu (1) sub sektor tanaman pangan sebesar 1,71 persen, sub sektor peternakan sebesar 0,17 persen dan sub sektor perikanan sebesar 0,09 persen. Sementara sub sektor tanaman hortikultura dan sub sektor tanaman perkebunan rakyat naik masing masing sebasar 1,32 persen dan 0,61 persen. (BPS, April 2016: Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Gabah Produsen Gabah dan Beras).

Nilai Tukar Petani (NTP) Sub Sektor Tanaman Pangan (NTPP). Pada bulan Maret 2016 terjadi penurunan NTPP sebesar 2,54 persen. Hal ini disebabkan penurunan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 1,71 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,85 persen. Penurunan  It pada Maret 2016 disebabkan oleh penurunan indeks pada kelompok padi sebesar 1,93 persen, yaitu 125,75 menjadi 123,32 dan kelompok palawija (khususnya komoditi jagung)  mengalami kenaikan indeks sebesar 1,00 persen yaitu dari 135,84 persen menjadi 134,84.  Kenaikan yang terjadi pada Ib sebesar 0,85 persen disebabkan oleh indeks kelompok KRT mengalami kenaikan sebesar 1,06 persen dan indeks kelompok BPPBM naik sebesar 0,22 persen.

Dari penjelasan angka terseabut, secara nasional sebenarnya kinerja sektor pertanian mengalami peningkatan dari sisi produksi terutama sektor pangan, namun pada sat yang bersamaan kenaikan angka produski tersebut belum diikuti oleh kenaikan daya beli petani sekaligus penerimaan petani dari hasil usahanya khsusnya komoditas padi. 

Untuk itu kebijakan/regulasi pemerintah dalam hal tersebut harus juga mempertimbangkan harga output (harga yang diterima petani) di samping isentif untuk faktor faktor produksi harus tetap di perhatikan terutama dalam upaya stabilitas dan peningkatan produksi. 

Jadi semangat peningkatan produksi yang iikuti oleh perluasan areal tanam, peningkatan subsidi input produksi dan introduksi teknologi harus memberikan pengaruh pada harga yang diterima petani dan daya beli petani. Jika 2 hal tersebut dipenuhi, maka program dan kegiatan swasembada pangan berkorelasi terhadap kesejahteraan petani atau pengurangan angka kemiskinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun