Senja bagi jurna merupakan keindahan ajaib, begitu juga pagi dengan pelangi indah atau malam di dekat bukit yang hutannya sangat suram dengan secangkir kopi membuat dirinya sudah memeluk kedamaian sepenuhnya di beberapa waktu lalu
Ternyata malam ini, jurna benar-benar rapuh, sangat benci pada dirinya sendiri. Kota batang yang suram dan bising tidak lagi menjadi semangat dia. Kopi spesial malam ini Cuma ilusi baginya, gelap adalah tanda rindu yang bagi dia hanya fatamorgana. Dari bibirnya yang kaku, jurnal kembali mengucapkan sesuatu yang menyeret dia pada kebencian dahsyat malam ini
"Bulan, aku sudah tidak rindu lagi, gelap dari sang malam dan rindu yang menderu di hati tidak meninggi dari amarah. Bulan, kota ini sepi dan kosong, sekosong harapan aku, aku benar-benar melihatmu mati di pangkuanku, benar-benar mematung diatas kota ini, oh nestapa.
Jurna berjalan memeluk buku kecil dan secangkir kopi menuruni tangga rumahnya, menuju sebuah meja menjadi tempat favorit dia menulis banyak hal. Dan dia menulis dengan tidak percaya diri tentang kisah yang kalian baca malam ini. Terimakasih, bulan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI