Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kota Suram dan Bulan Mati di Pangkuan Jurna

25 Mei 2021   20:21 Diperbarui: 25 Mei 2021   20:59 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi Jurna dan Bulan (foto-Depositphotos.com)

Jurna bersandar pada sandaran kursi bambu diantara bunga-bunga dan aroma senja yang dipaksa bulan cepat pulang sebelum malam.

Saat malam tiba, dia segera mandi, ganti baju dan buru-buru racik secangkir kopi spesial yang dia sebut nestapa. Menikmati kopi menurut jurna ibarat menyibak nestapa. Kesendirian memperkuat aroma kopi dan yakini bahwa kopi selalu saja membentur dia dengan bbnyak hal secara bersamaan

Lantai tiga rumahnya, area teras yang luas tidak ada satu pun pohon yang tumbuh. Potongan drum berjejer rapi memohon rumput untuk cepat lebat agar dia bisa berteduh. Di kota Batang, beberapa hari ini udaranya sangat panas, bukan hanya membunuh tumbuhan, panas menusuk sampai ke hati jurna

Seruputan kopi yang pertama, dia melihat dengan tenang ke arah bulan, kota dan hutan yang suram. Menyusuri rimba yang dingin dengan pikiran jurna, dia mengecam diri sesekali kita pikiran itu tiba-tiba berhenti ketika awan menutup mwajah bulan

Pembuka catatan pada buku kecil dia menulis satu kata lalu segera menutup kembali lembaran buku kecilnya dan membentur dengan sangat keras kakinya ke atas lantai beton di teras itu

"aku tidak percaya, malam ini tidak ubahnya jelmaan aroma suram yang menyusup sampai ke rongga hati. Bukankah lampu kota dan mata ini harus bersahabat?" pertanyaan dikepalanya sudah dia lupa bera banyak

Hatinya benar-benar rindu pada bulan, malam itu udara sesekali dingin dan hangat membuat dia memikirkan nestapa bulan. Gelap pertanda malam ini semakin nyata. Jurna memilih untuk lepaskan buku kecil dan mengambil tempat bersandar di dekat tangga

Sandaran dari bahan besi yang membosankan. Sudah berulang kali dia bersandar di tempat itu untuk melakukan ritual bercengkerama dengan bulan. Dan yang dia alami hal yang sama, tangga besi itu rasanya sangat panas untuk kulit belakang bdan gadis 16 tahun ini

Satu keran air di dekat belakang tangga, dengan satu ember dan gayung untuk menampung air siraman bunga di lantai tiga menjadi target matanya. Kepala  dia dilintasi ide baru. Dia meyiram tangga beberapa kali hingga benar-benar basah

Tanpa berpikir dua kali, tangga yang basah tidak bisa dipakai untuk bersandar. Dia tersadarkan dengan kasalahan dia. Jurna kembali dengan sangat cepat menuju tempat jemuran, tangannya menyambar satu lembar kaos oblong miliknya dan membersihkan air pada tangga

Duduklah jurna, menyudahi rindu pada malam dan rembulan. Merasa hutan dingin menyapa dengan tenang ditelinganya, bisikan-bisikan itu bukan hanya terdengar tapi benar-benar bikin terpedaya, di langit jurna seakan memandang jutaan kata yang harus dia ambil satu demi satu membayar rindu yang dia tahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun