Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komplikasi Eforia (Di Kota Jakarta)

1 Desember 2017   05:12 Diperbarui: 1 Desember 2017   06:00 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini berbeda dengan kenyataan yang ada, artinya pada kenyatan yang kita lihat sekarang. Justeru karena orang tidak mampu bertahan hidup dari semua kompetisi yang terjadi sehinga kemiskinan, pengangguran dan konflik masih menghiasi sudut-sudut kota jakarta. 

Tiga tahun kurang lebih kehidupan dijakarta memberikan pengetaguan soal banyak cara menghadapi kehidupan dijakarta bagi saya secara pribadi

Kita menyadari posisi kita sebagai pendatang (Migrasi) memiliki prinsip merintis hidup di Kota metropolitan seperti jakarta membutuhkan kesabaran diri. 

Dalam kehidupan keseharian kita, di kota jakarta kita sering menemukan banyak persoalan. Mungkin kata yang tepat untuk menghadapi segalanya adalah (Sabar dan Mawas diri. 

Hal ini, bukan hanya kita saja yang lakukan. Penduduk asli jakarta pun melakukan hal yang sama. Sebab ruang hidup dan kehidupan jakarta tidak membedakan mana orang asli dan mana pendatang. 

Kita dan orang-orang asli di jakarta memiliki prinsip yang berbeda, artinya prinsip bertahan hidup agar dalam setiap tahapan hidup tidak terjadi kehilangan kontrol. Tahap-tahap inilah yang mestinya kita pegang sebagai landasan untuk menghadapi kerasnya kota metropolitan. 

Menurut saya, mereka yang bilang dan mengakui kehidupan jakarta terlalu keras adalah mereka yang terlalu "lebay". Mereka terlalu menyerahkan hidupnya kepada keadaan sebenarnya. 

Sebab sebuah daerah dalam lingkungan hukum memiliki segenab nilai-nilai. Yang seharusnya kita dapat atau temukan adalah niilai-nilai tersebut sehingga dalam upaya bertahan hidup, kita menjadikan nilai tersebut sebagai ukuran bahwa jakarta bukan kota yang keras. 

Belum lagi kita bicara budaya, di jakarta yang semrawut seperti ini. Beragam budaya bercokol didalamnya, seperti yang telah kita lihat bahwa perpindahan penduduk dalam hal ini imigrasi besar-besaran akan membawa serta budaya luar masuk ke Kota Jakarta. 

Dari beragam budaya itulah, kekuatan adaptasi sebagai mahluk sosial berdiri sebagai idealisme kita mengikuti ritme kehidupan jakarta. 

Ritme kehidupan dijakarta dapat kita lihat pada aktivitas kehidupan orang (penduduk asli) jakarta sendiri. Mulai dari, angkutan umum, tempat publik, dan letak jarak antara kota jakarta dengan kota lainnya, pusat perbelanjaan dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun