Pada tahun 2017 ini, banyak sudah realita dalam setiap cerita dibanyak pertarungan. Orang bisa jadi menerima kekalahan tapi tidak bisa menerima resiko dari kekalahan itu sendiri
Mengapa demikian?
Kita ambil contoh, misalkan pada sebuah kompetisi mencari pemimpin baik, bijak dan arif.
Dalam kompetisi ini ada dua orang yang harus menerima kenyataan. Â Dan kenyataan itu, keduanya tidak bisa menghindari dengan cara apapun, sungguh sangat tidak bisa.Â
Pada puncak kompetisi ini (Output) nantinya kita akan melihat siapa yang keluar sebagai pemenang (Win) dan yang keluar sebagai yang kalah (Lose) .Â
Kalau kita lihai dalam mengelola konflik, kegagalan atau apapun yang ada kaitannya dengan potensi diri kita, pastilah kemenangan adalah satu langkah maju begitu pun kekalahan.Â
Tapi apakah kekalahan adalah satu langkah mundur?
Sebelum kita kaji sedikit lebih dalam perkara inspirasi dari kekalahan ini. Kita sedikit koreksi ajang mencari pemimpin yang dianalogikan diatas. Biasanya dalam banyak organisasi, komunitas, kelompok dan lembaga besar lainnya mencari pemimpin dengan dua cara. Demokrasi dan musyawarah mufakat.
Didalam ilmu manajemen, kalau kita bersandar pada musyawarah mufakat dan demokrasi seperti realita berpolitik mengusung pemimpin sekarang ini. Kita telah menemui kegagalan besar.Â
Demokrasi dalam hal perpolitikan yang kita dapat sebagai pemimpin adalah hasil negosiasi. Pada perkara ini, tentunya kualitas dan kreadibilitas di abaikan.Â
Sedangkan musyawarah mufakat, meskipun dalam mengusung pemimpin hasilnya sebagai kesepakatan bersama, bisa jadi kualitas bukan ukurannya. Besar kemungkinan soal siapa yang paling tua akan di hargai sebagai pemimpin.Â
Substansi dari mencari pamimpin dengan menggunakan ilmu manajemen adalah (Manajemen Kerja) tepatnya kita akan berhadapan dengan analisis kerja. Prosedur memilih pemimpin dalam ilmu manajemen tidak memilih agama, ras, suku.
Analisis kerja menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin melalui proses sangat formal, ada tes kemampua dan sebagainya.Â
Dalam mencari pemimpin dalam ilmu manajemen, pemimpin tidak diusung. Tetapi dilakukan ferivikasi melalui data base (bang data) jejak pengalaman kerja, kualitas, Â kreadibikitas, basick kepemimpinan dan ukuran yang sesuai dengan trackrecord sang pemimpin.Â
Berbeda dengan musyawarah mufakat dan demokrasi. Tetapi, prinsipnya adalah output yang keluar sebagai pemimpin adalah benar-benar memiliki kemampuan memimpin bukan dipimpin apalagi di perintah dan di tunggangiÂ
Jadi, pada proses kekalahan satu, dua atau tiga dalam proses verifikasi pemimpin dalam istilah manajemen. Yang keluar sebagai yang kalah adalah bukan kekalahan tetapi belum berkualitas dan belum layak menjadi pemimpin.
Dan yang menang adalah jawaban kelayakan berdasarkan proses secara prosedural yang telah dilakukan dari tahap ke tahap. Sehingga, dari proses seperti ini maka untuk pertanyaan " Apakah kekalahan adalah kemunduran?" jawabannya adalah -TIDAK.Â
Ilmu manajemen mengajarkan orang menjadi manusia produktif berdaya saing tinggi. Nah, kita akan menjawab kekalahan adalah sebuah inspirasi bagi orang besar dan cerdas. Ini hanya sedikit pengetahuan dasar soal inspirasi kekalahan.Â
Mengapa tidak kita jadikan kekalahan adalah inspirator yang mendorong kita memikirkan hal atau langkah taktis selanjutnya?
Demikian banyak orang tidak mau berpikir perkara kekalahan adalah inspirasi. Tetapi tidak bagi orang yang mengerti kekalahan dalam konsep ilmu manajemen.
Bisa jadi, orang berulangkali gagal atau kalah karena mengabaikan bahwa kalah atau gagal itu adalah inspirasi. Sederhananya seperti ini kita mengambil satu contoh paling sering kita temukan di lingkungan kita. Berikut merupakan contohnya:
Kita mencoba membuat roti. Semua bahan untuk membuat roti sudah tersedia, kita memulainya dengan mengaduk terigu dan mencapuri bahan lainnya lalu dalam cetakan kita panggang roti tersebut.Â
Menjelang 10-15 menit waktu roti itu dibuka dari tempat panggangannya ternyata tidak berbentuk roti, apalagi rasanya. Kegagalan pertama (dalam pertarungan) kita sudah bertemu dengan kekalahan tahap satu.Â
Seterusnya kita mencoba dan mencoba lagi mencampuri bahan-bahan yang sama, prosesnya yang sama, waktunya yang sama dan memanggang lagi roti tersebut tapi hasilnya pun sama. Kegagalan kedua (dalam pertarungan) kita bertemu kekalahan kedua.Â
Seterusnya kita mencoba membuat roti sebanyak 10, 50 atau bahkan 999 kali dan itu gagal, dan percobaan yang terakhir ternyata dengan hasil yang memuaskan.Â
Artinya, dari kegagalan pertama sampai pada kegagalan terakhir sebelum kita sukses membuat roti. Kita bertemu dengan 999 kegagalan. Dalam pertarungan, kegagalan sebanyak ini akan memberikan dampak besar bagi pelaku.Â
Sekali lagi, kegagalah atau kekalahan untuk orang yang tekun dan pahami ilmu manajemen, hal itu bisa menjadi inspirasi terbesar bagi dirinya.Â
Maka setidaknya 999 kali gagal dan 1 kali berhasil (sukses) bisa meberikan kita pelajaran penting bahwa 999 kali percobaan yang gagal adalah inspirasi untuk mendapat 1 kemenangan (sukses).Â
Hal seperti itu bukankah merupakan sebuah inspirasi untuk diri kita?Â
Maka dari itu, jadikan kegagalan adalah inspirasi diri mencapai sukses yang besar. Sebab, orang besar, ilmuan, analis, praktisi dan banyak orang sukses di dunia ini berangkat dari kegagalan atau kekalahan yang mereka temukan sepenjang perjalanan hidup mereka.Â
Kegagalan (kekalahan) adalah potensi inspirasi terbesar yang biasanya banyak orang abaikan. Oleh karena itu, mulai sekarang kita belajar menjadi gagal, menjadi kalah.Â
Mengumpulkan setiap metode dalam kegagalan dan kekalahan itu menjadi satu semangat besar untuk tetap menginspirasi kita dalam mencoba untuk menang (Sukses). Karena daya dari inspirasi kekalahan adalah kesuksesan terbesar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H