Kita tidak perlu mencari siapa atau sumbernya dari mana. Sebab kalau sumbernya yang kita cari maka yang ada di kepala kita adalah prasangka buruk, fitnah dan pada ujung-ujungnya akan mengaitkan dengan kepentingan suatu kelompok dan persoalan politis lainnya.
Focus kita sekarang pada Kekuatan Dominasi kebenaran informasi dan informasi hoax. Dua hal ini yang sebelumnya saya sebut sebagai vital.
Pertama dominasi informasi yang benar datang dari sumbernya tidak mampu atau bahkan sampai pada telinga publik hanya dengan mengendalikan media. Pada sisi ini memang benar, suatu informasi dengan cepat sampai pada telinga publik.
Ternyata, kebenaran informasi dari sumbernya sendiri tidak dapat mendominasi informasi hoax. Hal ini disebabkan daya serap dan asumsi serta cara berfikir publik di Indonesia lebih suka membaca berita hoax. Artinya, bukan berarti manusia di indonesia adalah tipikal manusia hoax. Ada sebab akibat yang melahirkan banyak perubahan dalam pola pikir.
Jadilah kebalikan dominasi kekuatan. Umpama sebuah perang dan memang ini adalah perang. Kelompok yang medominasi sudah jelas akan menggeser kelompok yang sedikit, prosesnya sama seperti mayoritas minoritas dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat jawabannya, siapa yang paling kuat kalau sudah bicara tentang dominasi.
Ternyata, dominasi kekuatan diambil peran oleh informasi hoax. Pertanyaanya, mengapa demikian? Mengapa informasi hoax mendapat peran paling besar di hati masyarakat?
Oke, kita tinggalkan perkara dominasi, sekarang kita lanjut ke tahap berikut. Dua hal yang buat saya paling vital diatas terjadi karena ada sebab-sebabnya.
Budaya Komsumsi Informasi
Publik di negara kita peka terhadap semua jenis informasi. Jangan heran dominasi kebenaran informasi seperti hal diatas tidak mampu menandingi dominasi informasi hoax.
Kita ambil hal paling sederhana sebagai tekanan dalam komunikasi atau penyampaian informasi. Efeknya memang besar. Misalkan ada informasi hoax yang kurang lebih nadanya demikian " Kemkominfo akan memblokir no kartu SIM yang tidak melakukan registrasi menggunakan nomor Ktp (NIK) dan nomor (KK)"Â
Meskipun informasi ini benar datang dari sumbernya, dari sisi komunkasi ada nada penekanan "Akan memblokir". Kata ini menjadi ketakutan dan berubah menjadi bahan menyebar informasi hoax. Belum lagi pada informasi hoax tentang susahnya melakukan proses registrasi ulang.