Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Polemik Transportasi Online, Ini Perkara Nafkah dan Nasib

14 Oktober 2017   06:02 Diperbarui: 14 Oktober 2017   06:45 2285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hidup berdampingan dengan rasa kekeluargaan, kebersamaan dan toleransi adalah cara hidup yang beradab di bumi pertiwi"

Konflik ini makin tak terbendung, mereka yang kesehariannya dengan mata pencaharian utama sebagai driver mendapat perlakuan yang tidak semestinya. 

Hari ke hari, dinamika konflik ini akan menjadi lebih miris lagi, di kota bandung adalah contoh yang mestinya kita sama-sama jadikan sebagai cermin bahwa tindakan bertentangan dengan kebhinekaan negara kita, keberagaman, kesatuan, kekeluargaan dan sebagainya.

Sekiranya semua driver transportasi online, harus beberapa kali merengang nasib perlakuan kasar di jalan saat mereka beroperasi. Hanya dinegeri ini, sesama rakyat saling melukai, mengancam dan sering berkonflik. 

Seakan di mata driver konvensional utamanya ojeg pangkalan, mereka (ojeg Online) adalah musuh bebuyutan yang merampas hak driver konvensional.

Padahal, kalau kita melihat ini dengan pertimbangan kemanusiaan. Semua driver baik online dan konvensional sama-sama mencari nafkah. Menaruh nasib hidup dengan kerja yang mereka tekuni saat ini. 

Siapa yang harus di persalahkan dalam problem ini? Siapa yang menjadi penengah dalam problem ini? 

Di jakarta sendiri, beberapa bulan lalu pernah ada aksi dari driver taksi konvensional dan angkot. Berujung penolakan kehadiran transportasi online.

Hal ini semacam menagih janji dalam penyelesain sebuah kasus kepada pihak yang berwajib. Pasca aksi tersebut, jakarta kembali stabil dan semua melakukan aktivitas seperti biasa. 

Sejauh ini, meskipun jakarta sudah terlihat aman. Masih ada dibeberapa daerah kota jakarta masih saja terjadi ketegangan antara driver online dan konvensional.

Nah, sekarang kita lihat di kota bandung. Problem ini membuat panik, beberapa driver pada medsos facebook dan twitter menciut seraya memohon kepada Pemda setempat agar cepat bijaki konflik yang sedang berlangsung. 

Ada juga ciutan dari anak-anak sekolah melalui twitter mereka persoalkan hal yang sama "Jangan hentikan ojeg online karena sangat dibutuhkan oleh kami sebagai anak sekolah"

Ciutan yang sama dari driver ojeg online melalui twitter "Pernah diberhentikan dan sempat juga dirazia"

Itu hanya beberapa ciutan, sebenarnya masih banyak lagi yang bernada sama dalam setiap ciutan. Kembali, kita fokuskan pada duduk masalah yang lama-kelamaan tanpa penengah akan berimbas pada nasib hidup kelaurga sebagian driver ojeg online di kota Bandung. 

Pertanyaanya, nasib mereka adalah tanggung jawab siapa? Mereka dengan diberhentikan kerjanya, lalu apa pengganti buat mereka untuk memenuhi hidup keluarga? 

Masih banyak lagi ciutan media sosial baik yang pro dan kontra terhadap problem ini menghiasi dinding media sosial beserta respon dari pada nitizen. Positif negatif respon nitizen tidak akan menyelesaikan problem tanpa campur tangan dari Pemerintah setempat dan pihak yang berwewenang. 

Bulan Agustus dan September tahun 2017 ini memang sangat kelam. Beberapa perusahaan industri besar di Negara ini telah melakukan PHK kepada karyawan, sekarang masalah nasib akan kehilangan pekerjaan bergulir sama dialami oleh saudara kita di kota bandung. 

Indonesia dengan problem PHK dan polemik teransportasi online ini jika tidak digubris maka akan menambah daftar kemiskinan dan pengangguran pada tahun-tahun mendatang. 

Problem ini terjadi karena faktor ketidakpuasan driver transportasi konvensional terhadap driver transportasi online. Alih-alih bicara soal pendapat padahal tidak bisa dan tidak sama sekali melihat sisi kemanusiaannya. 

Jika pun, tidak segera diselesaikan, tidak mendapatkan solusi untuk meredam. Maka jelaslah, problem ini menjadi lebih riwet lagi, sama halnya bahwa Pemda setempat tidak mau dan sengaja menutup mata terhadap hal dinamika konflik yang kelamaan akan menjatuhkan banyak korban, baik kekerasan dan tindakan sejenis. 

Pemerintah daerah Kota Bandung adalah letak solusi menyelesaikan masalah. Untuk solusi sekiranya harus juga dengan solusi yang bijak dan tidak sepihak. Sehingga kedua belah pihak dapat menerimanya. 

Jangan sampai ketika efek ini tidak lagi dapat dibendung dan gegabah dalam mengambil keputusan lalu menghilangkan izin operasi salah satu diantara itu. 

Lebih-lebih akan memicu konflik baru yang lebih parah. Sebab, mereka yang tengah berkonflik sama-sama menjadi driver karena alasan menafkahi hidup keluarga. 

Bisa bayangkan, bagaimana nasip seorang yang memiliki satu-satunya kerja sebagai driver teransportasi online adalah mata pencaharian dia akan di cabut, atau dihilangkan, ditiadakan, nasib dia dan keluarganya akan dikemanakan. 

Konflik antar driver di Bandung ini sebenarnya bisa dibilang konflik lama, meskipun sudah diselesainkan. Konflik pada tahun 2015 silam, bulan september tanggal 22 adalah konflik yang sama seperti konflik sekarang. Masih pada pokok yang sama soal ketersinggungan berujung tindak kekerasan, yang belum dapat dilerai oleh Pemda setempat. Aturan dan atau regulasi menjadi hal pokok dalam melerai konflik tersebut. Apapun caranya, semua melewati proses yang tegas, baik dan bijaksana. 

Hal ini sebenarnya merupakan ketersinggungan semata, Pemda dan lembaga terkait mestinya menjadi penengah yang bijak agar kedua belah pihak tidak saling beradu siapa yang benar dan siapa yang salah. 

Solusi yang diberikan juga bukan sebagai pencabutan ini izin atau terindikasi membenarkan sepihak. Ini soal nasib orang, nasib masyarakat, nasib rakyat yang sama-sama sebagai manusia dengan kebutuhan hidupnya pun sama seperti manusia lainnya. 

Melihat hal ini mendapat respon positif atau negatif terhadap warga media sosial menjadikan kita lupa, bahwa mereka yang di bandung adalah saudara seIndonesia, serumpun, setanah air yang juga mendapatkan perlakuan yang sama seperti warga masyarakat dikota-kota lain. 

Kita sama-sama tidak menginginkan problem ini berimbas ke daerah kota lain. Artinya indonesia dalam kondisi yang miris dan sangat disayangkan kalau sampai terjadi. 

Sangat naif kalau kita tidak mendukung, tidak memberikan supoort pada pihak berwajib untuk segera membuka mata untuk tengahkan problem ini sampai pada titik aman tanpa melahirkan korban. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun