Mohon tunggu...
Sadana Felix
Sadana Felix Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa program studi Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gaya Rambut: Simbol Perlawanan Anak Muda atau Sebatas Praktik Konsumsi?

5 Juli 2021   10:56 Diperbarui: 5 Juli 2021   11:04 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di rumah, pelajar tak akan menemui guru killer bersenjatakan gunting di tangan dan bergerilya mulai dari gerbang, koridor, hingga kelas. Pelajar laki-laki dapat dengan bebas memanjangkan rambutnya dan pelajar perempuan bebas mewarnai rambut hingga kuku manis di puncak jarinya. Singkatnya mereka dapat mengekspresikan gaya rambut apapun yang mereka inginkan. Gondrong merupakan istilah ataupun sapaan yang akrab ditelinga laki-laki berambut panjang. 

Tetapi, diskriminasi terhadap kegondrongan atau gaya rambut tersebut bukanlah hal baru. Rambut gondrong telah dikonstruksi dan dimaknai sebagai bentuk pemberontakan, urak-urakan, kriminil, serta stigma negatif lainnya jauh sebelum reformasi ‘98 dan terpatri hingga hari ini dalam benak sebagian masyarakat. Indoktrinasi ini berlangsung di era Orde Baru. 

Dalam buku berjudul Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970-an karya Aria Wiratma Yudhistira, dijelaskan bagaimana gaya rambut menjadi ancaman bagi penguasa kala itu serta pemicu keretakan hubungan antara sipil dengan militer. Kala itu budaya Hippies tengah merebak di kalangan anak muda. 

Hippies sendiri adalah salah satu gerakan counter culture yang berkembang di Amerika Serikat medio 1960-an. Budaya ini menjunjung tinggi kebebasan individu, dan pelaku budayanya identik dengan rambut panjang, perilaku seks bebas, penggunaan narkotika dan obat bius, juga mengenakan busana longgar nan mencolok. 

Gerakan ini melawan ambisi-ambisi menaklukkan, perang, dan menang. Oleh karenanya, budaya Hippies dianggap sebagai gerakan ‘kiri baru’, dan anggapan tersebut dinilai sebagai ancaman dan potensi berbahaya bagi rezim Orde Baru. 

Padahal menurut penuturan Yudisthira, anak-anak muda Indonesia kala itu hanya meniru penampilan luar tanpa meniru nilai-nilai ideologis yang melekat pada gaya hidup budaya Hippies. Artinya, anak-anak muda kala itu hanya bermain-main di bagian kulit atau permukaan budaya Hippies saja, atau dikategorikan sebagai Plastic Hippies. 

Kemudian akibat framing media cetak kala itu, yang mengkonstruksi citra rambut gondrong dengan bad news, muncullah ketakutan-ketakutan orang tua akan masa depan anak mereka yang dinilai terpengaruh budaya barat yang bebas. 

Alhasil penjegalan terhadap rambut gondrong dilakukan oleh penguasa. Pemerintah menerapkan kebijakan dilarang gondrong, dan razia yang masif dengan menurunkan aparat bersenjatakan gunting. Hingga puncaknya, terjadi bentrokan pada September 1970 di Bandung, antara taruna AKABRI dengan mahasiswa ITB yang menimbulkan korban dari pihak mahasiswa. Kecaman keras datang dari mahasiswa, dari wacana rambut lalu menyerang isu-isu lain. 

Mengutip Bennet (2000: 363), perlawanan pada dasarnya adalah hubungan defensif dengan kekuasaan kultural yang diadaptasi oleh kekuatan sosial subordinat dalam situasi di mana bentuk-bentuk kekuasaan kultural tersebut muncul dari suatu sumber yang jelas-jelas dialami sebagai suatu yang bersifat eksternal dan sebagai ‘liyan’. 

Artinya, perlawanan muncul dari hubungan kekuasaan dan subordinasi, karena kebudayaan yang mendominasi berusaha memaksakan dirinya pada kebudayaan subordinat dengan cara yang semena-mena. Perlawanan hadir ketika penguasa atau pemerintah, sebagai minoritas dominan, menilai anak muda sebagai ancaman atas norma, regulasi, dan budaya yang ada, tetapi di sisi lain, mereka dan orang tua membebani anak muda dengan citra utopis masa depan.

Gaya Rambut Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun