Setelah suaminya mati karena bunuh diri tahun lalu, Prema Selvam harus sendirian menanggung beban untuk tidak hanya mendapatkan cukup uang untuk memberi makan, pakaian, dan juga rumah bagi ketiga anaknya, tetapi juga untuk membayar kembali uang yang mereka pinjam untuk modal usaha pembuatan bata yang gagal (bbc.com, 3 Februari 2020).Â
Awalnya Prema bisa bertahan dengan bekerja di tempat pembuatan bata sambil membawa kedua anaknya kecil untuk ikut bersamanya,"Ketika saya pergi bekerja, saya mendapatkan 200 rupee (USD 2,80) per hari, cukup untuk menghidupi keluarga kami," Prema menjelaskan kepada BBC.
Tetapi dia jatuh sakit, yang berarti dia tidak bisa mendapatkan banyak uang,"Saya tidak bisa membawa banyak batu bata dan tinggal di rumah hampir sepanjang waktu karena demam."
Dia sakit selama tiga bulan, hutang pun bertebaran dimana-mana dan lemari pun sudah kosong melompong.
"Putra saya yang berumur tujuh tahun, Kaliyappan, pulang dari sekolah dan minta makan," kenangnya. "Lalu dia mulai menangis karena kelaparan."
Prema tidak memiliki properti, perhiasan, barang berharga, atau peralatan dapur yang bisa ditukar dengan uang tunai,"Saya hanya punya beberapa ember plastik."
Kemudian dia menyadari ada sesuatu yang bisa dijual,"Saya ingat sebuah toko yang dulu membeli rambut." Kata Prema yang saat itu langsung terpikir untuk menjual rambutnya sendiri. India memang salah satu pengekspor utama rambut manusia di dunia, yang dijual untuk membuat ekstensi. Beberapa umat Hindu mempersembahkan rambut mereka di kuil ketika doa-doa mereka dijawab.
"Saya pergi ke sana dan menjual seluruh rambut saya seharga 150 rupee (USD 2)."Lanjutnya.
Itu mungkin kedengarannya tidak seberapa untuk ukuran kota besar, tetapi di desanya Prema bisa berbelanja lebih banyak,"Saya mendapat tiga bungkus nasi masing-masing seharga 20 rupee untuk tiga anak saya," katanya.
Tapi kelegaan itu hanya bersifat sementara karena Prema tahu dia sudah kehabisan akal untuk menyambung kehidupan mereka, dan pikirannya yang diselubungi kabut keputusasaan membuatnya gelap mata.
Dia pergi ke sebuah toko di mana dia berharap menemukan sesuatu untuk mengakhiri hidupnya. Tetapi, melihat keadaannya yang tertekan dan menyadari rencananya, penjaga toko menolak untuk menjual apa pun padanya.Â
Prema pulang ke rumah dan memutuskan untuk mencari cara lain untuk mengambil nyawanya sendiri. Dia diselamatkan oleh saudara perempuannya, yang tinggal di lingkungan itu dan kebetulan datang tepat waktu untuk menghentikannya.
Lalu hanya beberapa hari kemudian, bantuan yang sangat dibutuhkannya pun  muncul tiba-tiba melalui sosok Bala Murugan yang mendengar tentang situasi Prema dari seorang teman yang memiliki tempat pembakaran batu bata lokal.
Perjuangan Prema mengingatkan lelaki itu pada masa paling gelap yang pernah dilalui keluarganya. Bala tahu betul bagaimana kemiskinan dapat membuat orang putus asa. Saat Bala berusia 10 tahun, keluarganya kehabisan makanan. Ibunya menjual buku-buku dan koran-koran lama mereka dengan berat untuk membeli beras.
Keputusasaan mendorong ibu Bala memutuskan untuk bunuh diri dengan membawa serta anak-anaknya. Dia berubah pikiran di menit terakhir saat keluarga membawa ibu mereka ke dokter, dan dia diselamatkan.
Bala sekarang hidup dalam dunia yang jauh dari situasi di mana ia dibesarkan. Setelah bertahun-tahun berjuang, ia berhasil keluar dari kemiskinan dan kini memiliki sebuah pusat grafis komputer. Dia pun memiliki kesempatan untuk membalas kebaikan yang pernah diterimanya dengan menolong sesama menggunakan kekayaannya sendiri.
Bala bercerita pada Prema tentang kisah hidupnya dan mendorong perempuan itu untuk menemukan harapan yang sempat hilang. Lalu bekerjasama dengan temannya Phrabu, dia memberi Prema sejumlah uang untuk membeli makanan.
Lantas Bala menuliskan kisah keluarga Prema di media sosial dan respon netizen sangat baik,"Dalam sehari saya mendapat 120.000 rupee (USD 1.670). Ketika saya memberi tahu Prema tentang hal itu, dia sangat senang dan mengatakan itu cukup untuk membayar kembali sebagian besar pinjamannya." Tutur Bala pada BBC.
Tetapi atas permintaan Prema, penggalangan dana dihentikan,"Dia bilang dia akan kembali ke pekerjaannya dan membayar sisanya," Bala menjelaskan.
Prema sekarang harus membayar kembali sekitar 700 rupee (USD 10) sebulan pada kreditor yang berbeda, sementara pejabat distrik telah turun tangan dan berjanji untuk membantunya mendirikan dealer yang menjual susu.
Prema perlahan bangkit kembali. Sayangnya Prema bukan satu-satunya orang dengan kondisi serupa dan terlepas dari tingkat pertumbuhan ekonomi India, jutaan orang seperti dia berjuang untuk bisa menghidangkan makanan di atas meja.
Menurut Bank Dunia, India adalah rumah bagi jumlah terbesar kedua orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim, yaitu mereka yang berpenghasilan kurang dari $ 1,90 per hari.
Prema, seperti puluhan juta orang India lainnya, memiliki hambatan lain berupa tidak bisa baca-tulis. Akibatnya, dia tidak menyadari skema pemerintah yang memberikan bantuan kepada orang-orang seperti dia.
Sementara itu, sistem perbankan formal negara tersebut memiliki aturan rumit yang menyulitkan masyarakat miskin untuk mengakses kredit dengan suku bunga rendah. Sehingga Prema terpaksa meminjam dari pemberi pinjaman lokal atau tetangga yang menetapkan bunga lebih tinggi sehingga membuatnya nyaris tidak bisa keluar dari jeratan hutang.
Namun berkat kedermawanan komunitasnya, dia bisa melihat jalan keluar dari lingkaran kemiskinan yang seolah tak kunjung berakhir. Bala Murugan telah meyakinkan Prema akan terus mendukung keluarganya.
"Sekarang saya sadar bunuh diri adalah keputusan yang salah," Kata Prema, "Aku yakin akan bisa mengembalikan sisa pinjaman."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI