Mohon tunggu...
Humaniora

Tasbih & Bom

12 Desember 2015   14:42 Diperbarui: 12 Desember 2015   15:26 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ironisnya, film ini, sebagaimana film Hollywood umumnya, justru membuat pencitraan parah dengan menempatkan Amerika —yang direpresentasikan oleh Chris Kyle— sebagai hero, sedangkan warga Irak digambarkan adalah teroris dan jahat. Okelah, dan sila beralasan, bahwa film ini didasarkan pada kisah nyata. Namun, kenyataannya pula film ini telah berperan meningkatkan sentimen anti Arab dan fobia Islam di AS, sehingga secara tidak langsung ikut menguatkan stereotip bahwa Islam agama teroris.

 

Bias 

Senyata apa pun sebuah naskah cerita, tidak mungkin bisa digambarkan apa adanya, obyektif, ketika diterjemahkan dalam karya sinema. Sebab, film memiliki keterbatasan, belum lagi soal subyektivitas insan perfilman (khususnya produser dan sutradara). Soal yang terakhir ini, subyektivitas, sudah rahasia umum bahwa film-film Hollywood yang bertema perang acap kali cuma menonjolkan pencitraan dan propaganda AS, untuk menunjukkan kesan bahwa Paman Sam itu pahlawan, baik, polisi dunia, selalu menang dan terhebat, sedangkan musuh-musuhnya itu buruk, jahat, teroris, dan pecundang.

Demi pencitraan dan propaganda inilah, sebuah karya sinema berlabel “based on true story” ala Hollywood tidak bisa lepas dari faktor kepentingan (interest),  dan demi kepentingan ini terkadang terlalu banyak bumbu dalam alur dan gaya cerita. Masih mending jika bumbu-bumbu itu logis, natural, kita mungkin masih bisa maklum. Tetapi, bagaimana jika aneh, berlebihan, dan bahkan bias? Tentu saja jadi menjijikkan.

Hemat saya, ada sebuah bias parah dalam salah satu adegan di film ini, yang secara tidak sadar akan menggiring penonton pada kesan bahwa ketaatan relijius berbanding lurus dengan radikalisme. Jika pesan ini tertangkap dengan baik di benak penonton, wow, berbahaya sekali! Sebab, ia akan melahirkan sebuah wawasan yang salah bahwa para penganut ideologi radial kebanyakan adalah Muslim taat. Persisnya, mereka adalah orang-orang yang saleh, ahli ibadah, selalu berusaha mendekat pada Allah.

Semakin saleh dan khusyuk, semakin radikal dan fundamentalislah mereka. Wawasan salah kaprah inilah yang memberi justifikasi pada polisi dan aparat, tidak hanya di AS, tetapi juga di banyak kawasan lain, untuk curiga, diskrimintif, dan akhirnya main tangkap pada para aktivis dan imam masjid, ustaz, ulama, dst, hanya karena secara lahiriah mereka menampilkan kepribadian yang saleh dan khusyuk. 

Saya sempat terhenyak dengan adegan ketika Chris, dari atas gedung tinggi nan jauh di Baghdad, melihat sebuah mobil sedan bewarna biru yang berjalan cepat ke arah pasukan Amerika. Chris sangat yakin bahwa mobil itu akan mencelakai kawan-kawannya. Pengemudinya pasti si teroris Irak yang membawa bom. Pasukan AS pun berpikiran sama, sehingga mereka menghujani mobil itu dengan peluru.

Tetapi, mobil itu tetap melaju ke arah tentara AS. Tanpa pikir panjang, Chris menembak sang pengemudi. Dor, dan benar saja, mobil berjalan terhuyung-huyung, memelan, dan tidak lama kemudian sang pengendara meledakkan bom di tangannya. Mobil meledak hebat, tetapi jaraknya dengan rombongan serdadu AS masih jauh.

Ada adegan detik-detik sesaat menjelang sang pengendara meledakkan dirinya. Tampak ia memegang tasbih, dan seakan-akan ia tengah berzikir khusyuk sebelum memartirkan dirinya. Jelas sekali, secara lahiriah setidaknya sang bomber itu adalah Muslim yang taat, yang khusyuk, yang ingin selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Cuma, yang ditangkap penonton, di balik kekhusyukan dan kesalehannya itu bersemayam  pula wawasan teologis yang dianutnya dengan khidmat, yakni teologi kematian.

Teologi ini sekurang-kurangnya mengajarkan bahwa mati itu lebih utama dari hidup, bahwa mereka yang tidak sejalan dengan keyakinan kita (kafir) itu pantas mati, dan bahwa kematian kita dalam memerangi orang kafir itu adalah kematian syahid. Orang mati syahid itu mulia dan berbalas surga, ada 70 bidadari yang siap menyambutnya di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun