Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Quiz 12-Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

26 November 2024   21:40 Diperbarui: 26 November 2024   21:40 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh: Seseorang yang sengaja membunuh orang lain karena dendam dan memang berniat menyebabkan kematian korban.

2. Recklessness

Pada kategori ini, pelaku sebenarnya sudah menyadari kemungkinan buruk yang bisa terjadi akibat tindakannya. Meskipun tahu risikonya, ia tetap melakukan perbuatan tersebut tanpa niat langsung untuk menyebabkan akibat buruk itu terjadi.

Contoh: Seorang pengemudi membawa kendaraan dengan kecepatan sangat tinggi di dalam kota. Ia kemudian menabrak pejalan kaki hingga korban terluka parah. Pengemudi tidak berniat mencelakai, tetapi tahu bahwa tindakannya bisa menyebabkan kecelakaan.

3. Negligence (Kelalaian)

Pada kategori ini, pelaku tidak menyadari atau memperkirakan akibat buruk dari tindakannya. Namun, dalam situasi tertentu, hukum menganggap pelaku seharusnya sudah bisa memperkirakan risiko tersebut dan bertindak lebih hati-hati.

Contoh: Seseorang menyalakan korek api di dekat pompa bensin, yang menyebabkan kebakaran besar. Meskipun pelaku tidak berniat atau menyadari risiko, ia dianggap lalai karena seharusnya tahu bahwa tindakan itu sangat berbahaya.

Dengan kata lain, klasifikasi ini menunjukkan perbedaan tingkat kesalahan mental pelaku, mulai dari tindakan yang sengaja dilakukan hingga tindakan yang terjadi karena kelalaian.

Pendekatan dualistis dalam hukum pidana membedakan antara mens rea sebagai elemen mental dengan actus reus sebagai elemen fisik dari tindak pidana. Prinsip ini berakar pada asas hukum "actus non facit reum nisi mens sit rea," yang berarti bahwa suatu perbuatan tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana jika tidak ada niat jahat yang menyertainya.

Menurut Wilson, tindak pidana tidak dapat terjadi tanpa adanya niat jahat atau guilty mind, sedangkan Kadish dan Paulsen menegaskan bahwa suatu tindakan tidak bisa disebut kejahatan tanpa kehendak buruk. Kedua pandangan ini menjelaskan bahwa mens rea adalah unsur penting yang menunjukkan adanya kehendak atau keinginan jahat dalam diri pelaku.

Doktrin hukum pidana mengharuskan adanya mens rea untuk mengklasifikasikan sebuah perbuatan sebagai tindak pidana. Dengan demikian, penjatuhan sanksi pidana tidak hanya didasarkan pada tindakan fisik yang melanggar hukum (actus reus), tetapi juga pada adanya pertanggungjawaban pidana yang mencakup kondisi mental pelaku saat perbuatan dilakukan. Dalam hal ini, mental state atau keadaan batin pelaku menjadi bagian penting dari unsur tindak pidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun