Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Quiz 12-Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

26 November 2024   21:40 Diperbarui: 26 November 2024   21:40 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pribadi
Gambar Pribadi

Gambar Pribadi
Gambar Pribadi

Gambar Pribadi
Gambar Pribadi

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

What

Konsep mens rea berasal dari akhir abad ke-20 dan dipengaruhi oleh dua sistem hukum utama, yaitu hukum Romawi dan hukum kanon. Mens rea adalah istilah yang mengacu pada keadaan mental atau niat yang menjadi dasar dari tindakan kriminal seseorang. Dalam hukum pidana, mens rea menggambarkan niat jahat atau kehendak buruk yang dimiliki pelaku saat melakukan tindak pidana. Dalam hukum pidana Inggris, mens rea atau niat jahat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan tingkat kesadaran dan kehendak pelaku terhadap akibat perbuatannya:

1. Intention atau Purposely

Pada kategori ini, pelaku sepenuhnya sadar akan tindakannya dan benar-benar menginginkan akibat tersebut terjadi. Dengan kata lain, pelaku bertindak dengan sengaja dan bertujuan untuk mewujudkan akibat tertentu.

Contoh: Seseorang yang sengaja membunuh orang lain karena dendam dan memang berniat menyebabkan kematian korban.

2. Recklessness

Pada kategori ini, pelaku sebenarnya sudah menyadari kemungkinan buruk yang bisa terjadi akibat tindakannya. Meskipun tahu risikonya, ia tetap melakukan perbuatan tersebut tanpa niat langsung untuk menyebabkan akibat buruk itu terjadi.

Contoh: Seorang pengemudi membawa kendaraan dengan kecepatan sangat tinggi di dalam kota. Ia kemudian menabrak pejalan kaki hingga korban terluka parah. Pengemudi tidak berniat mencelakai, tetapi tahu bahwa tindakannya bisa menyebabkan kecelakaan.

3. Negligence (Kelalaian)

Pada kategori ini, pelaku tidak menyadari atau memperkirakan akibat buruk dari tindakannya. Namun, dalam situasi tertentu, hukum menganggap pelaku seharusnya sudah bisa memperkirakan risiko tersebut dan bertindak lebih hati-hati.

Contoh: Seseorang menyalakan korek api di dekat pompa bensin, yang menyebabkan kebakaran besar. Meskipun pelaku tidak berniat atau menyadari risiko, ia dianggap lalai karena seharusnya tahu bahwa tindakan itu sangat berbahaya.

Dengan kata lain, klasifikasi ini menunjukkan perbedaan tingkat kesalahan mental pelaku, mulai dari tindakan yang sengaja dilakukan hingga tindakan yang terjadi karena kelalaian.

Pendekatan dualistis dalam hukum pidana membedakan antara mens rea sebagai elemen mental dengan actus reus sebagai elemen fisik dari tindak pidana. Prinsip ini berakar pada asas hukum "actus non facit reum nisi mens sit rea," yang berarti bahwa suatu perbuatan tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana jika tidak ada niat jahat yang menyertainya.

Menurut Wilson, tindak pidana tidak dapat terjadi tanpa adanya niat jahat atau guilty mind, sedangkan Kadish dan Paulsen menegaskan bahwa suatu tindakan tidak bisa disebut kejahatan tanpa kehendak buruk. Kedua pandangan ini menjelaskan bahwa mens rea adalah unsur penting yang menunjukkan adanya kehendak atau keinginan jahat dalam diri pelaku.

Doktrin hukum pidana mengharuskan adanya mens rea untuk mengklasifikasikan sebuah perbuatan sebagai tindak pidana. Dengan demikian, penjatuhan sanksi pidana tidak hanya didasarkan pada tindakan fisik yang melanggar hukum (actus reus), tetapi juga pada adanya pertanggungjawaban pidana yang mencakup kondisi mental pelaku saat perbuatan dilakukan. Dalam hal ini, mental state atau keadaan batin pelaku menjadi bagian penting dari unsur tindak pidana.

Actus reus terdiri dari act  atau commission and omission. Commission merujuk pada tindakan aktif seseorang yang melanggar ketentuan pidana. Dalam hal ini, pelaku secara sengaja atau sadar melakukan perbuatan yang secara hukum dilarang. Sedangkan, Omission adalah kegagalan untuk melaksanakan tindakan yang secara hukum diwajibkan oleh ketentuan pidana.

Jika suatu tindakan dilakukan tanpa adanya niat jahat, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Demikian pula, niat jahat saja tidak cukup untuk memidanakan seseorang tanpa adanya tindakan nyata yang memenuhi unsur-unsur dalam rumusan undang-undang. Oleh karena itu, untuk menjatuhkan hukuman pidana, harus terpenuhi dua elemen utama, yaitu mens rea dan actus reus, sebagai wujud keselarasan antara niat jahat dan tindakan yang melanggar hukum.

Why

Dalam sistem hukum pidana Indonesia, konsep niat atau mens rea memegang peranan penting untuk menentukan apakah seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana (Mallarangeng et al., 2023). Tanpa adanya unsur kesengajaan atau niat jahat, sulit bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah atas tindakannya.

Mens Rea penting dalam sebuah kasus tindak pidana karena beberapa alasan. Pertama, untuk menentukan kesalahan subjektif pelaku, yaitu apakah ada niat jahat atau kesengajaan dalam melakukan tindak pidana. Kedua, jika mens rea terbukti tidak ada, seperti dalam keadaan terpaksa atau ketidaksadaran, pengadilan dapat mempertimbangkan untuk memberikan hukuman yang lebih ringan. Ketiga, mens rea juga dapat meningkatkan tingkat pertanggungjawaban pidana, tergantung pada sejauh mana kesengajaan atau kejahatan yang terlibat. Namun, keputusan akhir tetap ditentukan oleh pengadilan dengan mempertimbangkan berbagai faktor lain yang relevan dalam kasus tersebut.

How

Dalam hukum pidana, mens rea dan actus reus adalah elemen penting dalam menentukan adanya tindak pidana. Mens Rea mengacu pada niat atau sikap batin jahat saat melakukan perbuatan tersebut. Ada beberapa mens rea dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Pertama, Andi Mallarangeng selaku Menpora pada saat iu memiliki niat untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan meminta fee sebesar 18% dari PT Adhi-Karya sebagai jaminan memenangkan tender proyek Hambalang.

Selanjutnya yang kedua adalah Anas Urbaningrum bermaksud mendapatkan dana sebesar Rp50 miliar dari PT DGI atau pihak lain sebagai imbalan untuk memenangkan proyek. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan politiknya, termasuk memenangkan kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Ketiga, Muhammad Nazaruddin memiliki niat untuk menguasai proyek melalui PT DGI dengan menyuap pejabat, termasuk Wafid Muharam, mantan sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga sebesar Rp20 miliar. Keempat, PT Adhi-Karya melalui Teuku Bagus yang memiliki keinginan untuk memenangkan tender bersedia membayar fee kepada berbagai pihak.

Actus Reus dalam kasus mega korupsi tersebut meliputi penyuapan, manipulasi anggaran, pengaturan tender, penggunaan dana ilegal. Penyuapan dilakukan oleh Nazaruddin melalui PT DGI kepada Wafid Muharam sebesar Rp20 miliar untuk memenangkan tender proyek Hambalang. Penyuapan juga dilakukan oleh PT Adhi-Karya dalam membayar fee kepada Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng dan pihak terkait sebagai bagian dari kesepakatan memenangkan tender.

Ada pula manipulasi anggaran yang dilakukan bendahara umum PDIP sekaligus Pimpinan Badan Anggaran DPR RI saat itu, Olly Dondokambey. Ia menerima suap sebesar US$1 juta untuk menaikkan anggaran proyek dari Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun. Lalu, adanya pengaturan tender yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum dalam mengatur agar PT Adhi-Karya menang dalam tender proyek, menggantikan PT DGI.

Penggunaan dana ilegal untuk kepentingan politik dan pembagian suap juga terjadi dalam kasus korupsi tersebut. Setelah memenangkan proyek, PT Adhi Karya melakukan pembagian dana suap sebesar Rp100 miliar ke berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI, Kemenpora, dan Anas Urbaningrum. Dana tersebut digunakan oleh Anas untuk kampanye politik dalam Kongres Partai Demokrat. Dalam proses penyelidikan, ditemukan bahwa istri Anas Urbaningrum, Athiyyah Laila, memiliki peran sebagai salah satu pemegang saham sekaligus komisaris di PT DCL. Perusahaan ini memperoleh kontrak pekerjaan mekanikal dan elektrikal senilai Rp324 miliar.

Mens Rea dalam kasus ini terlihat dari niat berbagai pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan politik melalui manipulasi proyek Hambalang. Actus Reus terlihat dari perbuatan melawan hukum, seperti suap, manipulasi anggaran, pengaturan tender, dan penggunaan dana ilegal untuk kepentingan pribadi. Kombinasi dari niat jahat (mens rea) dan perbuatan melawan hukum (actus reus) ini menjadi dasar penetapan para tersangka oleh KPK. Lalu, berikut beberapa caranya mencegah korupsi:

1.Memegang nilai iman dan taqwa

Seseorang yang berpegang pada nilai iman dan taqwa akan menjalankan ajaran agama dengan sepenuh hati, termasuk menjauhkan diri dari perilaku korupsi. Nilai-nilai ini mendorong individu untuk selalu berperilaku jujur dan amanah, serta menjaga integritas dalam setiap tindakan.

2.Integritas pribadi

Orang yang memiliki integritas tidak akan terpengaruh oleh godaan untuk melakukan korupsi. Integritas mengharuskan individu untuk selalu bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika, serta melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan penuh kesadaran, tanpa tergoda oleh kepentingan pribadi yang merugikan orang lain atau masyarakat.

3.Profesionalitas dan tanggung jawab

Dua nilai penting lainnya adalah profesionalitas dan tanggung jawab. Profesionalisme memastikan bahwa seseorang bekerja dengan kompetensi dan keahlian yang memadai, sementara rasa tanggung jawab akan mendorongnya untuk tidak menyalahgunakan posisi atau kewenangan yang dimiliki demi kepentingan pribadi.

Dalam konteks hukum pidana, mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan yang melanggar hukum) saling terkait erat dalam menganalisis tindak pidana, termasuk korupsi. Mens rea mencakup niat atau kesadaran batin seseorang untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dalam kasus korupsi, individu yang memiliki integritas dan rasa tanggung jawab tinggi, serta memegang nilai iman dan taqwa, cenderung tidak memiliki niat untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti memperkaya diri dengan cara yang salah. Nilai-nilai moral ini menghalangi seseorang untuk memiliki niat jahat dan berbuat curang.

Sementara itu, actus reus mengacu pada tindakan nyata yang melanggar hukum. Meskipun seseorang tidak memiliki niat jahat untuk berkorupsi, tindakan korupsi bisa terjadi jika ada peluang atau kesempatan yang memungkinkan untuk melakukan perbuatan tersebut tanpa adanya pengawasan yang memadai. Di sisi lain, meskipun peluang itu ada, tanpa mens rea (niat untuk berkorupsi), perbuatan tersebut tidak akan terwujud. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya korupsi, penting untuk mengurangi peluang dalam melakukan tindakan melanggar hukum dan menanamkan kesadaran akan pentingnya nilai integritas dan tanggung jawab. Kedua faktor ini, baik niat maupun kesempatan, harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Daftar Pustaka 

Joshua, Edo Bintang. 2021. Analisis Ketiadaan Niat (Mens Rea) Dalam Pemidanaan Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 844/PID.B/2019/PN.JKT.PST. Jurnal Hukum Adigama, 4 (2), 3931-3932.

Prasetyo, Ekky Aji., Sahuri Lasmadi., Erwin. 2024. Pertanggungjawaban Pidana Dan Penerapan Mens Rea Dalam Tindak Pidana Intersepsi Di Indonesia. Jurnal Hukum Responsif, 15 (2), 303-304.

Romandona, Rizki., Bukhari Yasin. 2024. Analisis Hukum Asas Mens Rea Dan Actus Reus Dalam Kasus Pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Studi Kasus Dalam Putusan Pn Jakarta Selatan No. 796/Pid.B/2022/Pn Jkt.Sel). Justitiable Universitas Bojonegoro, 6 (2), 6-7. 

Saputra, Rian Prayudi. 2020. Perbandingan Hukum Pidana Indonesia Dengan Inggris. Jurnal Pahlawan 3 (1), 53. 

Fitri Wahyuni. 2017. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. PT Nusantara Persada Utama, Tangerang Selatan.

Dachi, Mesakh Ananta. 2023. Lika Liku Kasus Hambalang yang Menyeret Anas Urbaningrum. https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/573081/lika-liku-kasus-hambalang-yang-menyeret-anas-urbaningrum
Diakses 26 Nov 2024

Kemenag RI. 2020. Cegah Korupsi, Menag Tegaskan Lima Nilai Dasar Kemenag. https://kemenag.go.id/nasional/cegah-korupsi-menag-tegaskan-lima-nilai-dasar-kemenag-62yoyk
Diakses pada 26 Nov 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun