Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

19 November 2024   20:57 Diperbarui: 20 November 2024   09:40 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ego berfungsi sebagai pengelola dan mediator antara id dan realitas, menggunakan prinsip kenyataan (reality principle). Namun, jika ego lemah atau tidak mampu mengendalikan dorongan impulsif dari id, individu cenderung menyerah pada godaan untuk melakukan korupsi, meskipun tahu bahwa tindakan tersebut salah secara moral atau ilegal. 

Faktor-faktor yang melemahkan ego dalam konteks fenomena kejahatan korupsi dapat berupa lemahnya penegakan hukum dan kurangnya risiko nyata terhadap tindakan korupsi, tdak adanya mekanisme kontrol yang efektif, seperti pengawasan internal atau eksternal dan lingkungan yang permisif terhadap korupsi, sehingga ego kesulitan menilai tindakan secara rasional.

3.Superego yang tidak efektif atau terdistorsi

Superego bertugas menjaga individu agar mematuhi norma moral dan aturan sosial. Dalam kasus korupsi, superego mungkin tidak berkembang dengan baik atau terdistorsi karena beberapa faktor. Pertama, internalisasi nilai yang salah. Ketika lingkungan sosial, keluarga, atau institusi justru menormalisasi korupsi sebagai cara untuk mencapai kesuksesan, superego individu gagal berfungsi sebagai pengendali moral. 

Lalu, tuntutan berlebihan dari superego. Dalam beberapa kasus, tekanan untuk memenuhi ekspektasi moral yang tinggi (seperti menjaga status sosial atau mendukung keluarga besar) dapat memicu individu untuk melakukan korupsi sebagai cara untuk memenuhi tuntutan tersebut. Selanjutnya, kurangnya pendidikan moral. Minimnya pembentukan nilai etika dan integritas sejak usia dini dapat membuat superego kurang efektif dalam membatasi perilaku menyimpang.

Jika superego terlalu dominan, seseorang akan merasa terus-menerus bersalah, yang tercermin dalam sikap moralistik, religius, dan merasa harus selalu hidup sesuai dengan norma-norma moral. Hal ini akan membuatnya merasa selalu berdosa. Sebaliknya, jika id yang dominan, seseorang akan menjadi sangat egois, narsistik, dan individualistis, hanya peduli dengan dirinya sendiri tanpa memperhatikan orang lain. 

Ketika id mengambil alih dan ego serta superego lemah, dorongan-dorongan biologis yang tidak terkendali akan membuat seseorang menjadi sangat mementingkan diri sendiri, memaksakan kehendaknya, dan bersikap sewenang-wenang. Dia hanya peduli untuk mendapatkan keuntungan pribadi, meskipun harus merugikan orang lain. Perilaku anti-sosial ini muncul karena kurangnya nilai-nilai moral dalam pemenuhan keinginan pribadi. 

Ego yang lemah akan kesulitan menghadapi dorongan-dorongan id dan tuntutan dari superego, sehingga cenderung memenuhi keinginan-keinginan tersebut tanpa mempertimbangkan dampaknya. Oleh karena itu, keseimbangan antara id, ego, dan superego sangat penting untuk mencegah perilaku korupsi dan menciptakan masyarakat yang lebih etis dan bertanggung jawab.

Freud mengidentifikasi lima tahap perkembangan kepribadian yang dilalui setiap individu, yaitu oral, anal, phallis, laten, dan genital.  

*Tahap oral 

Pada tahap oral, bayi berinteraksi terutama melalui mulut, di mana refleks mengisap memainkan peran yang sangat penting. Mulut menjadi penting untuk proses makan dan bayi merasakan kepuasan melalui stimulasi oral seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya bergantung pada pengasuh untuk pemberian makan, mereka juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui rangsangan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun