Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2-Kebatinan Mangkunegaran IV Pada Upaya Pencegahan Korupsi Dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

16 November 2024   22:10 Diperbarui: 17 November 2024   05:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara semantik, Serat Wedhatama terdiri dari tiga kata, yaitu serat yang berarti tulisan, wedha yang berarti pengetahuan atau ajaran dan tama yang berasal dari kata utama yang berarti baik, tinggi atau luhur. 

Dengan demikian, Serat Wedhatama dapat dipahami sebagai sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk mengajarkan keutamaan dan keluhuran hidup manusia. Meskipun Serat Wedhatama tidak dimaksudkan sebagai karya yang mengajarkan kepemimpinan Jawa secara eksplisit, karya ini memuat ajaran tentang pencapaian keutamaan dan keluhuran hidup umat manusia. 

Siswokartono juga menyebutkan bahwa Serat Wedhatama mengandung ajaran ngelmu luhung atau ilmu yang tinggi. Walaupun karya ini tidak secara langsung ditujukan untuk mengajarkan kepemimpinan, namun nilai-nilai yang terkandung dalamnya memberikan ajaran kepemimpinan yang mendalam (Wibawa, 2010).

Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra yang ringkas dan padat, disusun dalam bentuk sekar macapat dengan bahasa yang indah. Karya ini terutama berisi ajaran tentang budi pekerti dan pedoman perilaku yang baik bagi para priyayi dan keluarga istana. 

Serat Wedhatama banyak mengandung istilah dan konsep moral yang berasal dari ajaran tasawuf. Kitab ini menjadi penting bagi masyarakat, baik dalam bentuk kebutuhan dasar maupun sebagai respons terhadap perubahan sosial yang mempengaruhi nilai-nilai dan pola pikir masyarakat.

Gagasan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dalam menulis Serat Wedhatama dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik serta keadaan pribadi dan masyarakat pada saat itu. Krisis moral yang terjadi di masyarakat pada awal abad ke-19 mendorong para raja dan pujangga untuk menulis karya-karya yang memberikan petunjuk moral. 

Serat-serat ini bertujuan untuk menjaga nilai-nilai agama dan adat istiadat yang bisa menjadi pedoman dalam menghadapi krisis multidimensi. 

Keadaan moral yang memburuk telah mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat dan jika dibiarkan, bisa memperburuk situasi kerajaan Surakarta. Dalam kondisi dekadensi moral ini, Mangkunegara IV memberikan nasihat kepada anak-anak dan generasi muda, mendorong mereka untuk memperbaiki moral dengan mengikuti ajaran budaya Jawa dan Islam. Serat Wedhatama terdiri dari lima pupuh:

1.Pupuh pertama (Pangkur) yang berisi nasihat dasar tentang hidup dengan jiwa dan ilmu luhur.

2.Pupuh kedua (Sinom), terdiri dari 18 bait yang dimulai dari bait 15 hingga 32. Pupuh ini menjelaskan cara meningkatkan harkat hidup dengan mencapai tiga hal, yaitu hidup dengan luhur, mencari harta benda sebagai bekal hidup dan mencari kepandaian (ilmu pengetahuan).

Dalam hidup, manusia diajarkan untuk sering berkhalwat (menyendiri) dan selalu mengingat Sang Pencipta, serta mengurangi makan dan tidur. Hal ini berbeda dengan sikap anak muda yang hanya pamer ibadah untuk mengharapkan mukjizat atau promosi jabatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun