Mohon tunggu...
Sabrina Hana Anata
Sabrina Hana Anata Mohon Tunggu... Lainnya - Student

Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Cerpen: Sejauh Mata Memandang

22 November 2020   13:16 Diperbarui: 22 November 2020   13:27 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seluruh siswa berhamburan keluar kelas ketika bel pulang sekolah berbunyi, tak terkecuali Samuel dan Nathan yang merupakan sahabat kental sejak menginjak bangku sekolah menengah. Mereka kini tengah berdiri di depan gerbang sekolah sembari menunggu ketiga temannya yang lain. Teriknya matahari membuat Sam mengeluh kepanasan. "Than, teman-teman yang lain mana? Lama banget!"

"Sabar, mungkin sebentar lagi mereka datang--nah, itu dia mereka!" balas Nathan seraya menunjuk ketiga temannya yang lain.

Serenity, Zara, dan Maya, ketiga remaja perempuan itu adalah sosok yang ditunggu oleh Sam dan Nathan. Saat basis perempuan tiba, Sam langsung berceletuk, "Lama banget kalian, hampir saja aku menyublim karena kepanasan!"

Perempuan berkacamata bulat yang akrab disapa Zara pun menanggapi, "Jangan lebay, Sam! Cuma lima menit kok."

Teman-temannya yang lain tertawa, Sam dan Zara memang sering kali terlibat perdebatan kecil. Entah siapa yang memulai, keduanya pasti akan saling menyerang satu sama lain. Perdebatan mereka adalah tontonan sehari-hari bagi Nathan, Serenity, dan Maya.

Hari ini arus lalu lintas ramai seperti biasanya, jalan raya di kota metropolitan memang tak pernah sepi kendaraan. Asap dan debu dari kendaraan yang melintas membuat kelima remaja tersebut enggan untuk pulang melewati jalan raya, ditambah lagi dengan panasnya matahari yang hampir membuat Sam "menyublim" pun menjadi alasan pendukungnya. Dari pada berpanas-panasan dan terpapar debu di jalan raya, mereka memilih untuk pulang lewat jalan kecil yang ada di belakang sekolah.

Nathan memimpin jalan untuk pulang, keempat temannya mengekor di belakangnya. Jalan kecil ini sangat sepi, jarang sekali ada orang yang mau melewatinya karena konon katanya di jalan ini terdapat sebuah rumah berhantu. Di antara keempat temannya, Nathan adalah yang paling berani. Oleh karena itu, ia yang memimpin jalan jikalau mereka memilih untuk pulang melewati jalan kecil.

Sejauh mata memandang, rumah tua berpagar hitam itu memberikan kesan seram bagi siapa saja yang melewatinya, termasuk kelima remaja yang baru pulang sekolah itu. Mereka menunduk dan berlari secepat kilat tiap kali melewati rumah tersebut. Bukan tanpa alasan, mereka melakukannya karena menurut berita yang beredar, rumah hantu itu dihuni oleh seorang penyihir jahat yang siap menangkap orang yang berani mendekati rumahnya. Bahkan, seseorang pernah bersaksi bahwa ia melihat sosok penyihir jahat tersebut ketika melewati rumahnya.

Sumber: instagram.com/itsabandoned
Sumber: instagram.com/itsabandoned
Setelah melalui lima hari yang melelahkan di sekolah, sekumpulan remaja tersebut berkumpul di rumah Nathan. Di hari Sabtu yang cerah ini rencananya mereka akan melakukan maraton film bersama. Film yang mereka tonton pun tak tanggung-tanggung, hampir semua yang ditonton adalah film horor yang memicu adrenalin.

"Aku bosan menonton film," kata Serenity sembari menguap, "apa gak ada kegiatan lain selain menonton film?"

Maya ikut menganggukkan kepalanya. "Iya, aku juga bosan. Main monopoli, yuk? Than, kamu punya monopoli gak?"

Yang ditanya hanya menggeleng pelan. Nathan memang tidak menyukai permainan papan. Dibandingkan bermain permainan papan, ia lebih suka bermain melalui gawai miliknya. Zara mematikan televisi yang tengah memutar film "The Conjuring" dan lampu ruang tengah tanpa aba-aba, membuat teman-temannya berteriak karena terkejut.

"Zara!" teriak keempat temannya bersamaan. Bukan main, tindakan Zara tadi benar-benar membuat mereka kaget sekaligus kesal.

Sementara itu, Zara hanya memberikan sebuah cengiran yang menjengkelkan. Perempuan itu mendudukkan dirinya di atas karpet dan meminta teman-temannya untuk ikut duduk bersamanya. "Kalian bosan kan menonton film? Nah, aku punya ide! Mau main truth or dare, gak?"

Semua mengangguk dengan penuh semangat, kecuali Nathan. Laki-laki itu menggeleng, enggan mengikuti permainan tersebut.

"Nathan? Kenapa kamu gak mau ikut? Kan seru!" Serenity bertanya sembari menatap Nathan kebingungan.

"Aku malas bermain truth or dare," jawab Nathan acuh tak acuh. Ia berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas, mengambil cokelat batangan yang disimpannya sejak kemarin malam.

Sam tertawa dan meledeknya, "Than, jangan jadi pengecut. Ayo main!"

Teman-teman yang lain ikut mengompori, tetapi Nathan tetap menolaknya. Hingga akhirnya sang pemilik rumah pun pasrah dan setuju untuk ikut bermain dalam permainan tersebut. Sebuah botol soda yang sudah kosong dijadikan sebagai pemutar oleh mereka untuk menentukan giliran dalam bermain. Permainan berjalan dengan menyenangkan, dari permainan ini mereka dapat mengetahui rahasia atau pun kejujuran satu sama lain. Botol itu diputar oleh Maya dan tutup botolnya mengarah ke Sam, itu artinya kini adalah giliran Sam!

"Sam! Truth or dare?" tanya Zara antusias.

"Karena dari tadi aku pilih truth, sekarang aku mau pilih dare!" balas Sam dengan penuh percaya diri, "jadi, apa dare-nya?"

"Ayo pergi ke rumah hantu yang ada di jalan kecil dekat sekolah!" seru Zara yang berhasil membuat semua tercengang. Namun, beberapa detik kemudian Serenity dan Maya bertepuk tangan atas ide cemerlang Zara. Sementara itu, Sam merutuki kebodohannya karena memilih dare. Seharusnya ia memilih truth saja jikalau dare yang ia dapatkan seperti ini!

"Dare yang lain ada gak? Aku gak mau ke rumah itu." Sam bernegosiasi dengan teman-temannya.

Zara menyilangkan tangannya. "Gak ada! Ayo lah, tadi kamu sendiri yang bilang ke Nathan untuk jangan jadi pengecut. Sekarang kenapa malah kamu yang jadi pengecut, Sam?"

Helaan napas terdengar dari Sam, ia pun mengangguk lemah dan setuju dengan dare yang diberikan. Sayangnya, hari sudah sore dan sebentar lagi bulan akan segera menampakkan diri. Oleh karena itu, dare yang akan dijalani oleh Sam pun ditunda menjadi esok pagi di hari Minggu.

Sejak semalam Sam sudah memikirkan berbagai cara untuk kabur dari dare yang diberikan oleh teman-temannya, tetapi pagi ini rupanya Zara dan Maya sudah menjemputnya di depan indekos tempat Sam tinggal karena Sam adalah seorang anak rantau. Sam mengusap wajahnya kasar saat melihat Nathan dan Serenity yang juga ikut hadir untuk menjemputnya.

"Sialan, kenapa mereka semua bersemangat sekali sih?" gumam Sam seraya menuruni tangga indekos.

Saat Sam membuka pintu indekosnya, keempat temannya sudah menyambutnya dengan senyuman. Sam menarik napasnya dalam-dalam dan menutup pintu, kemudian mengikuti teman-temannya berjalan menuju rumah hantu.

"Kalian janjian ya untuk menjemputku di indekos?" tanya Sam dengan nada kesal.

"Zara yang meminta kami untuk datang ke kos-kosanmu pagi ini," kata Nathan, menanggapi pertanyaan Sam.

Tak ada respon dari Sam selain kata-kata umpatan yang digumamkannya. Jarak dari rumah Sam ke rumah hantu tidak begitu jauh, hanya memakan waktu lima belas menit dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, Zara sibuk meledek Sam, tetapi Sam memilih untuk tidak menghiraukannya.

Sumber: steemit.com
Sumber: steemit.com
Kini tibalah mereka di pinggir jalan kecil, tepat di hadapan mereka adalah rumah hantu yang akan dimasuki oleh Sam. Pekarangan rumah ini terlihat kumuh, bahkan banyak tanaman yang layu dan tak terurus. Sarang laba-laba yang ada di atas pintu pun menambah kesan horor. Sam menarik napas dan mengembuskannya sebelum akhirnya ia melangkah mendekati pintu rumah. Ia menoleh ke belakang, menatap satu-persatu temannya.

"Ketuk saja," titah Zara setengah berbisik.

Tangan Sam bergerak menyentuh pintu kayu yang sudah mulai rapuh, ia menelan ludahnya. Pintu tersebut bahkan terasa lembab, Sam benar-benar tak habis pikir dengan ide yang dicetuskan oleh Zara. Ia pun mengetuk pintu tersebut dengan ragu.

Pada ketukan pertama, tak ada tanggapan apa pun dari dalam rumah. Maya menyuruh Sam untuk kembali mengetuknya. Masih dengan keraguan dan ketakutan yang menyelimutinya, Sam kembali mengetuk pintu tersebut. Terdengar suara dari dalam rumah setelah ketukan kedua, sontak saja kelima anak itu pun terdiam. Keringat bercucuran di pelipis Sam, ia tak pernah merasa setakut ini!

Sam memundurkan tubuhnya dua langkah ke belakang setelah mendengar adanya suara dari dalam rumah. Zara yang menyadari hal itu pun mendorong Sam untuk mendekat dengan pintu dan menyuruhnya agar kembali mengetuk pintu. Namun, saat Sam hendak mengetuknya, pintu tersebut terbuka dan menampakkan seorang nenek tua yang sangat menyeramkan di mata mereka!

Mereka refleks berteriak dan berlari menjauhi rumah tersebut. Tanpa menengok ke belakang, mereka berlari sekuat tenaga hingga tiba di perempatan yang ada di dekat sekolah. Napas mereka berderu-deru karena berlari. Ternyata berita tentang penyihir jahat itu bukanlah sekadar berita burung! Penyihir jahat itu nyata dan rumah hantu tersebut memang benar adanya!

Maya mengedarkan pandangannya, ia merasa ada yang aneh. Entah apa yang salah, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tak beres terjadi. Nathan yang tidak mau mengambil risiko pun menyuruh teman-temannya untuk pulang. Akhirnya, mereka kembali ke rumahnya masing-masing.

Sebuah kebiasaan yang biasa Serenity lakukan sebelum tidur adalah mandi, perempuan itu sangat suka mandi di malam hari. Setelah melalui hari yang cukup menegangkan, berendam di air hangat adalah pilihan yang tepat untuk me-rileks-kan tubuh. Selesai membersihkan tubuhnya, Serenity membuka ponselnya dan mendapati banyak pesan masuk dari grup chat yang beranggotakan kelima remaja tersebut. Namun, ada yang mengganjal di pikirannya. Sejak kejadian di rumah hantu tadi Sam sama sekali tidak muncul di grup chat. Ini tidak biasanya terjadi karena Sam adalah anggota yang cukup aktif di dalam grup. Merasa ada yang mengganjal, Serenity pun memutuskan untuk menelepon Nathan.

"Halo, Nathan. Aku mau tanya, apakah kamu hari ini sempat berkomunikasi dengan Sam melalui ponsel?"

"Sam? Enggak sih, terakhir komunikasi dengan Sam ya tadi pagi, waktu kita menjalankan dare di rumah hantu. Kenapa?"

"Kamu sadar gak sih, sejak kita pergi ke rumah hantu tadi, Sam belum muncul di grup sama sekali. Padahal biasanya dia kan sering muncul."

Mendengar ucapan Serenity melalui telepon, Nathan menggigit jarinya. Benar, ia baru sadar kalau saat mereka berlari menjauhi rumah hantu tadi Sam tidak bersama dengan mereka. Kepanikan pun muncul, Nathan berkali-kali mencoba menelepon Sam, tetapi tidak ada satu pun panggilannya yang dijawab oleh Sam. Nathan mengirimkan pesan kepada salah satu teman indekos Sam dan menanyakan keberadaan Sam. Namun, sayangnya teman Sam tersebut memberikan penuturan bahwa kamar Sam kosong dan Sam sedang tidak berada di indekos.

Nathan segera mengabari ketiga temannya yang lain perihal Sam. Semua panik dan merasa bersalah, terutama Zara. Perempuan berkacamata bulat itu tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri karena memberikan dare tersebut kepada Sam. Keempat remaja itu pun kemudian berdiskusi melalui grup chat. Hasilnya, mereka akan kembali ke rumah hantu tersebut jikalau besok Sam tidak masuk sekolah.

Ketakutan yang tak mereka harapkan pun terjadi. Sam tidak masuk sekolah. Entah bagaimana ceritanya, berita tentang Sam yang hilang di rumah hantu menyebar dengan cepat di sekolah. Kemungkinan besar ada siswa yang menguping saat Nathan dan ketiga temannya tengah berdiskusi perihal Sam.

Gosip-gosip tentang hilangnya Sam membuat keempat remaja tersebut semakin kalut. Mereka tidak dapat fokus dalam mengikuti pelajaran karena memikirkan nasib Sam. Sesuai dengan hasil diskusi semalam, sepulang sekolah mereka akan kembali mendatangi rumah hantu.

"Siapa yang mau masuk duluan?" tanya Serenity sesampainya mereka di depan rumah tersebut.

"Aku saja." Nathan berjalan mendekati pintu tersebut dan mengetuknya. Tak ada respons apa pun dari dalam, Nathan kembali mengetuknya. Berkali-kali Nathan mengetuk pintu rumah hantu, tetapi tetap saja tidak ada tanggapan. Mereka akhirnya memutuskan untuk membuka pintu tersebut, ternyata pintunya tidak dikunci!

Sebagai sosok "pemimpin", Nathan menjadi orang pertama yang memasuki rumah tersebut, mereka mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh sang pemilik rumah. Keadaan rumah hantu benar-benar berantakan. Langit-langit rumah didominasi oleh sarang laba-laba, lemari yang terbuat dari kayu pun mulai lapuk. Mereka semakin yakin bahwa penghuni rumah ini adalah seorang penyihir jahat.

"Ah!" seru Zara. Atensi mereka tertuju pada Zara yang tidak sengaja menginjak sesuatu.

Baru saja Nathan hendak menyuruh Zara untuk lebih berhati-hati, tetapi keberadaan seorang nenek yang ada di samping Nathan membuat mereka membeku di tempat. Nenek itu berdiri tepat di samping Nathan, membuat remaja laki-laki itu memejamkan matanya.

"Selamat siang, ada apa anak-anak manis datang ke sini?" tanya nenek tersebut sembari tersenyum hangat.

Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menjawab, nenek itu pun kembali bertanya, "Ada apa kalian datang ke rumah saya?"

"K--kami mau mencari t--teman kami," jawab Zara terbata-bata.

"Teman kalian? Oh, Samuel?" Nenek itu menunjuk seorang remaja laki-laki yang tengah tertidur pulas di atas sofa.

Sorot mata mereka tertuju pada remaja tersebut, itu adalah Sam! Zara langsung berlari menghampirinya dan memastikan kondisi Sam. Sang nenek terkekeh, kemudian berkata, "Sepertinya teman kalian tidur nyenyak sekali. Mungkin kelelahan setelah membantu nenek merapikan rumah. Kemarin Sam datang ke rumah nenek dan ..."

Nenek itu menjelaskan tentang kedatangan Sam kemarin. Beliau juga bercerita tentang kehidupannya. Rupanya nenek tersebut tinggal sebatang kara karena suaminya telah meninggal bertahun-tahun yang lalu, sedangkan anaknya pergi entah ke mana. Kesehatan beliau sudah sangat menurun dan beliau tidak pernah pergi berobat karena tak punya uang. Jarak antar rumah di jalan ini cukup jauh sehingga tidak ada tetangga yang mengenalnya, ditambah lagi dengan kepribadian sang nenek yang cukup tertutup membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi.

Remaja-remaja tersebut terenyuh mendengar penuturan sang nenek. Mereka merasa bersalah karena telah berprasangka buruk terhadap beliau, bahkan menyebut nenek itu sebagai penyihir jahat. Maya memerhatikan pakaian yang dipakai oleh beliau, bajunya sudah sangat usang.

Di saat para remaja tengah terbawa suasana sebab menyimak penuturan sang nenek, Sam terbangun dari tidurnya. Ia terkejut ketika melihat teman-temannya ada di sini. "Kenapa kalian ada di sini?"

"Masih bertanya? Ya mencari kamu, lah!" balas Zara sungut. Dasar Sam tak tahu diri!

"Oh, begitu. Aku jadi terharu karena kalian mau mencariku," ucap Sam berguyon. Namun, teman-temannya tidak ada yang tertawa, mereka justru memasang wajah datar sebagai respons atas guyonannya.

"Maaf ya kalau aku membuat kalian khawatir. Kemarin aku membantu nenek untuk merapikan rumah sampai larut malam dan tertidur di sofa ini. Aku lupa memasang alarm, makanya aku gak masuk sekolah. Ini saja aku baru bangun tidur," sambung Sam sembari mengucek-ucek mata.

Melihat keadaan rumah yang tak terawat, Serenity berinisiatif untuk mengajak teman-temannya membantu nenek merapikan rumah. Mereka mengganti lampu-lampu yang ada di rumah tersebut supaya tidak remang-remang. Maya dan Zara pergi ke supermarket terdekat dan membeli beberapa makanan untuk mengisi kulkas nenek yang kosong. Selain itu, Nathan juga membuat posting-an di media sosial yang bertujuan untuk mencari tahu keberadaan anak sang nenek.

Sumber: Getty Images
Sumber: Getty Images
Sejak hari itu, kelima remaja tersebut berusaha mengklarifikasi kabar burung tentang rumah hantu. Mereka menjelaskan kepada orang-orang bahwa rumah tersebut dihuni oleh seorang nenek yang tinggal sebatang kara. Para tetangga pun mulai memedulikan sang nenek dan membantunya dengan memberikan berbagai bentuk bantuan.

Seiring berjalannya waktu, cerita tentang rumah hantu pun kian meredup. Tak ada lagi anak-anak yang berlarian saat melewati rumah milik nenek. Rumah tersebut akhirnya direnovasi setelah mendapatkan bantuan dana dari masyarakat di lingkungan sekitar. Rumah yang sejauh mata memandang semulanya terlihat menyeramkan kini tampak indah dipandang jika disandingkan dengan rumah-rumah lain.

Perkara truth or dare sore itu rupanya membawa perubahan besar bagi kehidupan orang lain. 

Sumber: Shutterstock
Sumber: Shutterstock

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun