Mohon tunggu...
Sabellah RamadhianiFitri
Sabellah RamadhianiFitri Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Saya adalah penulis yang masih belajar. Saya suka menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Dari Sabang Sudahkah Sampai Merauke?

15 Mei 2022   00:06 Diperbarui: 15 Mei 2022   00:25 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan Dari Sabang Sudahkah Sampai Merauke?


Sabellah Ramadhiani Fitri

Pontianak, Kalimantan Barat

 

Pendidikan adalah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-cita agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukan dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.

Pendapat di atas merupakan pemikiran yang disampaikan oleh Prof. DR. H. Mahmud Yunus. Beliau merupakan seorang Ulama bidang tafsir dan ahli pendidikan Islam Indonesia.

Dari makna pendidikan yang dijabarkan oleh Prof. DR. H. Mahmud Yunus tentang pendidikan, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk membangun suatu bangsa. Dengan begitu anak-anak negeri harus mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan wajib 12 tahun hingga memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Sehingga mampu bersaing dan menciptakan inovasi terbarukan untuk kelangsungan hidup bernegara dan membantu dalam memajukan SDM di Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang memiliki kepadatan penduduk ke-4 di dunia berdasarkan data worldometer. Berarti Indonesia bisa saja memiliki SDM yang berkualitas.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, murid di Indonesia sebanyak 24,33 juta orang pada tahun ajaran 2021/2022. Jumlah itu menurun 2,01% dari periode sebelumnya yang sebanyak 24,83 juta orang.

Pertanyaan-nya, mengapa jumlah pelajar di Indonesia berdasarkan data BPS mengalami penurunan? Apakah pendidikan di Indonesia sudah merata dari titik 0 tugu distrik Sota, Merauke hingga ke titik 0 tugu Saba, Nanggroe Aceh Darussalam?

Fakta dilapangan menjawab bahwa pendidikan di Indonesia belum merata dari Sabang sampai ke Merauke. Wabah Covid-19 menjadi salah satu factor penghambat pemerataan pendidikan dan juga menjadi penyebab turunnya persentase jumlah murid di Indonesia.

Akibat wabah Covid-19 yang juga mewabah di Indonesia, pemerintah mengambil kebijakan seluruh aktivitas belajar-mengajar dilakukan secara daring. Sebenarnya Indonesia belum dikatakan siap secara keseluruhan untuk melakukan praktek belajar secara daring. Karena aktivitas daring sangat bergantung pada kemajuan teknologi. Sementara fasilitas pendidikan di Indonesia saja belum tersebar merata dari Sabang sampai ke Merauke. Tidak semua sudut daerah Indonesia terjangkau olej internet dan tidak semua orangtua mampuh membelikan smartphone untuk anaknya.

Ketika wabah Covid-19 melanda Indonesia, keadaan sistem pendidikan begitu miris untuk dilihat. Contohnya dikutip dari laman News Detik.com (23/072020) Seorang siswa kelas VII SMPN 1 Rembang, Dimas Ibnu seorang diri belajar tatap muka di kelas karena hanya dia yang tidak memiliki smartphone. Tidak sedikit juga siswa yang mengambil keputusan bertolak belakang dengan Dimas yaitu memilih untuk berhenti sekolah karena tidak mampuh membeli kouta internet dan smartphone.

Sekolah daring sepertinya hanya menguntungkan untuk masyarakat golongan menengah ke atas. Semua mata dapat melihat bagaimana kemajuan pendidikan di kota besar Indonesia melalui televisi, Youtube dan jejaring social. Terlebih disaat virus Covid-19 melanda Indonesia. Sempat viral beberapa video pelajar di internet yang rindu dengan momen belajar tatap muka di sekolah. Beberapa pelajar pun membagikan rekaman video di internet yang menampilkan setiap sudut ruang belajar mereka di sekolah: ruang kelas yang ber-AC, perpustakaan dengan tempat duduk yang nyaman, Wifi geratis, lapangan olahraga yang bagus nan luas, laboratorium computer yang berisi computer terkini. Bahkan ada yang memamerkan bahwa di sekolah mereka sudah memiliki alat pendeteksi suhu yang dimasa itu tergolong mahal.

Tidak sedikit juga industry per-filman Indonesia menyorot sekolah golongan masyarakat ke atas dengan fasilitas yang lengkap ke dalam sinetron dan film. Memang benar tempat pendidikan yang sarana dan fasilitas-nya lengkap seperti di televisi yang sering kita lihat adalah impian semua orang. Namun tidak semua anak dapat merasakan ruang kelas yang ber-AC. Ada banyak siswa  yang gedung sekolahnya rusak, atapnya reyot bahkan tak memiliki atap. Tentu saja hal itu mengganggu konsentrasi ketika belajar. Jika cuaca sedang panas atau turun hujan, kegiatan belajar terpaksa dihentikan. Ketika wabah virus Covid-19 melanda dan fasilitas pendidikan yang tidak mendukung, beberapa sekolah di daerah terpaksa harus tutup sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona. Beberapa tenaga pendidikan tetap mengajar dengan cara mendatangi satu-persatu rumah anak didik. Semua perjuangan itu dilakukan agar anak bangsa yang berada di daerah terbelakang tidak tertinggal pendidikannya.

Selanjutnya, tidak semua orang tua dapat melihat anaknya pergi sekolah di jemput oleh bus yang khusus mengangkut anak sekolah. Karena jauh di daerah hingga pedalaman Indonesia masih ada orang tua dengan perasaan cemas mengantar anaknya ke gerbang pendidikan bagai mengantar anak kedalam pelukan malaikat maut. Sebab para calon penerus bangsa ini harus melewati jembatan gantung yang entah kapan akan runtuh dan menghanyutkan tubuh mungil mereka di air sungai yang mengalir deras.

Tidak sedikit juga calon penerus bangsa terpaksa berhenti sekolah karena factor ekonomi. Lebih miris lagi ternyata juga banyak calon penerus bangsa dari gender perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan sejak dini hingga usia siap kerja karena factor budaya setempat yang masih kolot.

Sekilas, permasalahan pendidikan di bagian desa, daerah kecil dan pelosok Indonesia ini mirip dengan film MARS (Mimpi Ananda Raih Semesta: 2016. Salah satu film layar lebar tanah air yang menyorot situasi pendidikan di salah satu daerah Indonesia). Tokoh utamanya adalah Sekar Palupi yang tinggal di kaki gunung Kidul bersama ke dua orangtuanya. Ibunya bernama Tupon.

Disaat lingkungan sekitarnya beropini bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena akan kembali ke dapur juga. Teman-teman sebaya Sekar juga tidak ada yang sekolah karena factor ekonomi dan budaya yang masih kuno. Namun berbeda dengan Tupon, tanpa kenal lelah dengan kasih sayangnya, dia membesarkan Sekar untuk terus sekolah dan rajin belajar. Meski berkali-kali dihina oleh tetangga dan ditertawakan karena setiap hari dia menyuruh Sekar untuk pergi sekolah, padahal Tupon sendiri tidak pernah sekolah, tidak pandai membaca dan menulis. Tetapi, Tupon tetap sabar dan terus mengantar Sekar pergi ke sekolah, mengantar sekar untuk belajar mengaji dengan menggunakan sepeda tua. Semua perjuangan yang Tupon lakukan adalah untuk masa depan anaknya, Sekar. Berkat kegigihan Tupon untuk mengantarkan anaknya ke gerbang pendidikan, Sekar berhasil sekolah hingga ke perguruan tinggi dan meraih gelar master dalam bidang astronomi di Oxford University, Inggris.

Sekar adalah salah satu contoh tokoh yang membuktikan meski dengan keterbatasan ekonomi dan hidup di lingkungan yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Namun, dia berhasil menjadi contoh untuk anak bangsa lain agar tetap gigih meraih pendidikan apapun rintangannya. Mungkin di luar sana ada banyak Sekar lain yang tak tersorot berita. Ada juga anak yang tidak dapat mengenal siapa itu Sekar sehingga mereka masih buta akan pendidikan.

Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia agar aspek pendidikan bisa merata dan dirasakan oleh seluruh anak bangsa dari kota besar hingga ke pelosok negeri. Upaya tersebut diantaranya yang pertama, pemerintah membuat kebijakan wajib belajar 12 tahun. Kedua, pemerintah memberi dana bantuan ke sekolah-sekolah negeri untuk siswa yang tidak mampuh atau biasa dikenal dengan dana BOS. Ketiga, pemerintah menugaskan dan menyebarkan tenaga pendidikan ke daerah-daerah. Keempat, Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi agar penyebaran pendaftaran peserta didik dapat menyebar tidak hanya focus di sekolah yang dilabeli favorit.

Ternyata upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah belum bisa mengatasi masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Masih sering tersorot media dan berita, bahwa tidak sedikit jumlah anak daerah yang tidak bisa merasakan bangku pendidikan. Anak-anak dari golongan menengah ke atas tentu saja tak perlu khawatir dengan masalah pendidikan. Mereka bisa lebih focus belajar. Tetapi berbeda dengan anak dari golongan menengah ke bawah. Ada beberapa factor yang menyebabkan masih banyak anak yang tidak bisa merasakan bangku pendidikan. Diantaranya sebagai berikut:

  • Faktor lingkungan dan budaya yang masih kuno
  • Faktor ekonomi dan tidak semua daerah menerima dana bantuan sekolah tepat waktu
  • Tempat menimba ilmu yang tidak layak pakai
  • Kekurangan tenaga pengajar
  • Akses menuju ke sekolah yang tidak aman
  • Akses informasi yang masih terbatas

Untuk meng-sukseskan gerakan pemerataan pendidikan dari Sabang sampai Merauke sebagai gerbang awal merdeka belajar, pertama-tama sebaiknya pemerintah tidak hanya memberikan dana bantuan untuk sekolah ke sekolah yang berada di daerah terpencil. Tetapi, juga memberikan dana dan menyediakan tenaga kerja untuk memperbaiki akses jalan, listrik, memberi dana agar sinyal dan jaringan internet bisa masuk ke Desa. Karena internet akan sangat dibutuhkan selama belajar daring. Jika seluruh desa di Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke sudah bisa mengakses internet, pemerataan pendidikan akan lebih mudah diwujudkan serta kemungkinan Indonesia bisa menjadi sentra pangsa pasar digital. Selanjutnya pemerintah juga harus memperhatikan pembangunan jembatan yang layak pakai dan aman untuk menuju gerbang pendidikan.

Jika akses jalan di seluruh daerah terpencil ini sudah baik, penerangan ada dimana-mana maka para orang tua juga merasa aman ketika mengantar anaknya pergi untuk menuntut ilmu. Bantuan dari pemerintah dan tenaga social juga akan mudah masuk dan tepat waktu. Para tenaga pengajar juga akan terbantu ketika harus menjalankan kewajibannya: datang ke sekolah dan mendidik calon penerus bangsa. Sementara listrik berguna untuk siswa yang akan mengerjakan PR di malam hari dan internet memberikan kemudahan untuk mengakses informasi serta pelajaran,

Kedua, pemerintah juga harus melakukan agenda kunjungan setiap tahun ke sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil. Pemerintah juga bisa mendata mana bangunan sekolah yang sudah tidak layak di pakai. Karena setiap siswa di sekolah berhak mendapatkan ruang belajar yang nyaman, buku-buku pelajaran yang lengkap, ruangan laboratorium, ruangan seni dan lapangan yang bagus untuk menuangkan kreativitas. Agar siswa yang tinggal di daerah ini tidak tertinggal dengan siswa yang bersekolah di kota.

Ketiga, sudah seharusnya pemerintah memberikan kesejahteraan kepada para guru. Sudah menjadi rahasia umum bahwa gaji guru honorer apalagi gaji guru yang mengajar di pedalaman sangat tidak manusiawi. Memang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, sudah saatnya kita memanusiakan guru, memberinya upah yang sesuai dengan pengabdiannya sebagai bentuk terima kasih kepada seorang guru yang telah menjadi orangtua ketika di sekolah. Dengan ilmu yang dibagikan oleh seorang guru sudah membuat banyak anak bangsa menjadi petani modern, menciptakan professor dan guru besar baru, melahirkan seorang dokter hingga membuat seorang menjadi presiden. Semua ilmu yang kita dapatkan hingga kita bisa menjadi orang sukses berkat ke ikhlasan seorang guru. Suatu bangsa tidak akan maju, jika guru sebagai pendidik anak bangsa belum sejahtera.

Jika para guru sudah sejahtera, pemerintah juga dapat menugaskan guru tidak hanya sebagai tenaga pendidik. Tapi, para guru juga bisa mengayomi, memberi penjelasan ke pada masyarakat di daerah tentang pentingnya pendidikan dan setiap anak berhak mendapatkan pendidikan demi masa depan yang cemerlang.

Selanjutnya jika internet juga sudah bisa diakses di seluruh daerah Indonesia tentu saja internet akan memudahkan kegiatan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan. Masyarakat bisa mencari informasi tambahan mengenai pendidikan melalui internet. Jika pemikiran masyarakat tentang pendidikan sudah terbuka, diharapkan dapat mematahkan stigma masyarakat terkhususnya stigma tentang wanita tak perlu sekolah, wanita sebaiknya menikah muda dan mengurus dapur. Jika masyarakat sudah di sosialisasi dan paham betapa pentingnya pendidikan bagi setiap orang mau itu untuk anak laki-laki atau anak perempuan didukung dengan bantuan dana, kemajuan teknologi, sarana dan prasarana dari pemerintah maka kemungkinan besar gerakan pemerataan pendidikan di Indonesia bisa terealisasikan. Karena setiap anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan. Pemerataan pendidikan sebagai gerbang awal merdeka belajar di Indonesia harus segera diwujudkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun