Para ulama klasik dan modern, telah berusaha mengidentifikasi ciri-ciri atau tanda-tanda alam ketika lailatul-qadr turun.
Ciri-cirinya disebutkan antara lain: udara sejuk. Intinya, alam akan ikut bersujud, sehingga tidak mungkin terjadi bencana alam - bagi orang yang mendapatkannya - di malam terjadinya lailatul-qadr.
" : " "
"Dari Al-Hasan yang berkata tentang malam lailatul qadr: adalah malam yang cerah, sejuk yang tak panas dan tidak dingin, pada pagi hari (esoknya), matahari terbit dengan lembut tanpa sinar terik."
Orang yang mendapatkan lailatul-qadr digambarkan akan merasakan kedamaian batin, puncak kebahagiaan yang utuh dan sempurna, puncak rasa syukur.
Dan yang terpenting, peraih dan penikmat Lailatul-qadr akan merasakan puncak penghambaan diri, dan itulah kenikmatan hidup yang tak mungkin digambarkan dengan kata dan kalimat dalam bahasa apapun. Yakni ketika jasmani dan segalanya menjadi nihil. Yang ada semata syukur dan tasbih atas ke-Mutlak-an Allah swt.
Ya Allah, ya Rabbi, jadikanlah kami sebagai salah satu di antara orang-orang yang Engkau perkenankan meraih karunia lailatul-qadr-Mu di bulan Ramadhan ini.
*-*-*
Lailatul qadr dan Keuntungan Materil
Sepanjang penelusuran melalui buku-buku klasik Islam yang membahas tentang lailatul qadr, saya tidak/belum menemukan satu pun hadits Nabi atau pernyataan sahabat Nabi atau penafsiran para ulama Islam, yang mengaitkan secara langsung antara lailatul qadr dengan keuntungan materil berupa rezki kekayaan.
Meskipun frasa "lebih baik dari seribu bulan" bisa saja dipahami dan dimaknai, misalnya, keuntungan yang bersifat materil.