*_*_*
Mendengar-membaca-mengamati wacana dan perilaku keseharian yang terfokus dan dikendalikan oleh pilihan logo (yang sebagian didesain norak dan miskin ide). Juga oleh pernak-pernik yang warna-warni (merah, hitam, putih, hijau, biru, kuning, jingga, marun, oranye), yang hampir semuanya terkesan mewakili kerakusan telanjang yang tak lagi menimbang rasa.
Kebencian diutarakan dengan logika pincang dan absurd (logical fallacy). Sambil terus menggoda dan merayu untuk menjinakkan lawan, karena didorong ketakutan yang tak jelas juntrungannya.
*_*_*
Tiap pagi, ya benar dan sungguh setiap pagi, merasa jengkel sambil menggerutu saat memelototi yang tergantung di hanger. Membayangkan agar di satu pagi, entah kapan, tak lagi menderita luka batin saat memandangi yang tergantung di hanger.
Hingga pagi ini, hanya bisa membatin: Jika tak mampu bertindak sesuai logika dan akal sehat, mbok yao, gunakan prinsip kepantasan saja.
*_*_*
Mengembara di belantara pilihan yang berisiko. Sesuatu yang tak enak dijalani, dan hampir pasti kelak tidak akan enak diceritakan. Kondisinya seperti menggenggam bara api.
Tiba-tiba teringat pada kalimat penutup sebuah artikel tentang managemen di website majalah The Economist (23 April 2023): "If enough people think you're a bad bos, then you are". Dan begitu juga sebaliknya.
Syarifuddin Abdullah | Selasa, 16 Mei 2023/ 26 Syawwal 1444H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H