Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sekitar 1.200 WNI Terjebak dalam Pertempuran di Kota Khartoum Sudan

17 April 2023   22:45 Diperbarui: 28 April 2023   16:42 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Sabtu 15 April 2023, hingga hari ini, kota Khartoum, ibukota Sudan berubah menjadi medan pertempuran antara dua kubu militer yang berseteru.

Berdasarkan pantauan terhadap liputan media-media global dan berbagai postingan di berbagai platform media sosial, selama tiga hari terakhir (Sabtu-Minggu-Senin, 15-16-17 April 2023), hampir semua jalan-jalan di kota Khartoum Sudan sepi pelintas: baik pejalan kaki atau pengendara.

Yang terlihat berseliweran hanya kendaraan taktis militer dan bahkan tank-tank. Banyak gedung-gedung mengepulkan asap akibat gempuran peluru ringan dan berat. Suara tembakan nyaris tak berhenti menyalak. Korban tewas mencapai lebih dari 100 orang, dan lebih dari 500 orang cedera.

Suasana menjadi semakin mengharu-biru, karena bentrokan bersenjata itu terjadi pada periode 10 hari terakhir Ramadhan 1444H. Umat Islam sedang berpuasa. Sementara sebagian besar (untuk tidak mengatakan) semua toko penjual kebutuhan pokok harian sudah pada tutup. Takut atau menghindari peluru nyasar.

Sekitar 1.200 WNI Terjebak

Berdasarkan informasi melalui komunikasi langsung dengan beberapa kalangan mahasiswa dan WNI di Khartoum, saat ini tercatat sekitar 1.200 (seribu dua ratus) WNI di Sudan, yang terdiri sekitar 800 (delapan ratus) mahasiswa dan sekitar 400 (empat ratus) pekerja.

Ada sumber lain yang menyebutkan, sebenarnya jumlah total WNI di Sudan sekitar 1.500 (seribu lima ratus). Sebab banyak WNI yang bekerja sebagai PRT yang tidak melaporkan diri ke KBRI Khartoum.

Mereka semuanya, khususnya di kota Khartoum, terjebak dalam suasana mencekam. Sebab pertempuran berlangsung di hampir semua titik strategis kota Khartoum.

Kebetulan saya pernah berkunjung ke kota Khartoum sebanyak tiga kali. Dan  berdasarkan pengamatan saya, kota Khartoum memang penuh dengan barak-barak, compound atau instalasi militer.

Bahkan Bandara Internasional Khartoum juga menjadi medan tempur. Dan beberapa pesawat penumpang sipil terlihat terbakar. Dan praktis, penerbangan sipil dari-ke Khartoum sudah dihentikan sejak Sabtu, 15 April 2023.

SAF versus RSF 

Konflik bersenjata di Khartoum saat ini sebenarnya sudah lama diprediksi akan meletus. Tinggal menunggu waktu saja. Karena memang agak aneh, di sebuah negara, ada dua kubu militer yang berseragam, pangkat panglima tertingginya sama (jenderal) dan masing-masing mengklaim legitimasi.

Pertempuran itu berlangsung antara Sudan Army Forces (SAF), tentara resmi Sudan pimpinan Jenderal Abdul Fattah Al-Burhani melawan pasukan RSF (Rapid Support Forces), milisi bersenjata dan berseragam pimpinan Jenderal Mohamed Hamdan Daglo.

Sebagai catatan RSF (Rapid Support Forces) adalah unit militer yang lebih mirip milisi, yang dibentuk oleh mantan Presiden Sudan Omar Al-Bashir pada 2013, untuk melindungi rezim dan pribadinya. Kemudian pada 2017, posisinya dilegitimasi sebagai militer resmi melalui undang-undang.

Namun pada 2019, pasukan SAF dan RSF bergabung untuk mengkudeta Omar Al-Bashir.

Selanjutnya, Jenderal Abdul Fattah Al-Burhani, sebagai panglima SAF juga menjabat sebagai Kepala Dewan Militer (Head of the Military Council). Sementara Jenderal Mohamed Hamdan Daglo menjabat sebagai Wakil Dewan Militer (Deputy Head of  the Military Council). Keduanya dipercaya memfasilitasi dan mengantar pembentukan Pemerintahan Sipil, yang hingga ini masih tertatih-tatih.

Namun keduanya sejak awal sudah bersaing. Bagi Jenderal Abdul Fattah Al-Burhani, panglima SAF, pasukan RSF pimpinan Daglo adalah kekuatan pemberontak.

Yang menjadi persoalan, secara relatif, kekuatan jumlah personil kedua kubu tersebut memang relatif berimbang. SAF disebut terdiri dari 100.000 pasukan aktif plus 100.000 pasukan cadangan.

Sementara RFS diklaim juga memiliki pasukan sekitar 100.000 prajurit (tanpa pasukan cadangan).

Dengan kata lain, untuk melakukan pertempuran kota, kedua kubu militer tersebut relatif berimbang.

Catatan:

Pertama, jika melihat perkembangan selama tiga hari pertempuran yang terkonsentrasi di kota Khartoum dan juga kota Merowe dan Ummu Darman, bisa disimpulkan sementara bahwa kecil kemungkinan pertempuran akan selesai dalam beberapa hari ke depan. Apalagi masing-masing panglima tertinggi dari SAF dan RFS sudah saling menegasikan.

Kedua, meskipun upaya mediasi sudah-sedang-akan terus dilakukan oleh Liga Arab, Uni Afrika, PBB, Uni Eropa, maupun negara-negara tetangga (Mesir dan Sudan Selatan), namun sulit membayangkan mediasi diplomasi akan mampu segera mengakhiri konflik tajam itu. Khususnya karena kedua kubu mengklaim legitimasi. Dan kita tahu, klaim legitimasi sering menjadi penyebab utama sebuah konflik berlarut-larut. Khususnya jika masing-masing kubu atau salah satu dari kubu mendapatkan dukungan asing.

Ketiga, masing-masing kubu sudah mengultimatum. Mohamed Hamdan Daglo panglima RFS melalui akun Twitter-nya menegaskan akan membawa Abdul Fattah Al-Burhani, panglima SAF ke meja pengadilan. Sementara kubu militer SAF menegaskan, pertempuran akan terus berlansung hingga milisi RFS berhasil dipreteli dan ditaklukkan.

Keempat, kemungkinan terburuk, berdasarkan pantauan terhadap dinamika dan eskalasi pertempuran selama tiga hari terakhir, terbuka kemungkinan Sudan menjadi seperti Libya, yang sejak 2012 hingga saat ini 2023, kekuatan militernya menjadi dua kubu, yaitu kubu Tripoli di Barat dan Kubu Bengazi di timur.

Kelima, mengacu pada empat catatan tersebut, Pemerintah RI cq Kemenlu dan K/L terkait lainnya, mungkin perlu segera mempersiapkan dan menyusun rencana upaya evakuasi sekitar 1.200 WNI yang kini berada di Sudan, terutama di Kota Khartoum. Sebelum situasinya menjadi semakin tak terkendali.

Syarifuddin Abdullah | 17 April 2023/ 26 Ramadhan 1444H 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun