Pertama, jika melihat perkembangan selama tiga hari pertempuran yang terkonsentrasi di kota Khartoum dan juga kota Merowe dan Ummu Darman, bisa disimpulkan sementara bahwa kecil kemungkinan pertempuran akan selesai dalam beberapa hari ke depan. Apalagi masing-masing panglima tertinggi dari SAF dan RFS sudah saling menegasikan.
Kedua, meskipun upaya mediasi sudah-sedang-akan terus dilakukan oleh Liga Arab, Uni Afrika, PBB, Uni Eropa, maupun negara-negara tetangga (Mesir dan Sudan Selatan), namun sulit membayangkan mediasi diplomasi akan mampu segera mengakhiri konflik tajam itu. Khususnya karena kedua kubu mengklaim legitimasi. Dan kita tahu, klaim legitimasi sering menjadi penyebab utama sebuah konflik berlarut-larut. Khususnya jika masing-masing kubu atau salah satu dari kubu mendapatkan dukungan asing.
Ketiga, masing-masing kubu sudah mengultimatum. Mohamed Hamdan Daglo panglima RFS melalui akun Twitter-nya menegaskan akan membawa Abdul Fattah Al-Burhani, panglima SAF ke meja pengadilan. Sementara kubu militer SAF menegaskan, pertempuran akan terus berlansung hingga milisi RFS berhasil dipreteli dan ditaklukkan.
Keempat, kemungkinan terburuk, berdasarkan pantauan terhadap dinamika dan eskalasi pertempuran selama tiga hari terakhir, terbuka kemungkinan Sudan menjadi seperti Libya, yang sejak 2012 hingga saat ini 2023, kekuatan militernya menjadi dua kubu, yaitu kubu Tripoli di Barat dan Kubu Bengazi di timur.
Kelima, mengacu pada empat catatan tersebut, Pemerintah RI cq Kemenlu dan K/L terkait lainnya, mungkin perlu segera mempersiapkan dan menyusun rencana upaya evakuasi sekitar 1.200 WNI yang kini berada di Sudan, terutama di Kota Khartoum. Sebelum situasinya menjadi semakin tak terkendali.
Syarifuddin Abdullah | 17 April 2023/ 26 Ramadhan 1444HÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H