Marka dan rambu jalan yang relatif sama
Salah satu ciri khas di wilayah regional yang sudah integrated, seperti Eropa, marka dan rambu jalannya relatif sama antara satu negara dengan negara lainnya.
Cuma, di Belanda misalnya, memang masih ada beberapa marka jalan yang tidak ada padanannya di Indonesia, khususnya marka di dekat persimpangan. Jika salah mengidentifikasi rambu jalan, dipastikan Anda akan salah belok.
Di lingkaran (roundabout) yang tak ada lampu merahnya, peraturan dasarnya, adalah semua kendaraan yang mau masuk ke dalam wilayah lingkaran harus mendahulukan kendaraan yang sedang berada di dalam lingkaran.
Menerobos lampu merah dan bahu jalan
Kecuali beberapa yang bandel, hampir semua supir di jalan-jalan di Eropa relatif sangat berdisiplin. Sangat jarang menemukan supir yang menerobos lampu merah atau melintas di bahu jalan.
Mungkin karena denda menerobos lampu merah cukup besar (250-an euro atau sekitar Rp4 juta). Boleh jadi memang, kedispilinan itu muncul karena takut kenda denda.
Dalam kondisi macet pun, misalnya akibat kecelakaan di ruas jalan tertentu, sangat jarang supir yang berani menerobos dan melintas di bahu jalan. Semua anteng mengantri. Dan nyaris tak ada berjalan zig-zag.
Sebagai catatan, jika dilakukan perbandingan untuk seluruh wilaah Eropa, Belanda adalah negara yang tingkat kedisiplinan pengendaranya sangat tinggi. Jika menyetir mobil di kota Paris Perancis atau Roma Italia, perlu ekstra hati-hati. Sesekali akan ketemu supir yang urakan. Tetapi urakannya tidak sampai seugal supir Metromini di Jakarta.
Menghargai pejalan kaki dan pesepeda
Secara umum, di semua negara Eropa, para supir menghargai pejalan kaki dan pesepeda. Artinya, di penyeberangan atau persimpangan yang tak ada lampu merahnya, pengendara mobil akan mendahulukan pejalan kaki dan pesepeda.