Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengalaman Setelah Pulih dari Covid-19

3 Januari 2021   16:59 Diperbarui: 4 Januari 2021   06:06 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun sejak dinyatakan positif covid pada 5 Des 2020, saya merasakan beberapa gejala berikut:

- Tidur tidak bisa pulas lama. Terbangun setiap dua atau tiga jam, karena mengalami sakit kepala berat disertai rongga mulut kering (kayak dehidrasi). Kondisi ini berlangsung selama lima hari pertama (5 hingga 9 Des 2020).

- Dari waktu ke waktu (tidak konstan) merasakan pegal yang cukup parah di bagian paha. Titik pegal itu sesekali pindah ke betis (gejala ini juga berlangsung selama 5 hari pertama).

- Entah kebetulan atau karena covid, saya sempat beberapa kali mengalami sakit gigi, justru pada gigi yang menurut dokter gigi, mestinya tidak sakit lagi, karena sarafnya sudah dimatikan.

- Sempat mengalami penurunan tingkat sensitivitas penciuman (tapi tidak sampai hilang). Jika diilustrasikan dalam skala 1 sampai 10, daya penciuman saya menurun sekitar 3 poin, hanya tersisa 7 (catatan: indera pengecap rasa manis-asam-pahit-asin-pedas, alhamdulillah tetap normal).

- Secara umum, selama satu minggu pertama itu, dalam setiap putaran 24 jam, saya merasakan stamina cukup bagus dari pukul 12.00 sampai sekitar pukul 22.00. Selebihnya agak drop.

Dan semua gejala tersebut relatif sudah berhenti pada Kamis, 11 Desember 2020. Dengan kata lain hanya berlangsung sekitar satu minggu pertama.

Sesak napas

Salah satu gejala yang benar-benar saya antisipasi selama masa karantina adalah kemungkinan sesak napas. Sebab berdasarkan banyak kasus, gejala serius covid-19 yang paling serius adalah mengalami kesulitan bernapas, yang bisa meningkat menjadi gagal napas, dan ujungnya adalah "lewat".

Alhamdulillah, selama masa karantina itu, saya tidak pernah mengalami kesulitan bernapas. Untuk ini, saya membeli Oximeter untuk mengukur kenormalan kadar oxygen di darah, juga alat yang disebut BoostOxygen (semacam tabung mini berisi oxygen). Tapi BoostOxygen itu tidak pernah digunakan.

Langkah antisipasi yang saya lakukan untuk mencegah sesak napas adalah rajin melakukan praktek istinsyaq (salah satu sunnat berwudhu), yakni menampung air di telapak tangan, lalu mengirup air itu ke hidung, sehingga terasa semacam ada hentakan sampai ke ubun-ubun. Tujuannya untuk membersihkan rongga/lubang hidung. Dan setiap kali selesai melakukan praktek istinsyaq, napas memang terasa lebih lega dan plong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun