Valetino: kali ini, aku ingin merayakan hari Valetine dengan sederhana dan santun. Teringat pada sebait puisi: "aku ingin merindumu dengan santun; # dengan kata yang tak mampu diucapkan muara # kepada hulu yang membuatnya tumpuan arus."
Vale: keliru dan salah. Karena cinta itu tak pernah sederhana dan takkan pernah bisa disederhanakan.
Valentino: kenapa bisa?
Vale: karena cinta adalah tumpukan beragam rasa yang saling kontradiktif: senang-gembira, suka-benci, setia-khianat, kangen-lupa. Cinta itu tak ada muka-belakangnya; tak juga punya samping kanan-kiri atau atas-bawah. Cinta adalah nyata yang tak berdimensi.
Valentino: terlalu filosofis. Tidak adakah ulasan yang sederhana?
Vale: menyederhanakan sesuatu yang kompleks alias ribet dan bikin mumet adalah menerima kompleksitasnya... Begitu seseorang coba mengurainya, maka seluruh bagian kompleksitasnya memang akan terurai, lalu masing-masing akan berdiri sendiri. Ujung-ujungnya malah tambah njilimet, bukan tambah sederhana.
Valentino: gimana dengan penjelasan yang agak-agak rasional, atau yang semi-rasional?
Vale: kesalahan pertama dan utama saat membahas cinta adalah bila mulai coba merasionalkannya. Maqam akal-pikiran lebih rendah daripada maqam cinta. Akal-pikiran takkan pernah mampu menerobos dan menembus maqam dan singgasana cinta.
Valentino: oke, oke. Gua tambah bingung, neh. Tapi ada nggak ulasan perbandingan agar mudah memahami dan memahamkan cinta?
Vale: cinta itu tak bisa dibanding-bandingkan. Tapi dalam bahasa Arab, kata untuk cinta adalah hubbun (terdiri dari tiga hurup: ha'-ba'-ba'), yang satu akar dengan kata habbun (juga terdiri dari tiga hurup: ha'-ba'-ba') yang berarti biji-bijian. Bedanya, kata hubb (cinta) adalah tunggal yang tak punya bentuk plural, kalau habb (biji-bijian) adalah bentuk tunggal yang punya bentuk pluralnya yaitu habub.
Cinta tak pernah bisa dipreteli menjadi seperti kepingan-kepingan puzzle, yang tiap saat bisa disusun ulang.
Valentino: berarti cinta itu tunggal dari segi asal kata bahasa Arabnya. Tapi kok ada judul cerpen: "Cinta yang Terbagi".
Vale: kan sudah kubilang, sejak awal, cinta itu kompleks dan ribet dan bikin mumet. Cinta adalah salah satu kosakata ciptaan manusia, yang maknanya malah semakin tidak jelas ketika dijelaskan, atau kata yang kalau diterangkan malah semakin kabur.
Valentino: kalau judul cerpen "Cinta yang Hilang"? Hehehehe
Vale: cinta itu sekali muncul takkan lagi pernah tenggelam, apalagi hilang. Redup mungkin iya. Menjadi tawar barangkali iya. Tapi kalau dibilang hilang, no way. Karena cinta tak pernah ketahuan awalnya, dan sesuatu yang tak ketahuan awalnya, juga tak ada akhirnya.
Valentino: mulai asyik, neh. Gua jadi kepikiran kisah Romeo dan Juliet, juga Laila Majnun atau kisah modern tentang cinta Habibie kepada Ainun.
Vale: kalimat "cinta habibie kepada ainun" kalau ditulis dalam bahasa Arab menjadi "hubbu habibi li ain", yang kalau diterjemahkan kembali ke bahasa Indonesia berarti: "cintanya cintaku kepada mata" Dan "mata", bagi Habibe, adalah istri tercintanya: ibu Ainun.
Tapi jangan salah, cinta tak punya mata. Cinta tak mengenal dikotomi buta-melek, meski ada pepatah klasik: "cinta itu buta". Cinta tidak mempersoalkan atau sudah melewati maqam orang-orang yang masih mempermasalahkan dikotomi buta-melek.
Valentine: tambah asyik, neh.
Vale: kata "asyik" itu berasal dari bahasa Arab yang berarti "yang merindu" atau "Sang Perindu".
Valentino: tapi kenapa ketika dipungut dan merasuk ke bahasa Melayu, kata asyik dimaknai sesuatu yang membuat riang dan nyaman dan nikmat.
Vale: bahasa Melayu memang sering memungut bahasa asing, lalu melakukan kontruksi makna yang kadang melenceng dari makna aslinya.
Tapi kalau diulas kira-kira begini: seperti halnya cinta, keadaan asyik (rindu) juga tak bisa disederhanakan. Rindu mengandung nikmat dan kepedihan pada saat yang bersamaan. Asyik (rindu) adalah keadaan jiwa yang terjadi ketika sang perindu kehilangan semua taji rasionalitasnya. Asyik (rindu) adalah wilayah rasa, bukan akal.
Valentino: cinta dan asyik berarti satu paket, dong?
Vale: yes.
Valentino: lantas kesimpulannya apa dong?
Vale: Salah satu misteri cinta adalah obrolan tentangnya tak pernah tuntas. Semakin dikaji semakin kabur. Membahas cinta berarti siap untuk tak berkesimpulan. Cinta itu dinikmati dengan rasa, bukan dengan akal.
Valentino: oke, baik. Bagaimana cerita cinta di kalangan para sufi?
Vale: tiap cinta adalah praktek sufi, dan tiap pencinta adalah sufi. Karena salah satu makna kosakata sufi adalah rasa yang halus dan lembut.
Para sufi memaknai cinta sebagai pengalaman personal, yang kenikmatan rasa atau auranya tak bisa dibagi atau di-share kepada orang lain, siapapun dia.
Bagi sufi, cinta adalah keadaan batin tanpa dimensi; Keadaan jiwa yang tak lagi mempersoalkan dikotomi antara jauh-dan-dekat. Suasana batin yang meleburkan dua obyek: perindu dan yang dirindukan, pencinta dan yang dicintai. Suasana jiwa yang tak lagi membedakan antara cair-dan-padat, nyata-dan-abstrak. Tak lagi memilah antara suara-dan-diam; bahkan tak lagi peduli  membedakan antara hidup-dan-mati.
Karena cinta adalah suasana batin dimana tak ada lagi tirai pemisah, tak lagi ada sekat antara yang mencintai dan yang dicintai.
Syarifuddin Abdullah | 14 Januari 2018 / 29 Jumadil-ula 1439H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H