Kedua, tidak/belum ada satu pun institusi keamanan dan intelijen Amerika yang memiliki informasi valid terkait aksi Sayfullo Saipov. Anda mungkin menyebutnya sebagai kegagalan intelijen Amerika. Tapi sesungguhnya bukan. Sebab aksi Sayfullo Saipov memang sulit bahkan mustahil terdeteksi bahkan oleh lembaga telik sandi paling canggih sekalipun.
Ketiga, sebagai negara adidaya, Amerika termasuk negara yang menerapkan dua konsep perbatasan negara: (1) perbatasan riil yang bersifat konvensional. Dalam hal ini, Amerika bahkan berniat membangun wall (dinding) tembok pembatas sepanjang perbatasannya dengan Mexico. (2) perbatasan yang boleh disebut perbatasan virtual. Di sini Amerika menerapkan sistem perbatasan di luar perbatasan konvensionalnya. Dan ukurannya adalah soal potensi keamanan. Konsep inilah melatarbelakangi pengiriman pasukan Amerika ke Irak dan Afghanistan. Sebab di kedua negara ini, Amerika meyakini adanya potensi ancaman terhadap kepentingan Amerika.
Kebijakan pre-emptive mantan Presiden George Walker Bush paska serangan 9/11 adalah manisfestasi atau upaya mengamankan perbatasan virtual tersebut. Pre-emptivemengasumsikan perlunya "menghabisi" setiap potensi ancaman sebelum benar-benar menjadi ancaman benaran. Itu pula yang melatarbelakangi kenapa Amerika menggenlontorkan banyak dana untuk mensukseskan agenda war on terror.
Keempat, aksi Sayfullo Saipov mempermalukan harga diri Amerika dan terutama pemerintahan Donald Trump. Sebab sebagian rakyat Amerika mungkin akan menyindir begini: jika tak mampu melindungi New York dari aksi teror, lalu untuk apa mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah, mengalahkan Al-Qaeda di Afghanistan, Somalia dan Yaman, dan menjadi penggerak War on Terror secara global.
Kelima, serangan Sayfullo Saipov kembali membuktikan efektivitas imbauan Abu Bakar Al-Baghdady agar para pendukung dan simaptisan ISIS melakukan aksi teror dengan menggunakan segala cara, di negaranya masing-masing.
Keenam, mendeteksi rencana aksi teror seperti yang dilakukan oleh Sayfullo Saipov cuma bisa dilakukan secara maksimal melalui proses praktek manual: humint (human intelijen). Di sini teknologi canggih dan kajian strategis nyaris tak berdaya, kecuali sebagai pendukung.
Syarifuddin Abdullah | 05 Nopember 2017 / 16 Shafar 1439H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H