[caption caption="sumber ilustrasi : kpkpos.com"][/caption]
Terpaan badai yang dialami jajaran pemprovsu (Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara) tak berhenti setelah Gubernur Sumatera Utara Non aktif, Gatot Pudjo Nugroho di tetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan KorupSi (KPK) dan telah ditahan di KPK, terpaan terbaru yang dialami jajaran Pemprovsu adalah soal alokasi dana-dana APBN yang turun dari pusat yang jumlah pembagiannya tidak merata ke seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara salah satunya adalah masalah alokasi BDB. Ribut-ribut soal dana pusat ini hangat diperbincangkan oleh banyak pejabat tinggi di Sumatera Utara mulai dari anggota DPRDSU (Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara) hingga pejabad kabupaten/Kota di Sumatera Utara dan para tokoh masyarakat, pemberitaan ini ramai diangkat di berbagai media di Sumatera Utara. Banyak dari para pejabat yang mempertanyakan mengapa besaran dana Bantuan Daerah Bawahan (BDB) tak merata di Sumatera Utara, bagaimana sebenarnya mekanisme pengalokasian dana tersebut dan bagaimana transparansinya. Beberapa anggota DPRD SU angkat bicara mengenai ketidak-merataan pembagian “kue” ini. anggota Komisi A Sutrisno Pangaribuan ST menganggap alasan ketidak-merataan pembagian BDB adalah karena pengaruh lobi dan besaran setoran daerah ke oknum-oknum mafia anggaran yang ada di jajaran Pemprovsu
“sudah menjadi rahasia umum daerah yang mendapat BDB diluar ketentuan pemerataan dan tingkat kemampuan keuangan daerah alokasinya tidak pas. Kalau bupati/walikota tidak pandai melobi dan membagi-bagi, pasti hasil BDB-nya sangat rendah”
ungkapnya seperti yang di lansir Sinar Indonesia Baru (SIB) kamis, 3 September 2015. Anggota DPRDSU yang lain yakni Drs ND Manalu juga ikut menanggapi soal ribut-ribut ketidak merataan pembagian “kue” BDB ini, beliau berpendapat tidak meratanya pembagian BDB ke berbagai daerah erat kaitannya dengan pemilihan umum Gubernur Sumatera Utara pada 2013 lalu. Pada waktu itu pemilu di Sumut dimenangkan oleh pasangan “ganteng” Gatot Pudjo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi, dimana daerah-daerah yang memiliki suara terbanyak kepada pasangan “ganteng” akan mendapatkan “hadiah” yakni dana bantuan yang mengalir ke daerah tersebut lebih besar.
Ribut-ribut mengundang banyak pihak untuk berkomentar ini adalah karena begitu jauhnya jumlah porsi anggarannya. Semisal alokasi BDB ke kabupaten Samosir hanya Rp3 miliar berbeda jauh dibanding kabupaten Asahan yang berjumlah Rp396 miliar. Hal ini tentulah menimbulkan kecemburuan dan kemarahan dari daerah yang mendapat porsi rendah. Beredar anggapan bahwa samosir kurang kuat dalam melobi pejabat di Pemprovsu sementara Asahan dapat Besar karena Rajin bermohon dan melobi pejabat di PemprovSu.
Menaanggapi Isu tersebut Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera HT Erry Nuradi mengkonfirmasi melalui wartawan yang menemuinya di lantai 9 kantor Gubsu Medan. Beliau mengatakan terkait besaran dana BDB mekanismenya ditentukan oleh Gubernur dan DPRDSU. “yang menentukan berapa besaran anggaran BDB itu di setiap kabupaten/kota, kalua di Provinsi itu adalah gubernur dan juga DPRD Provinsi” jadi beliau meneagaskan besaran BDB untuk ke kabupaten/Kota tidak hanya sepihak dilakukan oleh jajaran PemprovSu tetapi ditetapkan bersama DPRD Provinsi. Terkait ada tidaknya dugaan mafia anggaran di jajaran Pemprovsu, Plt gubsu ini hanya berkomentar dingin sembari mengakhiri pembicaraannya dengan wartawan “ saya tidak berani berkomentar tentang masalah itu (mafia anggaran-red) tapi kawan-kawan wartawan tahu juga kan kalua proses anggaran pemerintah itu ada juga di dewan” ungkapnya.
DISKRIMINASI
Berdasarkan data dari APBD Sumut tahun Anggaran 2013, pembagian dana BDB di 33 Kabupaten/kota di Sumut mengalami diskriminasi. Diketahui diantaranya kabupaten Mandailing Natal mendapat Porsi BDB yang cukup besar senilai Rp79,975 Miliar, Asahan mendapat Rp 396 miliar, sementara beberapa daerah yang mendapat alokasi BDB yang kecil diantaranya Kabupaten Samosir Rp 3,673 miliar, kabupaten Nias Barat hanya mendapat Rp1,321 Miliar, dan kabupaten Nias Rp2,986 Miliar. Tujuan pemberian dana bantuan daerah bawahan seyogianya adalah untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 13/2006 yang kemudian berubah mendjadi permendagri Nomor 2/2011. Seyogianya pembagian BDB ke daerah memperhatikan tingkat kemiskinan, jumlah penduduk dan jumlah wilayahnya bukan malah membagi secara diskriminasi.
JANGAN RIBUT-RIBUT “AYO KERJA”