Kampung kusta yang terdekat dari tempat tinggal saya ada di di Karangsari, Neglasari, Tangerang - Banten. Sejarah kenapa para penyintas berkumpul di daerah ini karena pembangunan rumah sakit khusus kusta yaitu Rumah Sakit Sitanala pada tahun 28 Juli 1951 oleh ibu wakil presiden kala itu ibu Rahmi Hatta.
Penamaan Sitanala diambil dari nama seorang dokter yang pertama kali berkecimpung dan berjasa dalam menangani penderita kusta di Indonesia, yaitu Dr. J.B. Sitanala.
Keberadaan kampung kusta di Tangerang ini, sedikit banyak membantu para penyintas yang terstigma oleh masyarakat umum. Di kampung ini solidaritas mereka sangat kuat, saling tolong menolong dan menguatkan satu sama lain.
Para penyintas yang merasa "terusir" di kampung halamannya, walau sudah sembuh, tapi memang terlihat dalam kondisi fisiknya, bisa menjadi warga "normal" di kampung kusta tanpa harus memikirkan padangan orang lain terhadap mereka.
Kondisi kampung kusta saat ini jauh lebih kondusif, diskriminasi hanya cerita masa lalu, OYPMK kini bisa hidup berdampingan dengan masyarakat non penderita. Mereka sudah tidak sungkan bergaul satu sama lain, dalam segala aspek kehidupan.
Tapi apakah selamanya harus seperti itu? OYPMK serasa di isolasi, tidak bisa berkembang seperti layaknya warga negara Indonesia yang mempunyai hak untuk hidup?
Tentunya tidak mudah dan butuh proses, saya pun kalau dihadapkan dengan penderita kusta yang kondisi fisiknya tidak selengkap orang normal tentu akan ada rasa canggung dan butuh waktu untuk menyesuaikan. Tapi itu bukan berarti kita menganggap mereka lebih rendah dari kita, karena sejatinya semua manusia diciptakan sama oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Data Kementerian Kesehatan RI per tanggal 24 Januari 2022, mencatat jumlah kasus kusta terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Pada 2021 lalu, tercatat sebanyak 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta.
Ditingkat dunia, Indonesia berada diposisi ketiga terbanyak jumlah kusta aktif di bawah India dan Brasil. Tentunya ini bukan sebuah prestasi yang membanggakan, melihat rantai penyebaran bisa diputus, kalau saja penderita bisa ditangani sejak dini, sebelum menyebarkan ke orang terdekat.
Informasi ini saya terima saat menghadiri sesi virtual Ruang Publik KBR (28 September 2022), bekerja sama dengan NLR Indonesia. Acara yang dimoderatori oleh Debora Tanya, mengundang narasumber dari Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) Sunarman Sukamto, Amd dan Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskiman dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas.
"OYPMK merupakan masalah multidimensi, bukan hanya masalah kesehatan tapi juga isu sosial, ekonomi dan lingkungan. Untuk itu pak Jokowi melakukan pendekatan dengan cara penanganan HAM untuk disabilitas khusus kusta" Ujar pak Sunarman Sukamto.