Somad tertegun melihat tayangan di televisi, hatinya bergetar sekaligus terenyuh tidak percaya melihat kenyataan yang dia lihat di siang bulan Ramadan tahun ini.
Ketimpangan terus terjadi, yang sudah terpuruk semakin berat untuk bangkit. Walau tidak sedikit yang sudah berhasil menaikkan taraf hidupnya. Tapi mereka seakan tidak mau peduli antar sesama.
Sejenak terdiam di kamarnya, mata Somad tiba-tiba terarah kesebuah kotak kaleng bekas biskuit di atas lemari bajunya
Tanpa pikir panjang, Somad mengambil kaleng berwarna dominan merah dengan aksen warna kuning dan orange itu.
Kalengnya sedikit berdebu, tapi cukup berat.
Somad tersenyum, isi kaleng yang berfungsi sebagai celengan dan belum sempat dia setorkan ke Bank sudah berisi cukup untuk membeli dan mempersiapkan logistik malam ini.
Ditambah total rekening, yang ada di Bank. Dia mantap menjalankan rencana yang ada dibenaknya.
Somad memang menyisihkan sebagian uang penghasilannya di kaleng itu, sebelum tiap akhir bulan menyetorkannya ke Bank.Â
Niat awal Somad menabung untuk membeli kamera digital, dan sudah berjalan hampir Sudah 1 tahun lebih, targetnya setelah lebaran Somad akan membeli kamera impiannya.
Tapi kini niat itu telah berubah cepat, saat dia melihat tayangan berita di TV siang tadi. Somad mantap niat berjihad.
Dia mengikhlaskan jerih payahnya satu tahun untuk sebuah hal yang dia anggap perjuangan.
Masalah pendanaan sudah terselesaikan, tapi masih ada hambatan yang perlu dicarikan jalan keluar. Salah satunya membentuk tim, karena tidak mungkin bergerak sendiri.
Somad, memperhatikan deretan list kontak di smartphonenya dan sesekali menuliskan nama di buku kecil untuk membentuk tim survei, tim logistik dan tim eksekusi
Beberapa kali menambahkan dan mencoret nama dikertas sampai akhirnya berhasil menemukan 5 sosok yang dianggapnya mempunyai visi yang sama.
Sekejap, Somad membuat group chat untuk mempermudah komunikasi.Â
Sebelum timbul pertanyaan dari teman-temannya, Somad menjelaskan panjang lebar tentang apa yang ingin dilakukannya malam ini dan mengijinkan teman-temannya untuk meninggalkan group jika tidak sepakat.
Dan ternyata semua setuju. Rahman, Bilal, Zahra, Arif dan Irfan bersedia membantu.
Rahman ditugaskan sebagai tim logistik karena mempunyai jaringan untuk ini.Â
Arif bersama Somad sebagai tim survei untuk mencari lokasi melakukan aksi, kemampuan Arif di bidang IT memudahkan Somad untuk memilih tempat yang tepat.
Sementara Rahman, Bilal dibantu oleh Zahra merupakan tim eksekusi yang bertugas dini hari nanti.
Irfan anak Jakarta yang hapal seluruh jalan ibukota, Zahra punya kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Setiap orang yang barui kenal akan cepat merasa dekat dengan gadis keturunan Banten ini.Â
Sementara Bilal mempunyai karakter pemimpin di lapangan, cepat beradaptasi jika menemukan masalah jadi pertimbangan Somad mendaulat mereka jadi tim eksekusi.
Selesai taraweh, 6 orang tersebut sudah berkumpul dan bersiap di rumah Bilal.
Mereka mempersiapkan dan membahas detil pelaksanaan untuk dini hari nanti.
Logistik sudah semuanya siap dan satu persatu di susun dengan rapi kedalam mobil low MPV sewaan.
Jam 23.00 persiapan sudah sempurna dan tim eksekusi siap berangkat.
"Allahumma sholli 'ala sayyidina muhammadÂ
wa asyghilidz dzolimin bidz dzoliminÂ
wa akhrijna min bainihim saliminÂ
wa 'ala alihi wa shohbihi ajma'in"
Lantunan shalawat asyghil dari smartphone Irfan sayup-sayup terdengar, suara berat kiyai sepuh NU yang bershalawat sungguh mengiris dingin malam.
Bilal sudah siap di belakang kemudi lengkap dengan peci putih, Irfan duduk di sampingnya dengan peci hitam dan sarung kotak-kotak warna hijau, sementara Zahra duduk tenang di bangku tengah.
Somad tersenyum melihat ketiga temannya sudah bersiap.
"Selamat bertugas teman-teman" Ujar Somad.
"Lo beneran gak ikut?". Bilal memastikan untuk terakhir kalinya.
"Nggak perlu, cukup kalian saja". Ucap Somad.
"Terima kasih sudah membantu, semoga Jihad kita kali ini bisa bermanfaat untuk semua" Lanjut Somad
Akhirnya tim eksekusi berangkat dengan membawa 150 logistik paket makan sahur untuk dibagikan dibeberapa panti sosial dan yatim piatu sekitaran Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Depok.
Tidak butuh lama, mobil low MPV berwarna silver itu hilang dari pandangan Somad yang masih berdiri di sisi jalan.
"Sahur di warung bokap yukk?" Tiba-tiba Rahman memecah keheningan.
"Waahh berarti malam ini kita bisa sahur nikmat pakai rendang dan paru kering mantaaapps. Terima kasih banyak Udo Rahman" Kelakar Arif.
"Yang Padang itu bapak gua. Gua lahir di RawaBelong, ibu gua orang betawi asli. Malu banget kalau gw di panggil Udo, tapi nggak ngerti bahasa Padang". Sungut Rahman.
Di sambut tawa Somad dan Arif dini hari di bulan Ramadan tahun ini.
Ini Jihadku,...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H