Harusnya yang dibuangkan cukup soto daging kuah santannya saja, mangkoknya nggak perlu, wong si mangkok nggak punya salah kok.
Lohh kok malah jadi bahas soto ya? Oke lanjut..
Majelis Lucu Indonesia malam itu berhasil menampilkan komedi cerdas, sarkas, menyentil, vulgar, sensitif dan ekspresif khas jaman milenial.
Mereka menciptakan ruang bermain sendiri untuk meluapkan kegelisahan-kegelisahan yang dialami, yang mereka sadar kalau diluapkan di ranah umum, belum tentu semua orang dapat menerima.
Aldes seorang komika yang tampil dalam balutan busana seorang pastur, secara cerdik membawa materi tentang keyakinannya. Dan semua pun terhibur, bahkan penonton yang memiliki keyakinan yang sama dengan Andes pun ikut terhibur.
Padahal, materi yang dibawakan Andes terbilang sensitif masuk kedalam genre Dark&Blues. Tohh, semua penonton sepakat ini hanya sebatas comedy diatas panggung tanpa maksud menjatuhkan atau menistakan siapapun.
Buktinya, setelah acara berlangsung kami bisa pulang dengan lebih fresh dan tersenyum bahkan lupa materi sensitif apa saja yang sudah dibawakan oleh para komika tadi.
Kalau ingin melihat standup komedi secara off air, saran saya kosongkan dulu gelas pikiran kita, lalu setelah menonton dan gelas pikiran kita sudah penuh, silahkan buang yang tidak perlu dari gelas pikiran kita. Kalau masih ada yang mau disimpan ya silahkan, kalau mau dibuang semua juga tidak apa. Jangan Baper!
Jika belum bisa melakukan hal diatas, lebih baik kamu nggak usah nonton standup komedi secara off air. Nonton di televisi nasional saja sudah cukup buat kamu.
Harga tiket yang  menurut saya agak mahal adalah salah satu cara Majelis Lucu Indonesia untuk menyaring penonton. Setidaknya mereka yang menyisihkan uang minimal 300rb untuk kelas terendah dan 500rb untuk kelas tertinggi sudah siap secara mental dan bisa menerima dengan pikiran terbuka materi yang disuguhkan 30 komika yang naik panggung malam itu.
Maju terus komika Indonesia, dan semoga makin memberi konstribusi positif bagi bangsa