Tiga orang berlari.  Disusul dua yang lain.  Ada apa? Kenapa  Adik di sini?  Seseorang bertanya sesampainya di tempat Latifa berdiri penuh kebingungan. Gadis itu tak menjawab.  Mulutnya tak kuasa bersuara.  Dia arahkan telunjuk kanannya ke arah tanah yang baru terinjak olehnya.  Dia lantas berucap pendek: itu!
Lima relawan itu mendekat gundukan tanah berlumpur. Dengan tangan mereka  menyingkirkan lumpur pada bagian atas. Seseorang terkejut, ia menyentuh tangan.  Ini mayat, katanya. Â
Para relawan itu bergerak makin cepat. Â Menyingkirkan lumpur lembek yang membelepoti jasad itu. Â Jasad seorang perempuan. Pakaiannya tak utuh lagi. Â Dengan air dalam kemasan, seseorang membersihkan wajah jasad korban. Entah kenapa ia punya maksud begitu. Â Ada tahi lalat terlihat dekat bibir. Â Dan wajah itu amat dikenal Latifa. Â Dan dia pun meronta dan berteriak sejadi-jadinya jadinya: ibu.....ibu....ibu......!
Tangis pun menggema ke langit. Â Tetes air mata deras tak terbendung. Duka yang menyayat Latifa. Â Seorang relawan mendekap anak itu. Â "Itukah ibumu, Dik?"
Latifa yang sesenggukan tak bisa menyahut. Â Diberikannya dompet yang tersimpan pada saku bajunya. Â Lelaki itu membuka. Dilihatlah foto dalam dompet. Â Dipandangi jasad itu. Â Ditunjukkan kepada rekannya foto itu. Â Semua meyakini, wajahnya sama.
***
S_pras, 16 Januari 2019
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti event cerpen RTC Duka Indonesiaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H