Hari itu Latifa seperti bisa melupakan peristiwa tragis pada beberapa malam yang lalu. Yang membuatnya terdampar di suatu tempat yang dia sendiri tak tahu entah di mana kini. Â Tempat yang asing. Â Dan dia diselamatkan oleh seorang pria saat separuh badan terkubur lumpur.
Gadis itu tetap berlari kecil. Â Seperti tak ada lelah. Â Sedang tenda pengungsi sudah jauh tak tampak mata. Â Mungkin dia pun lupa jalan untuk kembali.
Sementara itu, di tenda pengungsian beberapa orang mulai cemas. Â Gadis kecil itu tak tampak. Â Mereka yang satu tenda mencari.
"Apa ada yang melihat Latifa?"
"Latifa! Bukankah tadi ke sana."
"Ke mana?"
"Ya, tadi ke arah sana!"
Laki dan perempuan bersahutan memanggil: Latifa.... Latifa...!
Beberapa orang yang tengah di tenda keluar. Â Bersegera mengitari lingkungan pengungsian setelah diberitahu anak itu tak ada. Anak-anak sebayanya ditanya, barangkali tahu. Semua menggeleng.
"Kamu mau ke mana?" bertanya seorang pemuda ke rekannya yang tergesa-gesa pergi.
"Ke Posko!"
"Mau laporan?"
"Ya!"
Dan mulailah berita Latifa hilang menyebar. Â Petugas Posko pengungsian pun mulai berkordinasi dengan beberapa pihak untuk mencari anak itu.
Di kejauhan sana, kupu-kupu beriringan merendah dan hinggap pada gundukan tanah berlumpur. Mereka berderet rapi. Â Latifa tersenyum sambil menghentikan ayunan langkahnya. Â Nafasnya diatur pelan. Â Jemarinya mendekat. Â Sepasang sayap seekor kupu ingin dia pegang dengan jepitan ibu jari dan telunjuk tangan kanannya. Â Ia selangkah demi selangkah pelan mendekat. Â Ia tak ingin kupu-kupu itu buyar dan pergi lagi.
Dan dia terperanjat oleh injakkan kakinya. Â Dia teriak. Â Merasa ada yang aneh. Â Ada ketakutan pada wajahnya. Sesosok mayat ada dalam gundukan tanah itu. Â Ia menjerit keras.
Lengkingan suara gadis itu membangunkan kesadaran orang-orang dewasa.  Mereka terkesiap, ada gadis kecil berada puluhan meter dari mereka.  Sendirian pula.  Tak tahu dari  arah mana  dia datang.  Semua dibuat terbelalak.  Mereka para relawan yang tengah berjibaku mencari korban bencana.