Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pencuri yang Tak Sempat Mencuri

15 Januari 2019   15:54 Diperbarui: 15 Januari 2019   19:27 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencuri itu lantas minta izin keluar kamar barang sejenak.  Langkahnya melanglang ke beberapa ruang. Matanya menelisik pada tiap sudut lemari dan tempat lain.  Mencari kemungkinan barang apa yang bisa dibawa pulang.  Barang yang kecil tapi berharga.

"Kadirun, sini!"

Agaknya ada panggilan padanya.  Ia hampir lupa tadi sudah mengaku sebagai Kadirun.  Serta-merta ia kembali ke kamar itu.

"Kamu ambil pispot di kamar mandi. Saya kebelet kencing!"

Lelaki ini mengiyakan.  Segera pispot itu diambilnya.  Ia membuka pintu dan masuk kamar.  Jangan jauh-jauh dari sini, kata perempuan itu lagi. Nanti kamu mesti langsung buang air kencing ini dan cuci pispotnya.

Dia tak menyahut.  Keluar dan dari balik pintu kamar ia menanti sambil berdiri.   Matanya menyorot sekitar ruangan. Pencuri ini mulai menggerutu.  Lebih baik saya tinggal pergi saja, ucapnya, daripada jadi pembantu begini.

Dia masuk kamar setelah ada panggilan dari perempuan itu. Hidungnya menahan nafas.  Aroma pesing perempuan tua itu amat menyengat.  Dia hampir muntah
dan sekuat tenaga ditahannya mual dalam perutnya.  Dengan menjinjing pispot, dia keluar kamar setengah berlari menuju kamar mandi.  Pispot itu dilempar dan dibiarkan terjungkal memuntahkan isinya.  Di luar kamar mandi ia bernafas banyak-banyak.  "Sialan!"

Jikalau mau, dia bisa langsung minggat saja dari rumah itu.  Tapi masih belum tega kelihatannya.  

Pencuri itu masuk lagi ke kamar.  Perempuan tua itu memintanya memijit-mijit tubuhnya.  Dari kaki hingga punggung.  "Dipijiti orang lain itu lebih enak, Kadirun."

Lelaki ia mengiyakan saja.  Kepalanya manggut-manggut.  Hatinya ngedumel.  "Sontoloyo, tengah malam begini jadi tukang pijit."

Ia memijit sekenanya, ia hanya menyandarkan rasanya saat dipijit istrinya. Ia tak menekan keras-keras pada tubuh perempuan itu. Tangan lelakinya kasar dan berotot.  Selembut kemampuannya dia memijit perempuan tua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun