Dalam keranda, sesosok lelaki terbujur di bawa ke kuburan untuk dimakamkan. Enam orang memikulnya sepanjang jalan kampung sejauh lebih satu kilometer.
“Aduh, capek!”
“Pegel…!”
“Gantian dong…!”
Para pemanggul bersuara. Mengeluh.
Kemudian dari dalam keranda ikut bersuara pula. “Kelihatannya di depan sana ada penjual Es dawet. Kita berhenti dulu. Kalian minum-minum sajalah sejenak !”
Para pengiring tertinggal agak jauh. Agaknya para pemanggul jenazah bergerak amat cepat.
Di depan gerobak dorong, keenam orang itu leluasa minum segelas es dawet. Kini, mereka tampak segar kembali. Sesudahnya, keranda diangkat dan jenazah lelaki itu dibawa lagi bersama-sama.
Pada hari ketujuh setelah pemakaman, keluarganya mendatangi kuburan lelaki itu. Tiga orang adiknya menyiram air kembang. Lantas, berdoa di sisi gundukan tanah.
Kemudia mereka bersuara kepada penghuni kubur itu.
“Kemarin, penjual es dawet datang ke rumah. Dia minta uang. Katanya, kamu mentraktir orang-orang waktu membawamu ke sini. Tapi kamu belum membayar,” kata adik pertama.