“Genting-genting rumah saya sudah menjadi arena gobag sodor!” kata Pak Sumeri malam itu.
Hadirin tertawa mendengar ucapan gobag sodor: permainan anak-anak tempo dulu yang sekarang terlupakan.
Pertemuan RT terasa hidup. Pak JK ikut tertawa, tapi hatinya kecut. Asap rokoknya dihembuskan tinggi-tinggi seperti hendak menembus langit-langit ruang pertemuan. “Kadal bunting!” batinnya.
Berkali-kali, saya harus panjat genting, Pak JK, lelaki itu melanjutkan aduannya. Saya sudah tua, hampir pensiun. Sudah harus hati-hati menaiki atap. Asal tahu saja, Bapak-bapak. Aslinya saya ini hyperphobia, takut ketinggian. Tapi terpaksa, daripada kebocoran terus, saya nekad naik genting. “Kan nggak mungkin, istri saya yang mbenerin genting mlorot. Apa kata warga RT? Mosok ada perempuan pakai daster naik atap rumah!”
Warga yang ada dalam pertemuan itu tertawa lagi. Ha ha ha ha…., bersamaan.
“Baguslah. Itu kan emansipasi!” kata Pak JK, tapi hanya di dalam hati sambil menjentikkan rokoknya.
“Jadi, Pak JK. Penderitaan keluarga kami sudah teramat sering. Hanya karena kami menjaga pertetanggaan, maka kami, khususnya saya masih mau bertoleransi. Tapi…. Maaf saja. Mumpung ini waktu yang tepat, saya harus katakan, saya sudah tidak mau dikerjai oleh kucing-kucing Pak JK lagi.”
Pak JK manggut-manggut, kemudian menarik dengan ibu jari dan telunjuk kirinya bersama-sama pada sekitar lubang hidungnya. Tiga kali.
“Harga diri saya jadi menurun, Pak JK. Mosok kucing-kucing bermain-main di atas kepala kami sekeluarga. Kami kan manusia, peradabannya lebih tinggi daripada kucing!”
Dengan sedikit menyeringai Pak JK membatin:”Sampean pada belum tahu, makanan kucing saya itu kavilar. Hmm, sampaean belum pernah makan to? Kok ngaku peradabannya lebih tinggi.”
Kucing kawin.
Persoalan kucing kawin tidak kalah peliknya dengan dua aduan yang telah dijembreng oleh dua orang tadi. Hampir semua warga yang hadir bersenada bahwa mereka terganggu dengan kelakuan kucing-kucing Pak JK saat birahi. Erangannya mengagetkan. Jika saja sebentar mungkin tidak jadi soal. Tapi karena lama dan seperti tak punya kendali, kuping-kuping warga RT seperti ditusuk duri pohon salak. Dan, itu kerap terjadi pada malah hari, saat mereka harus istirahat.