Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepiting di Punggung Suamiku

26 Februari 2016   08:49 Diperbarui: 27 Februari 2016   13:10 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pokoknya, aku tidak mau!"

Dan ia tidak memberikan penjelasan keberatannya.  Aku enggan memaksanya berterus terang.  Untuk sementara biarkanlah dulu.

***
Aku mulai penasaran dengan ajian Yuyu Kangkang. Apakah ada hubungannya dengan kejadian-kejadian di kamar.  Melalui serangkaian pencaritahuan pada beberapa orang yang mengerti dunia ajian semacam itu, akhirnya aku tahu. Bahwasannya ajian  yang melekat pada diri suamiku memang bisa mengganggu pasangan hidupnya.  Tapi bisa dihilangkan. 

Ki Mripatpapat, lelaki tua yang kesehariannya berikat kepala kain motif batik, berbaju dan bercelana hitam komprang memberitahuku tentang hal itu. Atas bantuan Paman, aku diantarkan ke rumahnya di sebuah pelosok desa pada suatu waktu, yang untuk menuju rumahnya harus berjalan kaki di atas jalan setapak mendaki. Untuk keperluan ini, aku sudah minta izin ke suami: Aku mau menengok paman.

Panjang lebar ia bercerita tentang kisah Yuyu Kangkang. Kemudian memaparkan kekuatan dan kelemahan ajian itu. Dan, yang aku harapkan kesampaian juga. Ia berkata, tentang bagaimana mengeluaran si Yuyu kangkang itu.

“Berarti hanya aku sendiri yang bisa melakukannya, Ki?” Aku ingin mendapat kepastian, maka bertanya.

“Ya, Cuma kamu, Nak Ayu!”

***
Udara panas malam hari membuat suamiku gerah. Ia melukar kaos yang sedari sore dikenakan dan tidur dengan setengah telanjang. Sampai pada menjelang tengah malam, ia membalikkan tubuhnya. Ia tengkurap. Aku yang sedari tadi mulai terjaga melihat itu. “Inilah waktunya.”

Mengikuti petunjuk Ki Mripatpapat, aku menyiapkan wadah plastik. Berukuran kecil dan berpenutup. Satu menit aku mencoba menatap gambar itu. Penasaran, benarkah kepiting itu bisa keluar dari tubuh suamiku.

Dengan hati-hati, aku mengolesi bidang  bergambar itu dengan minyak klentik. Itu juga petunjuk dari Ki Mripatpapat. “Supaya cepat keluar, dan suamimu tidak bangun.” Satu mantra aku baca. Bibirku mengucap pelan, komat-kamit.  Amat pelan: Tang golentang kakang yuyu metu kandang. Berulang-ulang.

Dalam temaram lampu tidur, aku terbelalak. Kulit bergambar itu membusung menyerupai segunduk biji salak. Kemudian bergerak-gerak memperlihatkan cangkang hijau kehitaman. Selangkah berikutnya, muncul lima pasang kaki. Satu pasang lebih besar dan berbentuk capit. Wow, aku benar-benar terpana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun