"Sontoloyo!"
Aku tak ambil pusing. Kutinggalkan saja suamiku dengan pecahan HP-nya yang berserakan di lantai. Sedikit pun tak ada rasa takut dengan tindakan yang dipertontonkannya. Aku sudah memperhitungkan risiko terburuk yang bakal terjadi dengan ulahku. Yang akhirnya jadi pertanyaanku. Kalau memang tak punya rasa kepada gadis minimarket itu, kenapa reaksinya begitu?
Bukankah itu menunjukkan sebuah kebenaran?
Mestinya santai saja. Woles.... Bukankah itu yang diperagakan banyak pria pintar yang punya simpanan. Tempatnya dikejauhan. Minimal antar kota antar propinsi. Sulit diendus oleh orang-orang sekitarnya. Bukan yang di depan rumah.
Jadi kesimpulannya. Suamiku bukan orang pintar. Ia belum pengalaman. Masih coba-coba. Mungkin juga sedang khilaf.
Setidaknya, aku masih bersyukur sampai di sini. Masih ada yang bisa aku lakukan sedini mungkin. Minimal, akulah yang harus berubah. Barangkali saja itu berawal dari sisi diriku. Sikap dan perilakuku.
Sumber gambar: deloker.com
Bumi Cahyana, 5 agustus 2015
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H