Tapi, pada kesempatan lain aku berhasil. Mengigaunya lama. Lebih dari lima belas detik. Aku arahan sedekat mungkin BB yang ada di tanganku mendekati bibirnya yang tengah menari. Kejengkelanku mulai luntur, berganti rasa geli melakukan kekonyolan ini.
Biarlah suamiku melanjutkan dunianya, batinku. Aku coba putar rekaman itu di luar kamar. Puas. Hasilnya memuaskan. Aku pilih seketika itu menjadi nada sambung HP suamiku.
Pagi hari ia terkejut dengan suara yang keluar dari HP-nya. Keras. Karena volumenya aku maksimalkan.
Is......is..........is...... isna ......is.....isna....... is.......isnawati..........
Satu sambungan datang dari seorang temannya. Ia angkat dan bicara. Selang waktu berikutnya, nada sambung itu berbunyi lagi.
Is........is.........is........isna.......is........isnawati........
Terhitung sudah ada lima sambungan telepon. Suamiku terlihat gusar. Ia mulai utak-atik BB-nya hendak mengganti nada sambung yang aneh itu. Tetapi tetap saja tak bisa. Selalu saja, yang terdengar suara pria tengah menyebut nama kasir minimarket yang lagi ia gandrungi.
Suamiku memang gaptek. Walaupun memakai HP keluaran baru, tetap saja tidak bisa setting. Kemampuannya cuma menelepon, SMS dan buka lagu. Itu saja. Urusan yang lain selalu minta bantuan orang lain.
Bukannya bertanya ke aku, dia malah emosi. Sepertinya ia merasa dipermainkan oleh aku, istrinya. Ia banting BB yang ada di tangannya. Persis dekat kakiku yang tengah berdiri memegang segelas air minum.
"Prak!"
HP hitam itu langsung terkapar. Baterai dan tutupnya langsung terpental dan berhenti di kolong meja makan.