Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Gadis Minimarket

6 Agustus 2015   14:39 Diperbarui: 13 Mei 2018   18:38 5713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cuma sebungkus. Tapi ngobrol sama si Isna itu, kayak mau beli semua yang di etalase!"

"Kenapa pikirannya sampai ke situ? Cemburu ya?"

"Banget dong! Anak itu lebih cocok jadi keponakanmu. Bukan istri mudamu!"

"Sompret. Jauh sekali prasangkamu!"

Sengaja percakapan itu aku bawa ke ruang belakang. Biar tak mengundang kuping orang turut campur. Minimal, kalau nanti aku naik pitam dan menendang selangkangannya, lenguhannya tak terdengar sampai luar.

Bohong benar kalau dia tak punya rasa terhadap kasir itu. Aku tahu jadualnya. Kepala minimarket yang kasih tahu. Aku cocokan saja saat suamiku keluar rumah. Memang, tak jauh berbeda. Artinya, dia ingin bertemu Isna.  Ya, ini yang mungkin dimaksud punya pandangan baru. Titik. Itu kesimpulanku.

Pernah terlintas mengusulkan Isna agar pindah minimarket. Tapi aku pikir, itu kurang bijaksana. Isna malah yang jadi korban. Lebih jauh, ini melebarkan masalah, memelikkan suasana.

Sudah berulangkali pada tengah malam ia mengigau. Suaranya sok manja. Memanggil-manggil nama Isnawati. Sekali-sekali cuma "is". Adakalanya cuma "is-na". Tak jarang, lengkap: "is-na-wa-ti".

Ada penyesalan yang tak termaafkan. Mengajak suami belanja bareng malah jadi bumerang. Aku berpikir, aku tengah kualat. Tak pernah mau belanja bareng dia. Tapi aku juga tak mengira akan sejauh ini.

Genting dan memaksa. Aku ceritakan pada Santi, teman dekatku. Tanggapannya sederhana. Suamiku lagi puber kedua, mungkin, katanya. Tapi ia tidak tahu bagaimana mengahadapi masalahku ini. Dia cuma kasih nasihat singkat. "Jadi istri mesti menarik. Merak ati. Memikat hati" ujarnya.

Akhirnya aku mendapatkan akal. Igauan suamiku aku rekam ke dalam BB-nya. Setiap malam aku siapkan menu rekam suara pada HP itu. Berulangkali aku gagal melakukan aksi ini. Saat ditunggu-tunggu, ia tidak mengigau. Pas mengigau pun aku urung, aku jengkel dan tak kepikiran lagi merekam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun