Mohon tunggu...
Syahrial Hidayat
Syahrial Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Guru, praktisi public relations Tinggal di Cibubur, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidurnya Seorang Raja

26 Agustus 2024   11:13 Diperbarui: 26 Agustus 2024   11:21 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidurnya Seorang Raja

Waktu masih bocah, saya atau adik saya sesekali ikut bapak pulang kampung. Saat itu nenek kami masih ada, tinggal berdua ditemani seorang anak perempuannya, atau bibi kami, di rumah peninggalan kakek.

Ada satu pengalaman yang saya ingat betul. Ketika terbangun dari tidur, di kampung nenek yang belum ada listrik, saya merasakan hal yang sangat aneh. Suasana terasa hening, sepi. Ini sangat kontras dengan perasaan saya kalau baru bangun tidur di rumah orang tua kami di pinggiran kota, yang sudah hingar bingar sejak subuh karena banyaknya manusia.

Setelah mengenang pengalaman masa kecil yang muncul tiba-tiba tersebut, saya lalu iseng, coba membayangkan bagaimana perasaan seorang raja ketika ia terbangun dari tidurnya di pagi hari. Tempat tidurnya sudah pasti nyaman. Tapi apakah ia bisa tidur nyenyak seperti halnya yang kami rasakan saat masih bocah dulu?

Jadi raja itu kata orang enak. Saya tidak tahu enaknya seperti apa karena memang belum pernah jadi seorang raja. Yang bisa saya lakukan paling berimajinasi. Sambil mengingat-ingat dongeng masa kecil tentang kehidupan raja-raja di negeri antah berantah. Yang ditulis oleh H.C. Andersen di majalah Bobo. Gen-Z kemungkinan jarang atau bahkan belum pernah mendengar dongeng-dongeng tersebut, apalagi nama pengarangnya. Kalau Gen-K atau generasi kolot, insyaallah masih banyak yang ingat.

Kini saya tinggal di era modern. Negeri kami diperintah oleh seorang presiden. Tapi presiden kami konon katanya berpikir seperti seorang raja, tepatnya Raja Jawa. Saya tidak tahu persis apa yang dimaksud dengan Raja Jawa tersebut. Apakah seperti Sultan Hamengkubuwono X yang kini secara simbolik dianggap sebagai Raja di wilayah Daerah Istiwewa Yogyakarta. Atau seperti raja-raja Jawa yang lain, sebagaimana dinarasikan dalam buku-buku sejarah yang pernah saya baca waktu dulu sekolah di SMP.    

Sebagai rakyat jelata, saya hanya bisa mengamati. Kini hampir semua rakyat menyaksikan, Presiden atau raja negerinya akhir-akhir ini terlihat bingung. Banyak keputusan yang diambilnya jadi "blunder." Sepertinya suksesi kerajaan telah menyedot banyak energi sang raja. Dalam waktu relatif singkat, wajah Raja kami nampak telah berubah drastis. 

Wajah yang tadinya terlihat bersih, bersinar, dan penuh pesona, kini berubah menjadi kelam, muram, dan buram. Entah apa penyebabnya. Apakah karena dia khawatir karena rencana suksesi belum mulus? Atau karena ada rasa ketakutan karena rakyatnya menginginkan sang raja untuk diturunkan paksa dari tahtanya, sesegera mungkin.

Kalau sang raja tidak bisa tidur pulas, sebaliknya rakyat yang menginginkan sang raja turun nampaknya tetap bisa tidur nyenyak. Pekerjaan rutin hari-hari telah membuat mereka lelah secara fisik. Itu saja sudah cukup untuk membuat mereka tidur nyenyak. Apalagi kalau mereka sempat ikutan "demo", ke gedung dewan kerajaan, dipaksa berlarian kesana-kemari untuk menyelamatkan diri dari kejaran pamong kerajaan. Bertambah lelah fisiknya, bertambah nyenyak tidurnya.

Coaching untuk Sang Raja 

Karena lagi belajar tentang coaching, saya iseng bertanya dalam hati, Coaching jenis apa kira-kira yang dibutuhkan ketika seorang Raja menghadapi situasi krisis. Apakah Coaching kepemimpinan? Atau Coaching tentang "problem solving", "crisis management", dan berbagai istilah-istilah keren lainnya? Atau malah Coaching masalah spiritual?

Oke apapun sebutannya tidak masalah. Namanya juga lagi iseng, saya tidak ingin menulis terlalu serius. Saya hanya ingin bersenang-senang dengan menulis. Jadi saya bikin aja istilah sendiri: "Coach Imajiner" atau saya singkat CI. Sebagai seorang coach, si CI ini punya kemampuan untuk mengkondisikan "coachee" atau klien-nya menjadi seorang teman yang baik. Tidak menjadikan klien sebagai "inferior" ataupun "superior"nya.

Berikut ini dialog si Coach Imajiner (CI) dengan Sang Raja (SR):

CI: Hi pak, apa kabar?

SR: Baik. Kamu sendiri bagaimana? Sehat?

CI: Alhamdulillah sehat wal afiat pak.

SR: Syukurlah. Gimana rencana kita pagi ini? Saya denger kamu tuh wong sakti. Makanya tak panggil ke istana, hehehe.

CI: Hahaha, bapak bisa aja! Nggaklah pak. Saya tuh orang biasa. Niatnya Cuma ingin membantu orang.

SR: Saya denger kamu tuh ahli coaching. Opo toh maksute? Saya tahunya cuma Coach Shin Tae Yong, hehehe.

CI: Wow, keren dong pak. Jadi apa bayangan bapak tentang seorang coach itu?

SR: Pelatih, bener nggak?

CI: Betul sekali pak. Ada kemiripan memang antara Coach dan Pelatih itu. Sama-sama pengen menjadikan "coachee" atau kliennya itu maju, agar bisa berprestasi seoptimal mungkin.

SR: Oh begitu. Saya mau dilatih apa kira-kira?

CI: Hahaha...saya lihat pelatih bapak sudah banyak. Jago-jago semua. Saya sekarang mau menemani bapak ngobrol-ngobrol aja. Mungkin ada sesuatu yang bisa saya bantu.

SR: Oh begitu? Kebetulan banyak yang pengen saya obrolin. Pusing saya mikirinnya sendiri.

CI: Siyap! Insyaallah pak.

SR: Kamu tahu kan, negeri kita lagi tidak baik-baik saja!?

CI: Iya pak. Saya baca beritanya seperti itu.

SR: Kamu tahu penyebabnya?

CI: Tidak terlalu pak. Hanya sedikit lewat info di media.

SR: Kamu tahu, saya tuh cinta sama negeri ini. Saya ingin negeri ini maju, modern, dan makmur seperti halnya negara-negara lain di luar sana. Karena itu saya membangun banyak infrastruktur dimana-mana. Ada jalan tol, kereta cepat, dan macam-macam lainnya. Kamu tahu kan?

CI: Iya pak

SR: Dan di masa akhir pemerintahan saya, saya ingin membuat suatu peninggalan yang istimewa, fenomenal. Makanya saya buat IKN (Ibu Kota Nusantara) di Kalimantan sana.

CI: Wow...keren itu pak. Lalu permasalahannya dimana pak?

SR: Nah itu. Saya sendiri bingung. Kok pembangunan infrastruktur dipermasalahkan.

CI: Menurut orang yang mengkritik bapak, salahnya dimana?

SR: Dana pembangunannya menghabiskan terlalu banyak dana APBN. Belum prioritas untuk kondisi negara saat ini.

CI: Apalagi?

SR: Negara sekarang terlalu banyak hutang. Ini bakal membebani generasi selanjutnya

CI: Menurut bapak, kritikan itu bener nggak?

SR: Iya ada benernya juga sih. Tapi kan ini demi pembangunan. Kalau tidak berhutang ya keuangan negara tidak cukup untuk mendanai pembangunan tersebut.

CI: Bapak sudah jelaskan hal ini ke publik?

SR: Sudah. Kan ada banyak Menteri saya yang pinter-pinter.

CI: Terus kenapa public masih protes ke bapak?

SR: Saya dituduh haus kekuasaan. Pengen jadi Raja seumur hidup. Karena undang-undang melarang itu, saya sekarang dianggap merekayasa supaya anak dan menantu saya bisa menggantikan saya.

CI: Menurut bapak, tuduhan itu benar atau tidak?

SR: Iya nggaklah. Saya tidak merekayasa. Wong anak saya sendiri kok yang pengen. Katanya mau mengikuti jejak bapaknya. Masak orang mau mengikuti jejak bapaknya dilarang!

CI: Oh begitu. Saya baca di media katanya bapak sekarang agak ketakutan karena sebentar lagi akan turun tahta. Benar begitu pak?

SR: Iya sih mungkin ada perasaan sedikit khawatir. Manusiawi toh. Namanya juga orang mau pensiun.

CI: Kalau bapak tanya hati kecil, sebenarnya keinginan bapak apa?

SR: Saya pengen hidup tenang di masa pensiun saya.

CI: Caranya gimana menurut bapak?

SR: Saya mau memastikan tidak ada yang mengganggu kehidupan saya dan keluarga saya.

Tanpa terasa, dialog dari hati ke hati antara si Coach Imajiner dan Sang Raja yang berlangsung santai, sambil ngopi, nyusu, dan ngemil, sudah memakan waktu lebih dari 2 jam. Si Coach sudah diberi kode oleh sejumlah Menteri untuk segera mengakhiri sesi coaching. Si CI tahu diri dan mohon pamit meskipun sang Raja sebenarnya masih ingin mengobrol lebih lama. Si Coach faham, Sang Raja tentu masih banyak urusan. Sebelum pamit, sang Raja membisiki si Coach, "Nanti kita lanjutkan obrolan tadi ya. Belum tuntas ini." Si Coach balik berbisik, "Siap pak, terima kasih."

Kranggan, 26 Agustus 2024       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun