Mohon tunggu...
S Widjaja
S Widjaja Mohon Tunggu... lainnya -

Sharing ideas through writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hantu Perempuan di Kamar Tidur

18 Mei 2017   21:04 Diperbarui: 18 Mei 2017   21:09 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mbok cuma sendirian di sini?” tanya Sora. Matanya menatap sekeliling ruangan itu. Rumah kecil berdinding anyaman bambu ini cuma memiliki satu kamar tidur – ruangan tempat Sora berdiri saat ini.

Di hadapannya tampak sebuah tempat tidur dari kayu yang dibuat seadanya. Mirip dipan. Hanya ada selembar kasur tipis di atasnya.

“Iya, Nak,” jawab Saripah yang dipanggil si Mbok itu.

“Kalau aku menginap di sini, lalu Mbok tidur di mana?” tanya Sora lagi.

“Mbok hari ini kebetulan menginap di rumah ponakan Mbok.” Saripah tersenyum sambil memandangi Sora.

Sora merasa tidak nyaman dengan tatapan mata si Mbok itu.

Ia manggut-manggut seolah mengiyakan jawaban perempuan tua itu. Usianya mungkin sekitar enam puluh tahun.

“Baiklah, Mbok. Aku jadi memakai tempat ini. Biayanya tujuh puluh ribu ya untuk semalam.” Sora lalu mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan uang sejumlah tujuh puluh ribu dan menyerahkannya pada Saripah.

“Terima kasih, ya, Nak. Cukup semalam saja nginapnya?”

Sora tersenyum. “Iya, aku semalam saja di sini.”

“Baiklah, kalau begitu. Kalau Nak ada perlu, panggil si Mbok saja, ya. Rumah ponakan si Mbok tidak jauh kok. Dua rumah dari sini,” kata Saripah lagi.

Dua rumah dari sini kurang lebih tiga puluh meter. Lumayan juga jarak antar-rumah di sini. Sora kembali menganggukkan kepalanya.

-----

“Katamu yang jaga di tempat ini masih muda, Ta,” kata Sora menelepon sahabatnya Tita. “Kok yang ketemu sama aku sudah tua?”

“Masa sih, Ra? Aku ke sana kan baru dua mingguan. Apa sudah ganti ya, yang jaga tempatnya?” terdengar suara Tita yang tampak kebingungan. “Namanya …”

“Aku gak nanya namanya, Ta. Dipanggilnya sih Mbok Ipah. Ya, gak masalah juga sih. Yang penting tempatnya nyaman dan dekat dengan lokasi diving itu. Toh aku cuma semalam di sini. Cuma transit doang. Hehehe.”

“Iya, sih. Jalan kaki juga paling setengah jam, Ra.”

Untuk ukuran Sora, dia bisa menempuh jarak satu setengah kilo dalam setengah jam.

“Ya, udah deh, Ta. Aku mau beres-beres dulu, ya, terus mau bobo.”

“Oke, deh. Have a good night sleep, Ra. Daaag.”

“Daaag.” Sora pun menutup percakapan.

Hm. Apa lagi yang harus kukerjakan sekarang? Membereskan tempat tidur. Sudah jam setengah sepuluh. Nggak terasa juga.

Sora menoleh ke belakang melihat dipan dengan kasur tipis itu.

Suasana kamar itu tampak remang-remang. Sora hanya menyalakan lilin di atas meja ruang tamu. Dia tidak mau mengambil risiko tidur dengan lilin menyala di dekatnya.

Sudah dua hari listrik tidak menyala di tempat ini begitu kata si Mbok. Beruntung Sora baru tiba siang tadi dan dia membawa powerbank. Jadi dia tidak akan kesulitan dengan masalah listrik sampai esok pagi.

Harusnya tempat menginap di lokasi penyelaman dilengkapi dengan genset. Jadi di sana aku tidak akan mengalami listrik mati seperti ini.

Tiba-tiba …

Ada sesuatu di tempat tidur itu!

Sora bisa merasakannya.

Saat itu dia sudah mulai terbiasa dengan suasana remang-remang di kamar tidur itu.

Apa itu? Seperti guling … tapi tadi si Mbok tidak menaruh apa-apa di atas kasur itu.

Sora mendekati tempat tidur itu untuk memeriksa.

Dia terkejut bukan kepalang.

Sesosok perempuan berambut panjang tidur di sana! Perempuan berbaju putih itu tidur memunggunginya.

Jantung Sora berdegup keras.

Ke … kenapa bisa ada perempuan di sini?

“Kamu siapa, ya?” Sora memberanikan diri bertanya.

Yang ditanya tidak menjawab.

Ini bukan pertama kalinya dia bertemu dengan hal semacam ini. Sora menguatkan hatinya.

“Aku tanya kamu. Kamu siapa?” Nada suaranya meninggi. Agak keras.

Tiba-tiba sosok itu menoleh. Tanpa membalikkan badan, kepalanya berputar menghadap Sora.

Oh, My God! Kepalanya berputar 180 derajat!

Sosok itu memandang tajam ke arah Sora. Matanya membesar sementara pupilnya tidak terlihat – menjadikan matanya terlihat putih pucat. Perempuan itu menyeringai lalu menjulurkan lidahnya yang panjang.

Tanpa sadar Sora melangkah mundur.

Ia kehabisan kata-kata.

Perlahan-lahan kepala perempuan itu bergerak sementara tubuhnya masih diam dalam posisi memunggungi Sora. Kepala itu bergerak mendekati Sora.

Kepalanya terlepas! Sora semakin ketakutan.

Kepala si perempuan itu seolah terbang melayang mendekati Sora.

Kini wajah keduanya saling berhadapan dalam jarak kurang dari setengah meter saja.

Merinding Sora dibuatnya.

SIapa perempuan ini?

Bluk!

“Waaaaaaaah!” Sora berteriak.

Kepala itu jatuh tepat di kakinya. Sora merasakan rambut perempuan itu menutupi kakinya hingga semata kaki.

“Oh, My God! Oh, My God!” Sora terus berucap tanpa sadar. Dengan keberanian yang ada, dia menyepak kepala itu menjauh dari kakinya.

Bluk! Glundung, glundung, glundung!

Sora tidak bisa melihat ke arah mana kepala itu berguling.

Sepertinya ke ruang tamu.

“Hihihihihihihihihihihi!” terdengar suara tawa cekikan si perempuan itu.

Sora merasakan tubuhnya lemas hingga tidak sanggup berdiri.

Dilihatnya kepala perempuan yang barusan di tendang itu terbang melayang menjauh keluar dari rumah itu.

Sora terduduk lemas di pintu kamar tidur. Keringat dingin mengucur deras di dahinya. Dia pernah melihat hal-hal semacam ini. Bukan satu dua kali. Lebih banyak dari itu. Tetapi semua itu sepertinya hanya penampakan dan tidak berinteraksi langsung seperti ini. Tidak bersentuhan secara fisik seperti ini.

Rasanya ia ingin menangis.

Tanpa disadarinya, tubuh perempuan tanpa kepala itu bergerak dan bangun dari tempat tidur. Perlahan-lahan berjalan mendekati Sora.

Langkahnya seperti diseret.

Srek. Srek. Srek. Srek. Dia semakin mendekati Sora.

Srek. Srek. Srek. Srek. Suara itu semakin jelas terdengar.

Sora mendadak menghentikan tangisnya.

Ada sesuatu menghampiriku …

Sora masih merasakan ketakutan namun dia memberanikan dirinya. Menguatkan hatinya.

Dia menoleh.

Tepat saat itu kedua tangan perempuan tanpa kepala itu mencekik lehernya.

-----

Dua hari kemudian.

“Pah, kamu beneran nggak ketemu sama Sora?” tanya Tita.

“Nggak, Ta. Memangnya dia kemari?” tanya Saripah.

“Katanya sih iya. Cuma yang jaga tempat ini udah tua, Pah.” Tita terlihat bingung.

“Ya, berarti bukan aku yang ketemu sama temanmu itu,” Saripah memandangi Tita.

“Iyalah, Pah. Bukan kamu.” Tita menoleh ke Saripah, perempuan muda yang usianya tidak beda jauh dengannya.

-----

SEKIAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun