“Memahami bagaimana suatu senjata digunakan akan memudahkan kita mempertahankan diri jika diserang oleh lawan yang menggunakan senjata tersebut,” demikian yang pernah dikatakan oleh Munisai. Hal ini menunjukkan bahwa Munisai bukan saja piawai menggunakan suatu jenis senjata – katakanlah jitte, tetapi ia juga mampu dengan mudah mengalahkan lawan yang bersenjatakan jitte – terlepas dari macam senjata yang saat itu digunakan Munisai, apakah ia menggunakan pedang, toya, atau bahkan jitte juga.
Bisa dikatakan sebenarnya Munisai tidak pernah mempermasalahkan senjata apa yang digunakannya untuk bertarung. Bahkan bertarung dengan tangan kosong menghadapi lawan yang bersenjata pun ia berani. Bertarung harus bergantung pada kemampuan diri sendiri bukan pada senjata yang digunakan. Efektivitas suatu senjata ditentukan oleh orang yang menggunakannya, bukan sebaliknya, senjata tidak menentukan kemampuan bertarung seseorang.
“Seseorang harus bergantung kepada dirinya sendirinya dan bukan kepada hal lain,” kata Dorin beberapa waktu yang lalu. Awalnya Bennosuke berpikir bahwa Dorin sedang membicarakan teknik pedang karena apa yang dikatakannya mirip dengan prinsip Munisai: seseorang tidak boleh bergantung pada senjatanya.
Bennosuke seratus persen setuju dengan apa yang dikatakan kedua orang itu sampai akhirnya ia menyadari bahwa yang dikatakan Dorin adalah salah satu prinsip dalam Zen.
Di luar pelajaran sejarah dan seni berperang, Paman tidak akan pernah membahas tentang teknik berpedang atau apa pun yang berhubungan dengan hal itu, selain Zen.
Walaupun demikian, Dorin selalu mengaitkan aplikasi dari Zen dalam kehidupan sehari-hari dan tentunya secara tidak langsung juga termasuk pedang dan pertarungan – tergantung bagaimana seseorang memahaminya.
Ia menekankan pentingnya menguasai diri karena musuh terbesar adalah diri sendiri. Jika seseorang belum mampu menguasai dirinya, ia akan terlena dan kelengahan tersebut, walaupun hanya sesaat, akan dimanfaatkan oleh musuh untuk mengalahkannya.
Bennosuke menimang-nimang toya itu dengan kedua tangannya. Walaupun sepintas terlihat berat dan kokoh, toya ini ternyata cukup nyaman digenggam dan diayunkan ke segala arah.
“Bennosuke!” terdengar suara seseorang memanggilnya.
Ayah? Bennosuke terkejut. Dari intonasi suaranya, Bennosuke bisa mengetahui, Munisai tampaknya sedang tidak dalam suasana hati yang gembira.
Apakah Ayah marah karena saat ini aku sedang berada di dalam dojo dan bermain-main dengan senjata-senjata yang ada di sini?