Minari merupakan semi-otobiografi yang berangkat dari pengalaman hidup sutradara. Meski pada dasarnya eksplorasi tema di dalamnya bersifat universal dan mampu menjangkau audiens dari berbagai latar belakang, terdapat detail-detail kecil yang sangat beresonansi pada pengalaman subtil para imigran terutama mereka yang bekerja sebagai petani yang tak menguasai alat produksi.
Seorang bernama Yong Chin Chong misalnya, memberi respon setelah menonton Minari, katanya, "Yang saya tonton adalah cerita saya sendiri."
Mulanya pada tahun 1971, Yong Chin berkuliah di Universitas Woodbury menggunakan visa pelajar dan memboyong serta istrinya. Setelah lulus, ia membuka toko minuman keras hingga akhirnya memutuskan untuk membeli tanah dan memulai hidup sebagai petani.
Sama seperti tokoh Jacob di Minari, Yong Chin menanam sayuran Korea dan menjualnya kepada orang-orang Korea yang berkembang pesat di Los Angeles. Pengalaman ini mengingatkan pada kita percakapan antara Jacob dengan putri sulungnya, Anne (Noel Kate Cho).
"Bukankah lebih baik menanam sayuran-sayuran Amerika?" tanya Anne.
"Setiap tahun, 30 ribu orang Korea bermigrasi ke AS. Bukankah mereka akan rindu makanan Korea?" Jawab Jacob dengan perasaan bangga. Barangkali, menanam sayuran Amerika juga membawa keuntungan, namun tampaknya ada suatu pertimbangan yang lebih dari sekadar keuntungan.
Baca Juga: Semesta Kota Winden, yang Kita Tahu Hanyalah Setetes
Budaya orang Korea cenderung homogen dan hal ini yang menguatkan rasa kedekatan serta kerinduan batin mereka terhadap tanah asal. Momen-momen keterasingan, pertentangan, dan upaya asimilasi dengan budaya setempat tergambar dengan sederhana namun tetap apik dalam Minari.
Mulai dari adegan Monica yang terharu saat ibunya, Soonja (Yuh-Jung Youn) membawakan makanan Korea; David, yang tumbuh besar di Amerika, yang merasa asing dengan neneknya dan dia anggap "bau Korea"; hingga perdebatan antara Jacob dan Monica yang mencoba bernegosiasi terhadap rasa isolasi.
Sejatinya, Jacob dan Monica dalam Minari serta Yong Chin dan istrinya yang diwawancarai TIME merupakan bagian dari representasi imigran gelombang ketiga pasca presiden Johnson mengesahkan Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan tahun 1965 sebagai tanggapan atas gerakan hak sipil. Selama 20 tahun berikutnya, ribuan orang Korea membanjiri AS. Puncaknya pada tahun 1987, sekitar 35.849 imigran tiba di AS.