Minari tak sekadar memotret drama keluarga. Lebih dari itu, Minari merupakan bagian dari representasi minoritas Asia-Amerika yang hijrah pasca Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan tahun 1965 disahkan di AS.
Alunan piano Emile Mosseri dalam adegan pembuka film Minari terngiang-ngiang di kepala saya. Ritmenya terasa homey, selaras dengan mata penonton yang seolah-olah turut mengikuti perjalanan keluarga Yi. Di dalam mobil, tokoh David (Alan S. Kim) sesekali melirik keluar jendela, yang dilaluinya adalah medan serba hijau dan hutan.
Setelah mobil berhenti dan keluarga Yi melangkah keluar, kita tahu bahwa tujuan akhir mereka adalah tanah lapang hijau berhektar-hektar yang disebut Jacob sebagai "taman Eden" dan sebuah rumah truk trailer yang satu-satunya nangkring di sana, tanpa tetangga dan penghuni lain.
Keluarga Yi baru pindah dari California untuk memulai hidup baru di pedesaan Ozarks, Arkansas. Jacob Yi (Steven Yeun), ayah David, percaya kalau tanah kosong itu menjanjikan harapan dan masa depan yang lebih baik untuk keluarganya. Dalam tiga tahun, ia yakin tanah yang diolahnya akan menjadi kebun yang mendatangkan keuntungan sehingga ia dan istrinya tak perlu lagi bekerja sebagai chick sexing (mengelompokkan anak ayam berdasarkan jenis kelamin) yang rasanya cukup menyiksa dan membosankan.
"Kau ke sini hanya untuk tanah?" Monica melototi suaminya.
"Ini tanah terbaik di Amerika," kata Jacob lagi.
Lewat ekspresi Monica, kita tahu bahwa ia tak seoptimis suaminya. Monica menyimpan banyak kekhawatiran dan ketidakpastian. Dalam adegan-adegan selanjutnya, kita tahu keduanya tak selalu sepakat tentang bagaimana cara hidup yang lebih baik sebagai imigran di Amerika.
Minari adalah cerita tentang keluarga imigran Asia-Amerika yang sederhana, lembut, hangat, dan manis. Tak ada yang namanya plot-twist, suspense yang rumit, atau simbol-simbol yang berat sebagai bumbu-bumbu cerita. Semua unsur di dalam film diekspresikan dengan apa adanya--cerita keseharian yang tampak remeh tetapi bermakna.
Mengutip pendapat John Powers di npr.org. Lewat Minari, sang sutradara, Lee Issac Chung, mengingatkan pada kita kebenaran tersembunyi ihwal gagasan imigrasi yang bukan melulu berkaitan dengan data, statistik, atau abstraksi, melainkan terwujud dalam cerita-cerita kecil yang tak terhitung jumlahnya--individu dan keluarga yang berjuang menemukan tempat baru untuk disebut "rumah".
Baca juga:Â Perihal Kita, Pengelana Menuju Rumah atau Sebaliknya
Minari merupakan semi-otobiografi yang berangkat dari pengalaman hidup sutradara. Meski pada dasarnya eksplorasi tema di dalamnya bersifat universal dan mampu menjangkau audiens dari berbagai latar belakang, terdapat detail-detail kecil yang sangat beresonansi pada pengalaman subtil para imigran terutama mereka yang bekerja sebagai petani yang tak menguasai alat produksi.
Seorang bernama Yong Chin Chong misalnya, memberi respon setelah menonton Minari, katanya, "Yang saya tonton adalah cerita saya sendiri."
Mulanya pada tahun 1971, Yong Chin berkuliah di Universitas Woodbury menggunakan visa pelajar dan memboyong serta istrinya. Setelah lulus, ia membuka toko minuman keras hingga akhirnya memutuskan untuk membeli tanah dan memulai hidup sebagai petani.
Sama seperti tokoh Jacob di Minari, Yong Chin menanam sayuran Korea dan menjualnya kepada orang-orang Korea yang berkembang pesat di Los Angeles. Pengalaman ini mengingatkan pada kita percakapan antara Jacob dengan putri sulungnya, Anne (Noel Kate Cho).
"Bukankah lebih baik menanam sayuran-sayuran Amerika?" tanya Anne.
"Setiap tahun, 30 ribu orang Korea bermigrasi ke AS. Bukankah mereka akan rindu makanan Korea?" Jawab Jacob dengan perasaan bangga. Barangkali, menanam sayuran Amerika juga membawa keuntungan, namun tampaknya ada suatu pertimbangan yang lebih dari sekadar keuntungan.
Baca Juga: Semesta Kota Winden, yang Kita Tahu Hanyalah Setetes
Budaya orang Korea cenderung homogen dan hal ini yang menguatkan rasa kedekatan serta kerinduan batin mereka terhadap tanah asal. Momen-momen keterasingan, pertentangan, dan upaya asimilasi dengan budaya setempat tergambar dengan sederhana namun tetap apik dalam Minari.
Mulai dari adegan Monica yang terharu saat ibunya, Soonja (Yuh-Jung Youn) membawakan makanan Korea; David, yang tumbuh besar di Amerika, yang merasa asing dengan neneknya dan dia anggap "bau Korea"; hingga perdebatan antara Jacob dan Monica yang mencoba bernegosiasi terhadap rasa isolasi.
Sejatinya, Jacob dan Monica dalam Minari serta Yong Chin dan istrinya yang diwawancarai TIME merupakan bagian dari representasi imigran gelombang ketiga pasca presiden Johnson mengesahkan Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan tahun 1965 sebagai tanggapan atas gerakan hak sipil. Selama 20 tahun berikutnya, ribuan orang Korea membanjiri AS. Puncaknya pada tahun 1987, sekitar 35.849 imigran tiba di AS.
Pasca imigrasi yang meningkat itu, hingga pada awal 1990-an, pertanian turut memberi fondasi bagi ekonomi imigran Korea. "Pertanian merupakan satu-satunya bentuk mata pencaharian yang layak bagi banyak imigran Asia selama periode ini," kata profesor Kim.
Baca Juga:Â Ghosting dan Hal-hal yang (Rasanya) Tak Selesai
Meski pada akhirnya Jacob harus mengalami kegagalan gara-gara gudang yang menyimpan sayur-sayuran hasil jerih payahnya ludes terbakar api, toh setidaknya ia telah memulai.
Di akhir penutup film Minari, kita melihat Jacob dan David menelusuri hutan menuju hilir sungai dan menemukan tanaman minari--yang ditanam sang nenek--tumbuh subur di sana dengan sendirinya. Sesuatu yang barangkali Jacob lupakan bahwa "taman Eden" itu boleh jadi tampak terlupakan dan tersembunyi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H