Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"1917" dan Panggung Besar Humanisme dalam Narasi Perang

27 Januari 2020   14:43 Diperbarui: 28 Januari 2020   05:35 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu foto karya Choi Byung Kwan | sumber: Koleksi pribadi

Suasana seperti itu meningatkan saya kepada foto-foto karya Choi Byung Kwan. Tahun lalu saya mengunjungi pameran foto itu di Museum Nasional, judulnya "Korea's Demilitirized Zone, In Searchfor the Land of Peace and Life".

Pameran ini memajang foto-foto di Zona Demiliterisasi Korea, sebuah wilayah batas berakhirnya Perang Korea yang kini sudah berubah menjadi wilayah baru untuk rekonsiliasi.

Menariknya, tak ada kesan kengerian dalam foto-foto karya Choi. Yang ada hanyalah lanskap indah yang menentramkan mata. Ada foto yang sangat memorable bagi saya.

Choi mengekspos benda-benda bekas perang yang sudah berkarat tetapi dikelilingi oleh rumput hijau atau bunga rumput berwarna cerah yang tumbuh alami di tempat itu.

Seperti dua unsur yang kontradiktif sekaligus sublim jadi satu. Foto yang sederhana namun sarat makna, ia adalah simbol perdamaian. Begitulah cara visual berbicara.

Salah satu foto karya Choi Byung Kwan | sumber: Koleksi pribadi
Salah satu foto karya Choi Byung Kwan | sumber: Koleksi pribadi
Di atas tanah bekas perang, bangkai-bangkai berserakan. Tank, pesawat tempur yang jatuh, senjata, hingga tulang-tulang manusia terkubur oleh waktu. Kematian diiringi duka, luka, hingga dendam.

Sebagian orang memaknai kematian korban perang dengan penghormatan, pengultusan, dan peringatan hari kematian. Sebagian lagi memaknainya dengan perasaan hampa, tanpa nisan atau monumen kematian, dan pertanyaan 'untuk apa/siapa manusia berperang?' terus berdenging di kepalanya. Scho dalam 1917 barangkali adalah jenis orang yang terakhir.

Berbeda halnya tokoh James Ryan dalam Saving Private Ryan yang memaknai kematian Kapten John dengan memberi penghormatan di hadapan pusara. 

Di sela-sela akhir cerita itu, bayangan bendera AS muncul berkibar-kibar di langit. Barangkali, seorang Amerika yang menonton adegan Saving Private Ryan itu, sesaat jiwanya akan ikut berdesir.

Manusia punya berbagai cara untuk mengenang orang-orang yang gugur dalam perang. Biasanya, heroisme acap muncul sebagai salah satu upaya manusia memberi makna kolektif.

Sejak berabad-abad, watak heroisme tak pernah berubah, ia selalu muncul di tengah gelaran panggung besar -tak peduli siapa tokoh yang berdiri di sana, apakah ia seorang jenderal besar atau prajurit biasa- di antara rongga luka yang menganga dan kemenangan yang memabukkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun