Bukan berarti menihilkan perang itu sendiri, tetapi ini lebih seperti jalan alternatif untuk memahami dampak perang.
Lainnya, ada beberapa film perang dengan tokoh utama non-tentara yang bagus versi saya, seperti The Diary of Anne Frank (1959), Au Revoir les Enfans (1987), Europa Europa (1990), Bicycle Thieves (1948), The Killing Fields (1984), Schindler's List (1993), dan sebagainya.
Saya membayangkan, di dekade-dekade selanjutnya barangkali akan lebih banyak variasi film perang yang apik nan eksperimental, meski tak jauh-jauh dari gagasan humanisme.Â
Dari prajurit biasa hingga rakyat proletar sudah mengisi peran di atas panggung besar humanisme. Sudut pandang semakin dispesifikkan. Literatur umat manusia dua abad terakhir menyediakan ruang yang tak terbatas untuk mengorek ketimpangan dan ketidakadilan. Wacana terus diperbaharui.
Para petinggi negara, raja, juga jenderal tampak seperti berhasil tersingkirkan dari panggung besar, katanya sejarah tak melulu milik penguasa. Tetapi kenyataannya itu hanyalah semu. Kisah umat manusia belumlah usai. Dinamika tak pernah berhenti. Dan realita semakin pelik.Â
Saya bertanya-tanya, pada abad-abad mendatang, akankah humanisme masih jadi "agama" yang dipeluk erat manusia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H