Mohon tunggu...
Rizka Khaerunnisa
Rizka Khaerunnisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mengumpulkan ingatan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"27 Steps of May": Jurang Sepi bagi Penyintas Kekerasan Seksual

1 Mei 2019   09:24 Diperbarui: 1 Mei 2019   15:12 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak (Lukman Sardi) dan May (Raihaanun) selalu makan bersama di ruang ini. Dalam setiap momen ini, Bapak selalu berharap bisa berkomunikasi dengan putrinya, tapi ia hanya mampu mengamati May dari luar. (Foto: 27stepsofmay.com/Green Glow Pictures)

May (Raihaanun) menyetrika blus berlengan panjangnya dengan penuh kehati-hatian (Foto: 27stepsofmay.com/Green Glow Pictures)
May (Raihaanun) menyetrika blus berlengan panjangnya dengan penuh kehati-hatian (Foto: 27stepsofmay.com/Green Glow Pictures)

Di sisi lain, efek keresahan penonton juga timbul dari suara jangkrik, detak jarum jam, dan denting sendok yang saling beradu, menjadi penanda betapa sepinya hidup mereka, antara May dan Bapak. 

Saya bisa merasakan bagaimana kecanggungan Bapak setiap kali makan bersama dengan May. Bapak hanya mampu memandang May penuh selidik dan menyimpan kegelisahan, menerka-nerka apakah putrinya hari ini baik-baik saja atau sebaliknya. Tapi May justru sebaliknya, tampak tak peduli dengan emosi-emosi yang berada di luar dirinya.

Tak hanya pakaian, kaos kaki, dan sepatu yang warnanya serba monoton, suasana kamar May pun demikian. Bahkan makanan sehari-harinya juga serba polos. Menu makanan May hanya ada tempe, telur, dan kecambah rebus, yang disandingkan dengan nasi. Makanannya berwarna putih dan tak memiliki rasa. 

Kontras sekali dengan menu makanan Bapak yang berwarna dan beraneka rasa. Warna monoton yang lekat pada May sejatinya membahasakan rasa kepada penonton, beginilah hidup May yang sepi dan kosong dalam belenggu.

Tiga Lapis Benteng pada Jiwa May, Semacam Belenggu dalam Mekanisme Hidupnya
May telah mendirikan semacam benteng besar yang hanya bisa dihuni oleh dirinya sendiri. Perbentengan May terlampau kokoh, pertahanannya bak mustahil untuk ditembus.

Ya bayangkan saja, May sudah memupuk benteng itu selama delapan tahun lamanya. Bahkan sang Bapak, sebagai satu-satunya orang terdekat, tak berdaya untuk menembus benteng yang dibangun May. 

Interaksi antara May dan Bapak hanya berkisar pada aktivitas membuat baju-baju boneka dan pada saat makan bersama. Selain itu, May akan mengurung diri di dalam kamar tidur--benteng teraman sebagai tempatnya berlindung.

Pada saat yang bersamaan, mekanisme hidup May yang monoton ini mengandung efek teror terus-menerus di dalam dirinya sendiri. May selalu merasa berada dalam situasi terancam dan berbahaya--ia selalu diliputi rasa cemas dan was-was--dan oleh sebab itu merasa perlu menciptakan mekanisme hidupnya sendiri untuk bertahan dari serangan.

Efek teror itu ada pada adegan ketika May bersentuhan langsung dengan Bapak dan si Pesulap (Ario Bayu). Setiap kali bagian tubuhnya disentuh, meskipun itu hanya tangannya, ingatan kelam May kembali terputar. May merasa sentuhan-sentuhan itu seperti semacam sinyal tanda bahaya. Trauma tubuhnya bangkit merespon sinyal itu. May sangat ketakutan kalau dirinya akan diperkosa lagi.

Guncangan rasa takut itu mendorong May untuk bersembunyi ke benteng yang paling rahasia; kamar mandi. Di situlah May menyileti pergelangan tangannya hingga berdarah. Bagi May, itulah cara untuk membebaskan tubuhnya dari belenggu teror. Jujur saja, bagian ini sangat mengiris perasaan saya sebagai penonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun