Sama halnya dengan seseorang yang memiliki pengendalian diri yang buruk. Mereka dapat diibaratkan anak-anak yang tidak dapat menahan dirinya untuk memakan marshmallow. Ketidakmampuan mereka mengendalikan diri mengantarkan mereka pada jurang stress, obat-obatan, memiliki nilai akademik yang lebih rendah, indeks massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang berhasil mengendalikan diri.
Penelitian di atas analog dengan fenomena media sosial sekarang. Pengguna media sosial dapat diibaratkan sebagai anak empat tahun tersebut sedangkan media sosial sebagai marshmallow. “Marshmallow” tersebut dapat dimakan kapan saja dan di mana saja, sama seperti media sosial yang dapat digunakan kapan saja dan di mana saja.
Pengguna media sosial yang memiliki pengendalian diri yang baik akan hanya membuka media sosialnya jika memang ada yang penting. Mereka juga hanya membagikan konten bermanfaat secara proporsional. Mereka tidak akan berani melakukan vandalisme, merusak barang-barang bukan miliknya demi foto yang apik di akun media sosialnya. Pun, mereka tidak akan ikut terdorong menjadi individu yang hedonis akibat terlalu mudah iri lewat media sosialnya.
Banyak dampak positif yang didapatkan individu ketika dirinya memiliki kemampuan ini. Pengendalian diri yang baik terbukti mengurangi pengaruh media seperti penggunaan tembakau dan alkohol (Will, 2010). Selain itu, self-control juga dapat meningkatkan produktivitas karena banyak waktu yang dapat digunakan untuk melakukan hal yang produktif.
Kasus Jennifer Aniston yang memutuskan hubungannya dengan John Mayer akibat kecanduannya terhadap media sosial Twitter pun bukti nyata jika saja dia dapat mengendalikan dirinya dari Twitter, hubungan yang dijalinnya sangat mungkin tidak retak. Bukan hanya masalah hubungan, pengendalian diri terhadap media sosial juga dapat memberikan kesempatan untuk lebih banyak belajar keterampilan, pengetahuan yang baru sehingga membuat individu lebih terampil dan cerdas.
Terdapat beberapa saran bagaimana individu dapat mengendalikan diri terhadap media sosial. Pertama, memahami dampak media sosial jangka panjang. Segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik dan sebaiknya individu dapat menggunakan media sosial sewajarnya. Kedua, mencoba untuk menjaga diri dari membagikan segala hal. Orang-orang tidak selalu ingin tahu apa yang pengguna lainnya sukai, sedang berada, atau dilakukan. Ketiga, bertanya pada diri sendiri sebelum mengecek media sosial, apakah ada hal yang benar-benar penting untuk saya ketahui? Jika tidak, janganlah membuka lockscreen ponsel.
Pendek kata, vandalisme dan hedonisme merupakan salah satu bentuk sikap antisosial yang dapat dipicu penggunaan media sosial. Tetapi, tameng yang hebat untuk menangkal sikap antisosial dari media sosial adalah pengendalian diri. Pun pedang yang tajam yang dapat mengurangi pengaruh buruk media, meningkatkan produktivitas, kualitas hubungan, menjadi lebih terampil dan cerdas adalah pengendalian diri. Pengendalian diri terhadap media sosial merupakan kemampuan yang harus dimiliki generasi abad 21 untuk menjawab tantangan-tantangan di masa depan.
Daftar Pustaka
Kross E, Verduyn P et al. (2013). Facebook Use Predicts Declines in Subjective Well-Being in Young Adults. PLoS ONE 8(8): e69841. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0069841
Nalewajek, M. et al. 2013. The Impact Of Virtual Communities On Enhancing Hedonistic Consumer Attitudes. Polityki Europejskie, Finanse I Marketing 10 (59)
Waluya, Bagja. (2009). Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X SMA/Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas