Andi Ryza Fardiansyah, S.H.*
--------------
Dalam praktek, istilah PAW sering digunakan sebagai singkatan untuk menyebutkan Penggantian Antarwaktu Anggota DPR, DPD atau DPRD baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Namun, dalam UU No. 17 Tahun 2014 sebagaimana terakhir kali diubah melalui UU No. 13 Tahun 2019 tentang MD 3, ada terminologi lain yang selalu berkaitan dengan Penggantian Antarwaktu, yaitu Pemberhentian Antarwaktu. Dimana pembahasan tentang Penggantian Antarwaktu akan selalu berada pada bagian yang sama dengan Pemberhentian Antarwaktu di semua tingkatan dalam UU MD 3.
Pada dasarnya, Pemberhentian Antarwaktu adalah tahapan yang harus ditempuh sebelum dilakukannya Penggantian Antarwaktu Anggota DPR. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Penggantian Antarwaktu Anggota DPR hanya dapat dilakukan setelah sebelumnya telah dilakukan Pemberhentian Antarwaktu.
Dalam ketentuan Pasal 239 Ayat (1) UU MD3, ada 3 (tiga) penyebab Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu yaitu:
- Meninggal Dunia;
- Mengundurkan Diri;
- Diberhentikan;
Khusus mengenai Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR karena diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 Ayat (1) huruf c UU MD3, pada Pasal 239 Ayat (2) diatur syarat-syarat pemberhentian yaitu sebagai berikut:
- Pasal 239 Ayat (2) huruf a mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf b mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf c mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf d mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf e mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf f mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf g mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pasal 239 Ayat (2) huruf h mengatur bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan Antarwaktu apabila menjadi anggota partai politik lain;
Adapun penjelasan tentang ketentuan-ketentuan Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR berdasarkan ketentuan Pasal 239 Ayat (1) dan Ayat (2) UU MD3 adalah sebagai berikut:
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Karena Meninggal Dunia
Berdasarkan ketentuan Pasal 239 Ayat (1) huruf a UU MD3 sebagaimana yang telah disebutkan di atas, salah satu alasan/penyebab pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR adalah karena Anggota DPR meninggal dunia. Adapun kondisi meninggal dunia atau pernyataan bahwa seorang Anggota DPR meninggal dunia, harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 239 Ayat (1) huruf a UU MD3.
Mekanisme Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR yang meninggal dunia, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 240 UU MD3 adalah sebagai berikut:
- Diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden (Pasal 240 Ayat (1) UU MD3);
- Pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik (Pasal 240 Ayat (2) UU MD3);
- Presiden meresmikan pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian dari Pimpinan DPR (Pasal 240 Ayat (3) UU MD3);
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Karena Mengundurkan Diri
Ketentuan tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR karena mengundurkan diri ini adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 293 Ayat (1) huruf b UU MD3. Dimana dalam Penjelasan Pasal 293 Ayat (1) huruf b UU MD3 disebutkan bahwa pernyataan mengundurkan diri harus dibuat secara tertulis di atas kertas yang bermaterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mekanisme Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR yang mengundurkan diri adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 240 UU MD3 yaitu:
- Diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden (Pasal 240 Ayat (1) UU MD3);
- Pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik (Pasal 240 Ayat (2) UU MD3);
- Presiden meresmikan pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian dari Pimpinan DPR (Pasal 240 Ayat (3) UU MD3);
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Tidak Menjalankan Tugas Selama 3 (Tiga) Bulan Berturut-Turut
Bahwa apa yang dimaksud dengan frasa "tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun" dalam ketentuan Pasal 239 Ayat (2) huruf a UU MD3, adalah sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 239 Ayat (2) huruf a UU MD3 yaitu:
"Yang dimaksud dengan "tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap" adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau tidak hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun selama 3 (tiga) bulan berturut-turut."
Yang bermasalah pada hal ini adalah bahwa dalam UU MD3, tidak mengatur mekanisme pemberhentian anggota DPR yang diberhentikan karena alasan Pasal 239 Ayat (2) huruf a tersebut. Sehingga, ketentuan ini menjadi ketentuan yang tidak bisa diterapkan karena UU MD3 tidak mengatribusikan kewenangan baik kepada Pimpinan DPR maupun kepada Pimpinan Partai Politik untuk mengusulkan pemberhentian anggota DPR berdasarkan Pasal 239 Ayat (2) huruf a dimaksud.
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Melanggar Sumpah/Janji Jabatan Dan Kode Etik DPR
Bahwa demikian pula dengan ketentuan ini, dimana hanya disebutkan dalam Pasal 293 Ayat (2) huruf b bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan antarwaktu karena melanggar Sumpah/Janji Jabatan Dan Kode Etik DPR, namun dalam UU MD3 tidak ada satupun Pasal yang membahas tentang bagaimana mekanisme penerapan ketentuan Pasal 293 Ayat (2) huruf b ini.
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Dinyatakan Bersalah Berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih
Bahwa pemberhentian antarwaktu Anggota DPR yang diberhentikan karena dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, mengacu pada ketentuan Pasal 293 Ayat (2) huruf c sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Tidak ada penjelasan yang spesifik terkait hal ini pada bagian Penjelasan Pasal 293 UU MD3.
Begitupun dengan mekanisme pelaksanaannya sama dengan mekanisme pelaksaanaan ketentuan Pasal 293 Ayat (1) huruf a dan huruf b yang diatur dalam Pasal 240 UU MD3, yaitu:
- Diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden (Pasal 240 Ayat (1) UU MD3);
- Pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik (Pasal 240 Ayat (2) UU MD3);
- Presiden meresmikan pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian dari Pimpinan DPR (Pasal 240 Ayat (3) UU MD3);
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Diusulkan Oleh Partai Politiknya Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang- Undangan
Ketentuan tentang ini sebagaimana diatur dalam Pasal 293 Ayat (2) huruf d UU MD3 serta juga tidak ada ketentuan spesifik tentang indikator serta apa yang menjadi alasan Partai Politik dapat melakukan pemberhentian antarwaktu kepada Anggota DPR. Pada bagian Penjelasan Pasal 293 Ayat (2) huruf d UU MD3, tidak disebutkan pula undang-undang yang menjadi dasar ketentuan alasan pemberhentian ini.
Begitupun dengan mekanisme pelaksanaan Pasal 293 Ayat (2) huruf d, adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 240 UU MD3 yaitu:
- Diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden (Pasal 240 Ayat (1) UU MD3);
- Pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik (Pasal 240 Ayat (2) UU MD3);
- Presiden meresmikan pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian dari Pimpinan DPR (Pasal 240 Ayat (3) UU MD3);
Tentang syarat pemberhentian ini, Pasal 241 Ayat (1) UU MD3 mengatur tentang penundaan pelaksanaan ketentuan Pasal 240 apabila Anggota DPR yang diberhentikan berdasarkan ketentuan Pasal 239 Ayat (2) huruf d UU MD3, mengajukan keberatan melalui pengadilan. Ketika ini terjadi, maka berdasarkan ketentuan Pasal 241 Ayat (1) UU MD3, pemberhentiannya sah setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tentang permbehentian Anggota DPR tersebut.
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Tidak Lagi Memenuhi Syarat Sebagai Calon Anggota DPR Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD Dan DPRD
Bahwa maksud dari ketentuan Pasal 239 Ayat (2) huruf e UU MD3 ini adalah gugurnya syarat pencalonan Anggota DPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-Undangan tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD merupakan kondisi yang dapat menyebabkan Anggota DPR diberhentikan antarwaktu.
Adapun syarat dan ketentuan pencalonan Anggota DPR adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 240 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Yang perlu diperhatikan adalah, bahwa ketentuan ini senyatanya bersifat retroaktif, karena mengatur tentang pembatalan kondisi lampau yaitu tentang persyaratan calon Anggota DPR yang telah dipenuhi oleh seseorang yang telah menjadi Anggota DPR. Namun dalam UU MD3, tidak ada mekanisme implementasi terhadap ketentuan ini.
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Melanggar Ketentuan Larangan Sebagaimana Diatur Dalam Undang-Undang MD3
Bahwa syarat pemberhentian ini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 293 Ayat (2) huruf f UU MD3. Adapun frasa "ketentuan larangan" sebagaimana dalam bunyi pasal tersebut, tidak memilik penjelasan spesifik pada bagian Penjelasan Pasal 293 Ayat (2) huruf f, sehingga harus merujuk pada ketentuan Larangan bagi Anggota DPR yang diatur dalam ketentuan Pasal 236 UU MD3;
Demikian pula bahwa tidak ada mekanisme implementasi terhadap ketentuan ini, sehingga ketentuan ini konsekuensinya sama dengan ketentuan-ketentuan di atas yang tidak disebutkan dalam Pasal 240 UU MD3.
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Karena Diberhentikan Sebagai Anggota Partai Politik Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Bahwa hal ini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 293 Ayat (2) huruf g. Mekanisme pelaksanaannya adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 240 UU MD3 yaitu:
- Diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden (Pasal 240 Ayat (1) UU MD3);
- Pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik (Pasal 240 Ayat (2) UU MD3);
- Presiden meresmikan pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian dari Pimpinan DPR (Pasal 240 Ayat (3) UU MD3);
Tentang syarat pemberhentian ini, Penjelasan Pasal 239 Ayat (2) huruf g UU MD3 mengatur tentang penundaan pelaksanaan ketentuan Pasal 240 apabila Anggota DPR yang diberhentikan berdasarkan ketentuan Pasal 239 Ayat (2) huruf g UU MD3, mengajukan keberatan melalui pengadilan. Ketika ini terjadi, maka berdasarkan Penjelasan Pasal 239 Ayat (2) huruf g UU MD3, pemberhentiannya sah setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tentang permbehentian Anggota DPR tersebut.
Ketentuan Tentang Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR Yang Diberhentikan Karena Menjadi Anggota Partai Politik Lain
Bahwa ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 239 Ayat (2) huruf h UU MD3. Ketentian ini juga ketentuan yang mekanisme pelaksanaanya diatur dalam Pasal 240 UU MD3 yaitu:
- Diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden (Pasal 240 Ayat (1) UU MD3);
- Pimpinan DPR wajib menyampaikan usul pemberhentian kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik (Pasal 240 Ayat (2) UU MD3);
- Presiden meresmikan pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian dari Pimpinan DPR (Pasal 240 Ayat (3) UU MD3);
Namun pada bagian Penjelasan Pasal 239 Ayat (2) huruf h, disebutkan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi Anggota Partai Politik Lokal Aceh sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Interpretasi
Bahwa berdasarkan hal ini, maka kita bisa menginterpretasikan beberapa hal terkait Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR yang diatur dalam UU MD3 yaitu:
- Bahwa Pemberhentian Antarwaktu merupakan frasa yang berbeda dengan Penggantian Antarwaktu dan merupakan tahapan awal yang harus ditempuh sebelum Penggantian Antarwaktu dilakukan. Pemberhentian Antarwaktu diatur dalam ketentuan Pasal 239 sampai dengan Pasal 241 UU MD3;
- Bahwa berdasarkan ketentuan yang mengatur ada tidaknya mekanisme penerapan yang diatur dalam Pasal 240 UU MD3 dari alasan-alasan hukum Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR dalam Pasal 239 Ayat (1) dan Ayat (2) UU MD3, maka alasan-alasan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: (a). Alasan-alasan yang mendapatkan mekanisme penerapan dalam Pasal 240 yaitu alasan Pemberhentian Antarwaktu yang diatur dalam Pasal 239 Ayat (1) huruf a dan huruf b dan Pasal 239 Ayat (2) huruf c, huruf d, huruf g dan huruf h. (b) Alasan-alasan yang tidak mendapatkan mekanisme penerapan dalam Pasal 240 yaitu alasan Pemberhentian Antarwaktu yang diatur dalam Pasal 239 Ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e dan huruf f.
- Bahwa alasan-alasan yang tidak diatur mekanisme penerapannya di dalam Pasal 240 UU MD3, potensial pasti tidak bisa diterapkan. Karena UU MD3 tidak mengatribusikan kewenangan kepada Lembaga manapun untuk menjadi pihak yang bisa mengusulkan Pemberhentian Antarwaktu Anggota DPR berdasarkan alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 239 Ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e dan huruf f UU MD3.
--------------
*Wakil Sekretaris Pengurus Pusat PERADI Young Lawyers Committee Periode 2020 - 2023;
*Founder Law Office FARDIANSYAH & Co; Advocate & Legal Consultant
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H