Selama prosesi 'ritual' berlangsung, Lyra tak pernah satu pun bertanya soal keluarga, pekerjaan, ataupun urusan pribadi para pelanggan. Karena pada prinsipnya, ia pantang menanyakan urusan pribadi seorang pelanggan.
"Om mandi dulu ya," kata Om Wirno kepada Lyra.
"Iya om," jawab Lyra sambil menyalakan rokok di atas tempat tidur.
"Kamu gak mudik Lyr," tanya Om Wirno yang saat itu berada di kamar mandi.
"Enggak om," jawabnya singkat.
Seakan tak puas dengan jawaban Lyra, Om Wirno pun melanjutkan pertanyaannya.
"Kenapa? Gak punya ongkos buat pulang? Atau gak punya keluarga," tanyanya.
"Saya pelacur om, apa pantas menanti Idul Fitri," kata Lyra sambil beranjak dari kasur dan berdiri menatap jendela.
"Idul Fitri itu milik semua orang Lyr, pelacur pun boleh merayakannya," kata Om Wirno kepada Lyra.
Lyra yang masih terpaku, tiba-tiba duduk termenung di sebuah kursi meja rias. Perlahan ia menatap wajahnya di dalam cermin. Wajah seorang pelacur yang sudah menjajakan dirinya sejak bertahun-tahun lamanya.
Seorang pelacur yang tak pernah menunaikan ibadah salat maupun puasa. Seorang pelacur yang selalu berbuat dosa dan maksiat. Lalu, apakah kini ia pantas mendapatkan Idul Fitri bersama keluarganya di kampung.